AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Negeri Ambon kembali menggelar sidang praperadilan pe­netapan Ferry Tanaya sebagai ter­sangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembelian lahan pemba­ngunan PLTG di Namlea, Kabupaten Buru, Rabu (23/9).

Dari bukti-bukti yang dibeberkan di persidangan, tim pengacara yakin hakim mengabulkan permohonan pra­peradilan Tanaya.

Sidang lanjutan dengan agenda kesimpulan itu dipimpin oleh hakim tunggal, Rahmat Selang.

Dalam persidangan itu hakim me­nerima kesimpulan pihak  pemohon maupun termohon.

“Sidang dengan agenda putusan selanjutnya akan digelar pada 24 September 2020,” ujar hakim.

Baca Juga: Bingung dan Berbelit, Hakim Tegur Saksi Jaksa di Sidang Tanaya

Dalam tahap kesimpulan ini, pihak Ferry Tanaya selaku pemohon dan Kejati Maluku sebagai termohon menyerahkan kesimpulan mereka terhadap materi dan fakta selama persidangan.

Ketua tim kuasa hukum Ferry Tanaya, Herman Koedoeboen usai persidangan, mengatakan, pihaknya optimis s hakim akan mengabulkan praperadilan Tanaya.

“Berdasarkan fakta dan materi persidangan yang telah berjalan, kami optimistis majelis mengabulkan gugatan kami,” ujar Koedoeboen.

Koedoebon berharap, permoho­nan praperadilan terhadap pene­tapan Tanaya sebagai tersangka, dikabulkan hakim. “Kami mohon dikabulkan karena terbukti bahwa penetapan Tanaya tersangka tidak sah,” ujarnya.

Menurutnya, tidak sahnya pene­tapan Tanaya sebagai tersangka, lantaran pihak kejaksaan tidak me­miliki alat bukti yang cukup.

“Dalam kesimpulan itu, kita buktikan pokok permohonan ten­tang penetapan tersangka tidak sah karena tidak cukup bukti,” jelasnya.

Bukti yang dimaksudnya adalah soal tanah pembangunan yang dijadikan dasar penetapan Tanaya sebagai tersangka, bukanlah tanah milik negara. Ia merujuk pada ke­saksian saksi ahli yang dihadirkan jaksa pada sidang Selasa (22/9).

Menurutnya, meskipun pokok perkara kepemilikan tanah negara tidak bisa persoalkan dalam prape­radilan, namun hal itu disinggung ahli dari BPKP.

“Maka dalam kesimpulan, kami ingin pastikan dari aspek apa me­nyimpulkan bahwa tanah itu milik negara. Ternyata dia hanya berda­sarkan pada pendapat ahli, baik dari BPN dan Unpatti. Tanpa didasari bukti otentik bahwa itu tanah negara,” tandas Koedoeboen.

Padahal menurut UU Nomor 1 tahun 2004 dan UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kata Koedoeboen, itu menentukan apa sebenarnya bukti otentik yang membuktikan aset milik negara.

“Mestinya sebagai ahli dia harus memahami itu. Kepemilikan tidak bisa didasari atas pendapat, harus didasari bukti,” ujarnya.

Sementara pihak termohon yang diwakili jaksa Y E Oceng Almahdaly, M Rudi, Novita Tatipikalawan usai persidangan saat ditemui Siwalima, enggan memberikan komentar.

Sidang lanjutan praperadilan itu dihadiri oleh termohon yang diwakili oleh tim kuasa hukum Herman Koedoeboen, Henry Lusikooy, dan Firel Sahetapy. Sedangkan, termo­hon dihadiri Y. E. Oceng Almahdaly, M. Rudi, Novita Tatipikalawan. (Cr-1)