Penerapan PSBB Harus Fleksibel
Kota Ambon kembali memberlakukan PSBB transisi tahap XIII karena kondisi kota yang saat ini masih berada pada peta zonasi orange demikian penjelasan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.
Kota Ambon yang masih berkutat pada peta zonasi yang sama dan tidak ada perubahan yang cukup signifikan untuk menuju zona Kuning, maka PSBB Transisi akan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Pemberlakuan PSBB Transisi XIII ini, aturan yang sama masih berlaku yakni pemberlakuan jam operasional kuliner malam yang berakhir di pukul 23:00 WIT, gerai moderen yang tetap tutup di pukul 21:00 WIT, supermarket yang tetap ditutup pada pukul 21:00 WIT, dan penerapan 4M yang semakin diperketat.
Penanganan pandemi Covid memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, PSBB, mau tidak mau, harus diterapkan untuk mencegah penyebaran Covid. Dengan membatasi mobilitas masyarakat, mengurangi kegiatan bisnis, menjaga jarak fisik, dan menerapkan protokol kesehatan —terutama memakai masker, rutin mencuci tangan, serta menghindari kerumunan— penyebaran virus corona bisa dicegah.
Di sisi lain, kegiatan ekonomi terkena dampaknya jika PSBB diberlakukan terlampau lama. Berbagai sektor bisnis limbung akibat PSBB. Ekonomi Kota Ambon dipastikan bakal terperosok lebih dalam jika PSBB diberlakukan lebih lama dan lebih masif.
Baca Juga: Waspada Hantaman Kedua Covid-19Penerapan PSBB yang lebih fleksibel akan memberikan harapan di kalangan pelaku pasar bahwa roda ekonomi, bakal tetap berputar karena kegiatan bisnis tetap berjalan, meski hanya sebagian. Jika PSBB diberlakukan fleksibel, paling tidak, sekalipun jatuh ke dalam resesi, ekonomi domestik tak membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk bangkit.
Meski demikian, tak berarti kekhawatiran mengenai dampak buruk PSBB sudah sepenuhnya sirna. Pemerintah Kota Ambon telah mengumumkan detail aturan PSBB ini. Berbagai skenario yang disusun para pelaku pasar mengenai arah ekonomi ke depan bisa buyar jika PSBB yang diterapkan ternyata melenceng dari yang diasumsikan saat ini.
Karena itu, perlu didorong agar pemkot tidak menerapkan PSBB secara penuh. Kegiatan bisnis yang berkaitan dengan konsumsi rumah tangga, misalnya, harus tetap berjalan, mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pembatasan jam beroperasi akan turut memengaruhi psikologi masyarakat tentang Covid-19. Padahal, membangun optimisme sangat penting saat pandemi, terutama untuk menciptakan ekspektasi yang dapat menggerakkan berbagai variabel ekonomi ke arah yang positif.
Maka, kita berharap penerapan kembali PSBB di Kota Ambon tetap sesuai ekspektasi masyarakat, pelaku bisnis, dan pelaku pasar. Sebab jika aturan PSBB yang baru nanti bertolak belakang dengan apa yang diasumsikan saat ini, berbagai pencapaian positif yang telah diraih pemerintah bersama masyarakat dan pelaku usaha secara susah payah, bakal sia-sia.
Kita sepakat bahwa penanganan Covid dan ekonomi tak bisa didikotomikan, tidak bisa parsial. Keduanya harus ditangani secara simultan. Penyebaran Covid-19 harus dihentikan. Pandemi corona mesti diakhiri. Namun, ekonomi juga harus terus bergulir agar angka kemiskinan dan pengangguran tidak melonjak. Bahaya Covid di bidang kesehatan sama bahayanya dengan bidang ekonomi. Bukankah jika ekonomi ambruk, muaranya akan sama, yaitu pada kematian? (*)
Tinggalkan Balasan