AMBON, Siwalimanews – Tak ada kemajuan di proyek mangkrak itu. Hanya janji manis DPRD yang diobral kepada rakyat soal pengawasan.

Aparat penegak hukum ditan­tang untuk melakukan peng­usutan terhadap pengerjaan pro­yek pembangunan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku yang tidak tuntas.

Hal ini disampaikan Praktisi Hukum, Pistos Noija yang me­nilai telah terjadi tindak pidana korupsi dalam kasus proyek air bersih di Pulau Haruku yang telah mangkrak.

Apalagi berdasarkan informasi yang diterimanya, pihak Kejak­saan Negeri Maluku Tengah te­lah turun meninjau proyek ber­masalah tersebut.

“Saya dengar ada jaksa dari Maluku Tengah yang telah tu­run ke lokasi di Pulu Haruku, tapi sampai sekarang tidak ber­gerak. Itu artinya kontraktor itu punya kekuasaan samapi perkara ini tidak jalan, atau ada kekuatan yang menghalangi persoalan ini. Padahal jaksa sendiri sudah tahu dan lihat jika memang terdapat pelanggaran pidana,” ungkap Noija.

Baca Juga: Dewan Bela Dinas PU

Proyek yang dibiayai APBD 2020 hasil pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur Rp12,4 miliar, hingga kini tak tuntas dikerjakan. Padahal, am­­bang batas waktu penger­jaan pro­yek, su­dah ditetapkan Dinas PUPR Maluku pada tanggal 30 Juni ini lalu.

Noija meminta, aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepoli­sian harus berani untuk mengusut tuntas kasus ini, sebab bukan merupakan delik aduan tetapi ini delik pidana murni.

Apalagi, persoalan proyek air ber­sih di pulau Haruku yang berma­salah ini sudah diberitakan oleh me­dia berulang kali dan fakta mem­buktikan bahwa air belum bergerak sehingga menjadi persoalan hukum.

“Sebagai masyarakat, kami minta aparat penegak hukum melakukan tugas dengan baik, karena air bersih itu untuk kebutuhan masyarakat di sana,” ujarnya.

Noija meminta kepada aparat pe­negak hukum untuk dapat meme­riksa Kepala Dinas PUPR Maluku dan pihak DPRD, karena diduga te­lah melakukan pembiaran sehingga persoalan hukum ini terjadi.

“Kepala Dinas PUPR Maluku dan pihak DPRD harus diperiksa karena memang kewajiban untuk mengang­kat tetapi tidak dan pidana disebut pembiaran,” tegasnya.

Pengacara senior ini mengatakan jika PUPR dan DPRD telah me­ngetahui adanya kejahatan tetapi tidak melapor, artinya seakan-akan membiarkan kejahatan terjadi dan harus dihukum karena telah me­nyem­bunyikan kejahatan bersama dengan penjahatnya.

Ia juga menyesalkan pernyataan DPRD yang tidak responsif, malah menentang masyarakat yang kebe­ratan dengan proyek mangkrak ter­sebut, untuk datang beraudiensi.

“Tolong DPRD kenapa kalau di­musim pileg ketika tidak ada masalah langsung turun tapi kalau sudah duduk lalu bilang masyarakat datang lalu audiens itu kerja apa. DPRD kita pilih untuk apa,” cetusnya.

Seperti diberitakan, DPRD Maluku melalui Komisi III yang membidani infrastruktur, seakan tak peduli jika batas waktu pekerjaan seluruh proyek berakhir Rabu, 30 Juni 2021.

Komisi yang dipimpin Richard Rahakbauw itu malah terkesan membela Dinas PUPR Maluku selaku pemilik proyek.

Lihat saja gaya Wakil Ketua Komisi III M Hatta Hehanussa yang dikon­firmasi Rabu (30/6). “Beta ada peng­awasan, Beta seng mau komentar,” ungkap Hehanusa.

Dia malah balik menentang mas­yarakat untuk melakukan audiens dengan Komisi III.

