AMBON, Siwalimanews – Penetapan tersangka terhadap Ferry Tanaya oleh pihak Kejaksaan TInggi Maluku dinilai cacat hukum.

Anggota Tim Kuasa Hukum Ferry Tanaya Hendry Lusikooy menjelaskan, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Kejati Maluku dinilai cacat hukum, sebab telah melanggar pasal 81 KUHP Pidana.

Pasalnya, pada tanggal 25 Januari Tim Kuasa Hukum Tanaya memasukan surat penanguhan penyelidikan ke Kejati, namun pada tanggal 27 Januari, pihak Kejati mengeluarkan surat penetapan tersangka.

“25 Januari kita surati Kejati minta perkara yang diproses untuk di tunda, karena Pasal 81 menerangkan penyidik wajib melakukan penanguhan penyelidikan selama proses gugatan prayudisial sedang berlangsung. Nah yang dilakukan oleh Kejati ini menabrak aturan yang tertera dalam pasal tersebut, ini sebuah pelanggaran dan cacat secara hukum,” tandas Lusikooy kepada Siwalimanews di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (3/2).

Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Tanaya diakuinya, merupakan kesalahan fatal dan menunjukan ketidak patuhan Kejati Maluku terhadap undang undang.

Baca Juga: Ahli Pidana: Penetapan Tanaya Tersangka tak Sah

“Kalau masyarakat salahi aturan dihukum, kalau Kejati masa tidak dihukum, harusnya mereka jadi contoh, bukan malah menabrak aturan,” ucap Lusikooy.

Dijelaskan, Tanaya telah mendaftarkan gugatan ke PN Namlea melawan pihak Pertanahan dan Kejati Maluku pada 22 Januari 2020, terkait tanah yang dikatakan milik negara, sehingga Tanaya ditetapkan sebagai tersangka.

Disatu sisi, pihak Kejati menyatakan bahwa, tanah tersebut adalah tanah negara, sementara disisi lain, Tanaya menyatakan tanah tersebut miliknya, itu berarti terdapat dua pihak yang mengklaim 1 objek. Namun, terdapat berbagai keganjalan dalam pengakuan pihak Kejati, bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara, kegajalan terlihat pada perhitungan kerugian negara yang dilakukan tanpa ada buku aset, serta tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan tanah tersebut merupakan tanah negara.

“Karena ada sengketa kepemilkan, klien kami mengugat. Kenapa digugat? Karena selain menyatakan tanah tersebut tanah negara, Kejati juga menyita surat tanah milik Tanaya. Ini menunjukan secara sepihak tanah tersebut tanah negara. Padahal disidang praperadilan pertama, saksi ahli BPKP menyatakan bahwa saat dia menghitung kerugian negara tidak ada buku aset negara, tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan tanah tersebut tanah negara dan kerugian negara hanya dihitung berdasarkan pendapat ahli. Sementara yang namanya pendapat ahli dia belum menimbulkan hak,” bebernya. (S-45)