AMBON, Siwalimanews – Upaya Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk memulangkan pengungsi Kariu dari Aboru, masih terkendala.

Pengembalian pengungsi tahap pertama dilakukan Senin (19/12) sebanyak 326 pe­ng­ungsi dan saat ini sedang ditampung di ge­dung Gereja Ebenhaezer Kariu.

Selanjutnya Pemkab Malteng ber­usaha untuk proses pemu­langan pengungsi tahap kedua bisa berjalan normal.

Kendati begitu, warga Pelauw masih menentang proses terse­but, lantaran beberapa alasan mendasar yang belum disepakati oleh Pemkab Malteng.

Konon, warga Pelauw masih menolak pemulangan pengung­si, lantaran sejumlah kesepa­ka­tan yang dibangun bersama Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, belum juga terealisir.

Baca Juga: Warga Batu Merah Tolak Adriana Sakliressy

Pasca aksi penolakan tersebut, Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif, mengunjungi langsung  pengungsi Kariu di Negeri Kariu, Kamis (22/12/).

Saat mengunjungi Kariu, Kapolda didampingi Irdam XVI Pattimura Brigjen TNI Dadang mewakili Pangdam, Aster XVI Pattimura, Danrem 151 Binaiya, Wadanlantamal IX/Ambon, Karo Ops Polda Maluku, Dansat Bri­mob, Direktur Intelkam, Di­rektur Reskrimum, dan Kabid Humas Polda Maluku, maupun Kapolresta Ambon dan Dandim 1504.

Dalam kunjungannya, Kapolda dan rombongan melakukan perte­muan dengan Penjabat Bupati Ma­luku Tengah, Muhamat Marasa­bessy, yang juga turut hadir ber­sama Ketua Sinode GPM, Elifas Maspaitella dan para tokoh agama.

Selain itu, Kapolda Maluku juga meninjau kondisi warga Kariu yang telah dipulangkan dari lokasi pengungsian di Negeri Aboru pada 19 Desember 2022 lalu.

Kapolda Maluku mengatakan, kunjungan yang dilakukan pihaknya terhadap masyarakat Kariu ini me­rupakan bentuk perhatian dan rasa kepedulian dari TNI dan Polri.

“Negara hadir untuk mewujudkan jalan damai untuk semua pihak,” kata Kapolda.

Kapolda mengaku, pemulangan warga Kariu sendiri dilakukan ber­dasarkan berbagai pertimbangan dan situasi. Memang tidak serentak seluruh pengungsi Kariu di Aboru dikembalikan, namun dilakukan secara bertahap.

Kapolda berharap kepada semua pihak agar dapat menahan diri dan menjunjung tinggi rasa persatuan, kesatuan dan semangat persau­daraan.

Mantan Kapolda NTT ini juga memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah turut membantu sehingga sampai hari ini seluruhnya masih berjalan aman dan terkendali.

“Kita doakan semuanya berjalan aman dan lancar tidak ada lagi persoalan-persoalan seperti ini. Dan saya punya komitmen saya dan Pang­dam bahwa persoalan yang terjadi di Maluku ini tidak hanya Kariu dan Pelauw. Kita tahu bersama bahwa banyak persoalan yang ham­pir sama di Maluku yang nantinya secara bertahap kita juga akan la­kukan pola dan role model yang sama seperti yang kita lakukan di Pelauw dan Kariu,” jelasnya.

Kapolda menghimbau masyarakat agar jangan ada lagi konflik dan pertikaian yang akan menyebabkan jatuhnya korban jiwa, maupun korban harta benda.

Kata Kapolda, daerah lain sudah maju membangun untuk kesejah­te­raan, sementara di Maluku masih si­buk berkelahi antara sesama sau­dara.

“Hentikan sudah pertikaian. Mari kita hidup secara aman, damai dan sejahtera,” pintanya.

Kapolda mengaku, Maluku meru­pa­kan daerah yang kuat dan akan maju sejahtera apabila masyarakat­nya tetap bersatu, menjunjung ti­nggi budaya pela gandong. Untuk itu Ia meminta masyarakat agar dapat menyelesaikan setiap persoa­lan menggunakan pikiran jernih, hati yang dingin, dan tidak menggu­nakan kekerasan.

“Selesaikan setiap persoalan dengan cara-cara damai tanpa perlu kekerasan yang hanya membawa stigma buruk bagi Maluku,” ajaknya.

