AMBON, Siwalimanews – Status kelayakan operasional lembaga kursus dan pelatihan sekolah penerbangan berdika pura nusantara (LKP BPN) semakin tidak jelas, setelah pemilik yayasan Martin Franky Pantolosong mengklaim status yaysanya sah secara hukum.

Bahkan menurutnya, LKP BPN tak membutuhkan ijin dari Kementerian Perhubungan ternyata dipatahkan penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Bahkan, penyidik Ditreskrimsus kini mempunyai sejumlah alat bukti kuat terkait ketidakjelsan lembaga ini.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku Kombes Eko Santoso, melalui penyidik Edi Tetelepta mengungkapkan sejumlah fakta menarik terkait penyelenggaraan jasa pendidikan dari LKP BPN yang tidak sesuai standar dan ketentuan.

Menurutnya, dari hasil penelusuran yang dilakukan, jasa pendidikan yang berstatus lembaga harusnya mengeluarkan sertifikat untuk siswa yang mengemban ilmu di yayasan tersebut, namun  yang terjadi, yayasan ini justru mengeluarkan ijazah seperti halnya sekolah formal lainnya yang terdaftar di Kemendikbud.

Baca Juga: Ketua Yayasan Sebut LKP BPN Sah Secara Hukum

“Yang harusnya sertifikat, nyatanya ijazah, padahal Ijasah hanya diperuntukan untuk pendidikan formal bukan jasa pelatihan dan kursus. Dokumen yang mereka punya yaitu SITU dan SIUP, nah ini makin jelas lagi, karena SITU SIUP menunjukan lembaga ini sebagai pelaku usaha, apalagi  Ijin sisdiknas terkait akreditas terukur 8 standar kompetensi juga tidak dimiliki lembaga yang mengekuarkan ijazah sebagai bukti kelulusan,” ungkap Tetelepta.

Selain terkait perijinanan, Tetelepta mengungkapkan keluhan sejumlah siswa yang termakan janji dari lembaga ini.

Hal tersebut terungkap dari hasi, pemeriksaan 14 saksi, dimana para saksi mengaku membayar sejumlah uang untuk mengikuti kelas eksklusif di lembaga tersebut dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan.

Namun yang mereka dapat, hanya sebagai pekerja gudang yang tidak digaji selama 5 bulan.

“Siswa angkatan 16 yang belajar di lembaga ini ditawari kelas eksklusif dengan membayar biaya tambahan sebesar Rp 40 juta dan dijanjikan dipekerjakan di kawasan bandara serta memiliki lisensi, setelah bayar mereka justru diberangkatkan ke Surabaya dan dipekerjakan di gudang, nah selama 5 bulan kerja pun mereka tidak digaji, biaya tiket dan rapid pun ditanggung sendiri,” bebernya.

Edi mengungkapkan pasca kasus ini dinaikan ke tahap penyidikan, dimana sejumlah langkah telah dilakukan penyidik, salah satunya melakukan pengeledahan lembaga tersebut.

Dari hasil pengeledahan disita barang bukti berupa komputer printer, kwitansi pembayaran, buku registrasi angkatan 16, brosur untuk tarik peminat, dan contoh seragam LKP BPN yang seperti pilot.

“Pengeledahan sudah dilakukan pada 10 juni lalu dipimpin kompol Marsena bersama tim subdit 4, ada sejumlah barang bukti yang kita sita untuk perkuat penyidikan nanti,” tandasnya. (S-45)