Yang bilang DPRD harus keluarkan rekomendasi proses hukum itu, bilang dong audiens dengan katong (Komisi III- red),” ungkap politisi Partai Gerindra asal Kabupaten Seram Bagian Barat itu.

Jangan Tutup Mata

Senada dengan Noija, praktisi hu­kum Muhammad Nukuhehe menga­takan, aparat penegak hukum dalam hal ini jaksa dan polisi, seharusnya sudah harus bertindak mengusut per­soalan ini apalagi sudah ada anggaran yang dihabiskan tetapi pekerjaan tidak selesai. “Mereka sudah harus turun tangan usut ini kasus,” tegas Nukuhehe.

Dia meminta aparat penegak hu­kum tidak menutup mata dari per­soalan hukum yang terjadi, karena akan menimbulkan preseden buruk dalam proses penegakan hukum di Maluku.

Karenanya, Nukuhehe meminta semua pihak yang terlibat dalam proyek tersebut, dapat diperiksa agar ada pemberian efek jerah bagi para pelaku kejahatan.

Tidak Pantas

Akademisi Fisip UKIM, Marthen Mas­paitella menilai tidak pantas Komisi III DPRD Provinsi Maluku mengeluarkan sikap dengan me­minta masyarakat yang mengkritik untuk hadir dan beraudiensi dengan wakilnya sendiri.

Dijelaskan, fungsi pengawasan me­rupakan hakekat dasar yang mesti dilakukan oleh DPRD dan mutlak dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi kinerja pembangunan, pemerintahan dan pelayanan publik termasuk kegiatan lain sepanjang itu merupakan kebutuhan publik.

DPRD seharusnya melakukan pe­ngawasan terhadap persoalan ini sehingga bila terdapat hal-hal yang belum dituntaskan dalam penger­jaan proyek itu, maka tugas DPRD ialah memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksana­annya, sehingga publik mengetahui perkembangan proyek.

Bukan sebaliknya DPRD menyu­ruh masyarakat untuk datang ber­audens dengan mereka, sebab masih ada mekanisme pertanggungjawa­ban yang berlaku di lembaga yang terhormat atas nama rakyat.

“Saya bernaluri bahwa DPRD pasti memiliki hasil pengawasan secara faktual tentang proyek air bersih di Haruku,” tegasnya.

Ditambahkan, dalam penegakan hukum terdapat asas praduga tidak bersalah, tetapi pelaksanaan proyek itu masih bermasalah, maka masya­rakat selaku penerima manfaat untuk melanjutkan ke proses hukum ber­dasarkan data dan fakta yang berdasar.

Tidak Beres

Pantauan Siwalima di lokasi pro­yek pengeboran air yang tersebar di beberapa Negeri Pelauw dan Negeri Kailolo, Sabtu (26/6), tidak menun­jukkan progres pengerjaan apapun setelah ditinggalkan kontraktor sejak bulan Mei lalu.

Keenam sumur itu tersebar ma­sing-masing, satu sumur di samping kantor Camat Pulau Haruku, satu sumur berada di seputaran puskes­mas Pulau Haruku, satu sumur be­rada di Lokasi Madrasah Tsana­wi­yah Negeri Koilolo, satu sumur be­rada di dalam perkebunan miliki keluarga Muna Tuanani warga Kailolo, satu sumur di Dusun Namaa terletak di halaman rumah keluarga Din Angkotasan dan satu lainya berada di Dusun Naira, Negeri Pelauw.

Untuk sumur yang berada di Du­sun Namaa dan Dusun Naira, sudah selesai dikerjakan dan siap diguna­kan. Hal itu dibuktikan dengan per­mukaan dua sumur itu ditutup rapat menggunakan plat besi. Namun begitu, tidak terpasang peralatan lain di sana, seperti mesin pompa, maupun pipa jaringan sebagaimana mestinya.