Terhambat

Seperti diberitakan sebelumnya, pemulangan pengungsi Kariu ke negeri asalnya, masih terhambat proses negosiasi dengan warga Pelauw.

Menggapi gejolak penolakan ini, sejumlah kalangan meminta Guber­nur Maluku, Murad Ismail jangan hanya bungkam, tetapi harus turun bersama-sama dengan Pemkab Mal­teng menyelesaikan masalah ini.

Mereka mendesak Gubernur Maluku, untuk bersama Forkopimda dan Pemkab Malteng maupun aparat keamanan duduk bersama meng­ambil kebijakan yang tepat.

“Gubernur harus turun bantu Pemkab Malteng sehingga penyele­sai­annya bisa komprehensif. Karena ada tuntutan dari warga Pelauw. Dan ini ada benar nya dan jangan ada pemaksanaan supaya kedua belah pihak menerima dengan baik, dan Pemprov jangan hanya diam saja, karena ini wilayah Provinsi Maluku, dan Pemprov harus memback Pe­merintah Kabupaten karena, kan sudah di back up juga oleh aparat gabungan TNI/Polri,” jelas akade­misi Unidar, Rauf Pelu kepada Si­walima melalui telepon selulernya, Rabu (21/12).

Dikatakan, Pemprov harus mem­punyai kebijakan yang tepat dan komprehensif dalam menyelesaikan masalah sehingga menyenangkan kedua belah pihak dalam hal ini Peluauw dan Kariu.

Perlu Mediasi 

Terpisah Akademisi STIA Trinitas Ambon, Natanel Elake meminta Pemprov juga harus bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Mal­teng, karena masalah pemulangan Kariu tidak bisa ditangani secara parsial.

“Menyangkut dengan situasi di sana itu tidak bisa kerja yang parsial, oleh Pemkab Malteng saja sendiri tetapi juga oleh Pemprov Maluku dan semua stakeholder yang terli­bat,” ujarnya kepada Siwalima mela­lui telepon selulernya, Rabu (20/12).

Kata dia, sangat berbahaya jika Pemda mengambil kebijakan yang begitu cepat tanpa suatu kajian yang komprehensif terhadap masalah-masalah yang terjadi di Peluaw -Kariu.

“Karena menurut saya berbahaya, tidak bisa ambil kebijakan yang begitu cepat tanpa suatu kajian yang komprehensif terhadap persoalan-persoalan disana,  Bahwa apa yang menjadi tuntutan warga Pelauw disana itu harus menjadi perhatian dengan Pemda dan aparat keamanan sehingga ini harus dimediasi betul,” ujarnya.

Kata dia, pemda harus membiar­kan masyarakat bicara dan jangan menggunakan pendekatan kekua­saan dengan maksud-maksud ter­tentu dibalik itu.

“Harus benar-benar harus keluar dari kesepakatan bersama, jadi masyarakat juga harus dilibatkan, bicara dengan mereka baik-baik, ini apa yang menjadi keinginan mereka, dan negosiasi dengan mereka sam­pai kondisi aman, baru bisa pulang­kan warga Kariu,” ujarnya.

Kata dia, jika kondisi ini seperti ini terus dan jika ada cela ketika tidak ada aparat keamanan maka ini sangat berbahaya, karena itu Pemkab Malteng jangan paksakan warga Kariu kembali tetapi harus mela­kukan langkah persuasif dengan melibatkan masyarakat.

“Kalau yang seperti ini mungkin satu dua hari aparat keamanan masih banyak, tetapi jika ada cela itu bisa jadi konflik. Kasihan pengungsi yang sudah dipulangkan itu hanya tinggal di dalam gereja. Kondisi mereka bagaimana, soal sanitasinya soal macam-macam dan ini tidak menjamin sama sekali. Dan akan membuat pengungsi stress dan saudara-saudara dari Pelauw juga itu merasa terganggu,” katanya.

Karena itu, dia meminta  Gubernur  bersama-sama dengan Pemkab Malteng duduk bersama dengan aparat keamanan, melakukan pende­katan dengan masyarakat  Pelauw secara persuasif dan apa yang men­jadi tuntutan warga harus didengar dan dilaksanakan sehngga proses pemulangan warga Kariu juga bisa diterima dengan baik dan tidak ada gejolak penolakan.

