AMBON, Siwalimanews – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian memberikan peringatan keras kepada Gubernur Maluku, Murad Ismail karena angka inflasi tertinggi di Indonesia.

Inflasi Maluku pada bulan No­vember 2022  (year on year) se­besar 6,65% dan Kota Pa­langka Raya pada periode yang sama sebesar 7,33%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata in­flasi nasional sebesar 5,42%.

Mendagri mencatat ada tiga masalah yang terjadi di Maluku sehingga inflasinya tinggi. Ca­tatan pertama adalah, transpor­tasi udara yang mahal.

“Nanti siang jam 01.30 (ke­marin-red) akan ada rapat di Istana, saya akan menyampaikan kepada Menteri Perhubungan mengenai hal ini,” ujar Mendagri sebagaimana dilansir  wartaeko­nomi.co.id, Senin (19/12).

Kedua, dampak kenaikan harga BBM yang masih berimbas terutama kepada para nelayan.

Baca Juga: DPRD Minta Dishub Awasi Pelabuhan Kecil

“BBM mahal, sehingga memang agak ironis mungkin Maluku peng­hasil ikan, tapi ada beberapa jenis ikan yang justru naik harganya,” ujar Mendagri.

Ketiga, kenaikan harga tempe. Meski Badan Pangan Nasional (BPN) dan Kementerian Perdaga­ngan menyebut, harga kedelai se­cara psikologis telah menurun karena adanya impor, upaya intervensi lanjutan agar harga tetap terkendali perlu terus dilakukan.

Mendagri juga menyebut lang­kah-langkah lain yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku seperti rapat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, ge­rakan tanam, hingga penerbitan surat edaran gubernur.

“Kunci utama itu adalah langkah detail di lapangan. Jadi jangan se­batas pada rapat dan sebatas kepa­da surat, tapi langsung cek ke lapa­ngan melihat detail angka-angka lapangan dan mencari solusi di lapangan,” ujarnya.

Selain Maluku, Mendagri juga menegur Pemerintah Kota Palangka Raya. Kata Mendagri, tingginya in­flasi yang terjadi di daerah tersebut juga dipicu mahalnya ongkos ang­kutan udara.

Kemudian juga naiknya beberapa komoditas seperti beras mayang, cabai, bawang merah, hingga rokok kretek filter turut berdampak terha­dap inflasi.

“Saya kira nanti Bapak Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Kepala Badan Pangan juga nanti akan memberikan atensi untuk bisa membantu. Rokok, ini memang kenaikan cukai tembakau, dibuat juga gerakan memang kita sudah membuat gerakan untuk mengurangi rokok untuk kesehatan,” tuturnya.

Ditegur Soal Pendapatan

Diberitakan sebelumnya, Murad juga ditegur Tito, gara-gara rendah­nya pendapatan daerah.

Ini menjadi kado manis menjalang Natal dan Tahun Baru 2023 dimana Maluku bertengger bersama dengan 9 provinsi lain dengan capaian pen­dapatan daerah terendah di Indonesia dibawa 84 persen yakni Sumatera Selatan, Lampung, NTT, NTB, DKI Jakarta, Maluku Utara, Papua, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Sementara capaian pendapatan tertinggi ditempati oleh diatas 85 persen yakni Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Gorontalo, Aceh, Bali dan Kalimantan Barat.

Terkait capaian pendapa­tan di­bawa 84 persen, Kepala Badan Pen­dapatan Daerah Maluku Djalaludin Salampessy yang dikonfirmasi tak merespons panggilan telepon selu­lernya.

Sebelumnya juga kritikan disam­paikan oleh DPRD Maluku atas ker­ja Pemerintah Provinsi Maluku dibawa pimpinan Murad Ismail, oleh Fraksi Partai Golkar DPRD Maluku.

Ketua FPG Anos Yermias menilai, selama 4 tahun pemerintahan Murad Ismail dan Barnabas Orno, tidak terli­hat terobosan substantif guna me­ng­genjot peningkatan pendapatan asli daerah.

Yermias menjelaskan, meskipun proyeksi pendapatan asli daerah PAD mengalami pertumbuhan yang ditopang oleh pertumbuhan penda­patan pajak dan retribusi daerah, tetapi, tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan daerah dari sisi DAU-DAK.

“PAD Maluku tahun 2022 sebesar Rp588 miliar sementara di tahun 2023 ditargetkan mencapai RP. 618 miliar atau penambahan 5,4 persen,” tandasnya.

Berulang Kali Ditegur

Mengutip dari laman cnnindon­e­sia.com, Mendagri Tito Karnavian mengungkapkan rata-rata realisasi pendapatan daerah hingga November 2022 menurun. Ia juga menegur sejumlah daerah yang pendapatan daerahnya berada di bawah 85 persen per November 2022.

Menurutnya, pada 2021 realisasi pendapatan daerah baik provinsi, kabupaten, dan kota mencapai 84,4 persen. Sementara tahun ini turun menjadi hanya 78,54 persen.