Untuk dua bak penampungan air bersih sendiri berada tepat pada bukit keramat Negeri Kailolo dan satu bak penampungan air lagi di Negeri Pelauw tepat di pinggir jalan menuju petuanan Negeri Pelauw, terlihat pengerjaannya baru dilanjut­kan. Kelanjutan pengerjaan dua bak penampungan air bersih di Pulau Haruku ini pun dibenarkan Sekre­taris Kecamatan Pulau Haruku, Ali Latuconsina.

Dibenarkan Tukang

Halek, pekerja bak penampung air atau reservoir yang berada di bukit keramat Negeri Kailolo mengatakan, pengerjaan bak penampung tersebut baru dimulai kembali sejak dua minggu lalu. “Ini baru katong kerja lanjut ini su dua minggu ini,” ungkap Halek kepada Siwalima, Sabtu (25/6).

Dia membenarkan seluruh peker­jaan proyek sudah dihentikan sejak Mei lalu. Disamping itu, belum ada perintah dari kontraktor untuk melanjutkan pekerjaan.

“Sebenarnya kalau mau iko batul ini bak su abis, tapi katong kerja ini iko parenta dari kontraktor kalau dong suruh stop katong stop kalau lanjut katong lanjut,” ungkap Halek.

Bahkan dirinya tidak mengetahui kontraktor yang mengerjakan pro­yek tersebut sebab sampai dengan kelanjutan proyek air bersih ini pun kontraktor yang berada di Jawa Timur ini tak pernah terlihat batang hidungnya di lokasi proyek.

Perusahaan Pinjaman

Bermodalkan perusahaan pinja­man, proyek pembangunan sarana dan prasarana air bersih Pulau Haru­ku, dikerjakan oleh makelar proyek yang bernama Fais.

Konon Fais ini adalah orang dekat pejabat yang mengurus dan meng­awal seluruh proses di PT SMI.

Fais ini pula yang meminjam PT Kusuma Jaya Abadi Construction, yang beralamat di Jalan Sumber Wuni Indah A-30/34 Lawang, Ka­bupaten Malang, Jawa Timur, untuk memenuhi persyaratan lelang.

Kontraktornya sendiri sudah diberi uang muka, sebelum kerja sebesar 20 persen. Tak cukup sampai di situ, mereka kemudian diberi tambahan dana sebesar 30 persen, sehingga total menjadi 50 persen. Betul-betul aneh. Belum bekerja apa-apa, kontraktor spesial ini sudah diberi modal Rp6,2 miliar.

Bahkan belum lama ini, sang kon­traktor juga sudah mencairkan termin 75 persen, sebesar Rp. 3.120. 997.250.

Sumber Siwalima di Pemprov Maluku mengatakan, pencairan tersebut dilakukan sebelum lebaran. “Termin 75 persen baru dicairkan sebelum lebaran,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis itu.

Dengan demikian, hingga saat ini tercatat sudah Rp 9,3 miliar yang digelontorkan Pemprov untuk mem­biayai proyek mangkrak ini. Padahal sesuai pantauan lapangan, fisik proyek yang sudah selesai dikerja­kan, tidak lebih dari 25 persen.

Menurut sumber Siwalima, Fais sendiri yang turun langsung dan aktif berkomunikasi dengan para pejabat PU.

“Seluruh pengurusan dilakukan oleh Fais, mulai dari tender sampai dengan urusan pencairan,” ujar sumber yang meminta namanya tidak ditulis ini.

Masih kata sumber itu, dalam untuk memperlancar prosesnya, Fais se­lalu membawa-bawa nama pejabat Badan Pemeriksa Keuangan. “Dia selalu membawa nama pejabat BPK, termasuk dalam proses pencairan,” tambah sumber tadi.

Fais sendiri sangat tertutup dan tak menjawab panggilan telepon mau­pun pesan singkat yang dikirim pada­nya. Padahal awalnya Fais berkomunikasi dengan Siwalima, namun saat mengetahui hendak dikonfrontir soal air bersih di Pulau Haruku, Fais tak pernah menjawab lagi panggilan dan pesan singkat yang dikirim. (S-50)