“Jangan paksakan orang Kariu bisa datang. Itu berbahaya jangan paksa.  Memang sudah ada tetapi apa­kah kesepakatan itu sudah ako­modir semua tuntutan masyarakat atau tidak, jangan kesepakatan pada level pimpinan saja, dan itu tidak boleh tetapi harus melibatkan mas­yarakat. Jangan hanya tokoh-tokoh masyarakat saja tetapi masyarakat grass routh tidak dilibatkan dalam dialog itu,” pintanya.

Harus Koordinasi

Sementara itu, mantan Wakil Ketua DPRD Maluku, Evert Kermite meminta Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun segera koordinasi dengan Gubernur Maluku dan Forkopimda menyelesaikan masalah di Kariu-Pelauw.

Langkah bersama-sama ini, kata Kermite, harus secepatnya dilaku­kan sehingga proses pemulangan war­ga Kariu ke negeri asal tidak terhambat bisa diterima dengan baik oleh warga Pelauw.

Upaya-upaya persuasive kata dia harus segera dilakukan oleh Guber­nur, Forkompimda Maluku, Pemkab Malteng maupun aparat keamanan bersama masyarakat sehingga tidak ada gejolak.

“Saya meminta Ketua DPRD Ma­luku segera berkoordinasi dengan Gubernur Maluku dengan Forko­pim­da untuk melihat kedua rakyat­nya, harus segera disikapi dengan pendekatan persuasif,” katanya.

Sikap Warga Pelauw

Seperti diberitakan sebelumnya, Rencana Pemkab Malteng untuk memulangkan pengungsi Kariu yang masih berada di Aboru pada hari kedua ini, Selasa (20/12) me­ngalami jalan buntu.

Pemkab Malteng harus kembali melakukan pendekatan persuasif dengan warga Pelau, Kecamatan Pulau Haruku, yang menolak warga Kariu kembali ke negeri asalnya pada Senin (19/12) kemarin.

Walau demikian, Pemkab Malteng tetap bersikukuh kalau pengungsi Kariu harus kembali ke negerinya.

Namun mengembalikan kembali ribuan warga Kariu yang masih berada di lokasi pengungsian di Negeri Aboru, juga tergantung upa­ya pendekatan persuasif yang di­lakukan Pemkab Malteng.

Kepala Kesbang-Pol Malteng, Nes Noya menyebutkan, upaya pe­merintah untuk tetap memulangkan pengungsi Kariu dari lokasi peng­ung­sian di Negeri Aboru akan terus dilakukan.

Ia mengakui, gelombang peng­ungsi kedua di Negeri Aboru untuk kembali ke Kariu belum dapat dilakukan, dimana pihaknya masih berupaya untuk melaksanakan tuntutan warga Peluaw.

“Pemulangan warga akan terus berjalan. Memang sampai dengan sore ini gelombang pengungsi ke­dua belum dilakukan pasalnya lang­kah penanganan masalah tuntutan warga sedang diupayakan,” ujar Noya kepada Siwalima melalui sam­bungan telponnya, Selasa (20/12).

Mengenai aksi penolakan warga Pelauw, Noya menjelaskan, Pemkab Malteng sedang berupaya untuk melakukan komunikasi persuasif untuk menyelesaikan tuntutan mas­yarakat Negeri Pelauw.

“Tentu pemerintah sedang ber­upaya menangani tuntutan warga masyarakat Negeri Pelauw. Diha­rapkan upaya itu dapat berhasil,” katanya.

Noya menegaskan pemerintah menjamin keamanan dan kesela­matan masyarakat Kariu yang saat ini masih ditampung dalam gedung gereja Ebenhaezer Jemaat GPM Kariu.

“Tentu keamanan masyarakat pe­ngungsi menjadi prioritas, tetap kita berupaya untuk mencari solusi pemecahan masalah dari tuntutan masyarakat Pelauw,” ujarnya.

Untuk diketahui penolakan warga Pelauw atas upaya pemulangan war­ga Negeri Kariu dari lokasi peng­ungsian di Negeri Aboru ke negeri mereka, disulut beberapa faktor penyelesaian konflik yang menjadi tuntan masyarakat dalam naskah penandatanganan perjanjian damai kedua belah pihak.

Diantaranya, permintaan maaf terbuka dari masyarakat dan Peme­rintah Negeri Kariu kepada masya­rakat Negeri Pelauw yang disam­paikan langsung dan dimuat pada media masa cetak maupun online.

Kemudian proses ganti rugi ta­naman cengkeh dan pala yang rusak akibat konflik kedua negeri. Tak hanya itu warga Pelauw juga me­minta agar masyarakat Negeri Kariu mengembalikan barang yang di rusak maupun dicuri pada situs adat negeri tersebut serta beberapa tun­tas lainnya.