“Uang itu di anggaran menjadi instrumen penting untuk penga­lihan inflasi. Kita mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Tahun lalu 30 November itu 84,4 persen penda­patan berhasil sesuai target, tapi di tahun ini turun 78,54 persen,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pe­ngendalian Daerah di Jakarta Pusat, Senin (5/12).

Secara rinci, di tingkat provinsi realisasi pendapatan turun dari 86 persen menjadi 82 persen. Di tingkat kabupaten mengalami penurunan 6 persen, dari 83 menjadi 76 persen. Sementara, untuk kota menurun dari 84 persen ke 77 persen pendapatan yang berhasil diraih.

“Kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada daerah-daerah yang realisasi pendapatannya katakanlah di atas 85 persen, seperti Kalimantan Timur ini tinggi sekali 105 persen, Bangka belitung juga tinggi mende­kati 100 persen,” ujar Tito.

Ia mengungkapkan 10 provinsi dengan realisasi pendapatan terti­nggi adalah Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, DI Yog­yakarta, Gorontalo, Aceh, Bali, dan Kalimantan Barat.

Secara rinci, di tingkat provinsi realisasi pendapatan turun dari 86 persen menjadi 82 persen. Di tingkat kabupaten mengalami penurunan 6 persen, dari 83 menjadi 76 persen. Sementara, untuk kota menurun dari 84 persen ke 77 persen pendapatan yang berhasil diraih.

“Kita memberikan apresiasi yang tinggi kepada daerah-daerah yang realisasi pendapatannya katakanlah di atas 85 persen, seperti Kalimantan Timur ini tinggi sekali 105 persen, Bangka belitung juga tinggi mende­kati 100 persen,” ujar Tito.

Ia mengungkapkan 10 provinsi dengan realisasi pendapatan terti­nggi adalah Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Gorontalo, Aceh, Bali, dan Kalimantan Barat.

Sementara 10 provinsi terendah di bawah 85 persen adalah Sumatera Selatan, Lampung, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Maluku Utara, Papua, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Capai 1,13 Persen

Inflasi Provinsi Maluku pada bulan November 2022 tercatat me­ngalami peningkatan menjadi 1,13 persen (mtm).  Capaian inflasi ter­sebut jauh lebih tinggi dibanding­kan dengan realisasi pada bulan Oktober 2022 yang mencatatkan deflasi sebesar -0,20 persen (mtm).

Selain itu, inflasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan capaian inflasi nasional sebesar 0,09 persen (mtm).

Angka ini sekaligus menempatkan Provinsi Maluku pada peringkat inflasi bulanan tertinggi diantara provinsi lainnya di Indonesia.

Peningkatan tingkat inflasi Pro­vinsi Maluku utamanya disebabkan oleh komoditas rokok kretek filter dan rokok putih, serta komoditas perikanan seperti ikan benggol, ikan tongkol dan ikan selar.

Peningkatan harga komoditas rokok ini merupakan lanjutan trans­misi cukai oleh produsen seiring kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12 persen yang ber­laku pada Tahun 2022 ber­dasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 192/PMK.010/2021.

Dalam rilis BI yang diterima Siwa­lima, Jumat (2/12) menyebutkan, peningkatan harga komoditas peri­kanan disebabkan oleh suhu per­mukaan laut di perairan Maluku yang relatif rendah sepanjang November 2022, sehingga berdampak pada terbatasnya produksi ikan tangkap.

Selain itu, penyesuaian harga BBM juga disinyalir turut mem­batasi frekuensi aktivitas nelayan sehingga berdampak pada terba­tasnya stok ikan tangkap.

Namun meski demikian, pening­katan inflasi bulan ini dapat tertahan oleh penurunan harga komoditas hortikultura, seperti cabai merah, bayam, dan kangkung seiring de­ngan membaiknya cuaca.

Tingginya inflasi pada bulan November 2022 ini berdampak pada meningkatnya inflasi tahunan Pro­vinsi Maluku yang tercatat se­besar 6,56 persen (yoy). Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,48 persen (yoy).

Yang mana inflasi Provinsi Maluku tersebut juga lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,42 persen (yoy).

Meningkatnya inflasi pada November, dan masih tingginya potensi tekanan inflasi ke depan khususnya pada kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi perhatian serius TPID Provinsi Maluku.

Berbagai kegiatan dalam rangka mendukung pengendalian inflasi terus dilakukan, seperti memonitor pelaksanaan Gerakan Tanam Cabai dan Bawang Merah serentak pada 11 kabupaten/kota di Provinsi Ma­luku, serta pelaksanaan operasi pasar secara terpadu, khususnya di Kota Ambon.

Selain itu, monitoring, optima­lisasi, dan implementasi anggaran 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk pengendalian inflasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terus dilakukan untuk mengantisipasi dampak penyesuaian harga BBM, khusus­nya melalui pemberian subsidi di sektor transportasi. (S-05)