Sumber Siwalima di Kariu me­nyebutkan, sampai dengan saat ini aparat TNI dan Polri terus berusaha menjamin lancarnya keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga kelancaran pemulangan masyarakat pengungsi Kariu dapat benar benar tuntas.

“Kalau aparat kemanan saat ini sangat banyak kurang lebih sekitar 600 ratusan personil. Tentu ini di­harapkan dapat menjamin keamanan warga pengungsi,” ujarnya.

Sumber yang minta namanya tak ditulis itu juga mengungkapkan, pe­ngungsi saat ini yang sudah dipu­langkan ke Negeri Kariu dan masih ditampung di Gereja Kariu sebanyak 326 jiwa yang terdiri dari laki-laku dan orang dewasa.

Sedangkan yang masih berada di tempat pengungsi sebanyak 1004 jiwa dimana total keseluruhan pengungsi yakni 1.330 jiwa.

Diwarnai Penolakan

Seperti diberitakan sebelumnya, upaya Pemerintah Kabupaten Ma­luku Tengah (Malteng) untuk me­ngembalikan warga Kariu ke ne­gerinya pada Senin (19/12) belum sepenuhnya berjalan baik.

Langkah pemulangan warga Kariu dari lokasi pengungsian sampai sore kemarin berjalan dalam kondisi men­cekam, akibat adanya peno­lakan warga Pelauw yang melakukan aksi protes di perbatasan kedua negeri.

Informasi yang berhasil dihimpun Siwalima menyebutkan, lebih kurang sekitar 326 jiwa warga pengungsi Kariu kini telah berhasil dipulangkan ke negerinya.

Mereka saat ini ditampung dida­lam gereja Kariu dengan penga­walan ketat aparat TNI/Polri. Meski demikian, aksi protes masih terjadi sebagaimana tergambar dari sejum­lah video yang viral di media sosial.

Membenarkan

Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoi­rat, yang dikonfirmasi Siwalima, Senin malam  membenarkan kejadian tersebut.

Menurutnya, kejadian tersebut terjadi karena ada ketidakpuasan masyarakat yang mengklaim adanya tuntutan perdamaian yang belum dipenuhi.

“Benar bahwa hari ini ada pemu­langan secara bertahap sejumlah pe­ngungsi Kariu. Namun ada halangan dari masyarakat Pelauw. Mereka menuntut ada perjanjian perdamaian yang belum dipenuhi untuk di pe­nuhi dulu. Sementara terkait hal itu teknisnya sementara didatakan oleh pemerintah daerah,” pungkaanya.

Menyikapi kejadian tersebut pihak keamanan mengambil langkah cepat melakukan pengaman terha­dap para pengungsi ke Gereja Ma­ranatha Negeri Kariu.

“Untuk pengungsi tadinya di­amankan di sekolah namun sudah dipindahkan ke gereja, untuk situasi hingga saat ini sudah dapat diken­dalikan aparat kemanan yang ditem­patkan disana,”ungkapnya.

Ohoirat menghimbau masyarakat untuk menahan diri dan menghor­mati proses perdamaian yang se­mentara berjalan.

Dirinya juga meminta masyarakat untuk menghargai keputusan yang diambil raja kedua bela pihak baik Raja Pelauw maupun Raja Kariu.

“Mari kita sama sama hormati proses pedamaian dan hargai kepu­tusan raja-raja baik dari raja Pelauw maupun Raja Kariu, soal tuntutan teknisnya sementara ditangani pemda,” imbaunya.

Gubernur Bungkam

Sementara itu, Gubernur Maluku Murad Ismail belum mau mem­berikan keterangan apapun terkait dengan gejolak yang kembali terjadi di Negeri Kariu pasca upaya pemerintah untuk mengembalikan ke tempat semula.

“Saya enggak,” ujar Gubernur kepada wartawan saat dicegat usai melakukan rapat Rapat Paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam ra­ngka pengucapan sumpah/janji Ketua DPRD Provinsi Maluku sisa masa jabatan tahun 2019-2024.

Terpisah Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Sadli Ie mengaku belum mendapat informasi terkait dengan gejolak yang terjadi di Negeri Kariu, tetapi akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait.

“Saya belum dapat informasi nanti saya cek baru saya laporkan ke Pak Gubernur,” ujar Sadli. (S-10/S-17)