AMBON, Siwalimanews – Para pemimpin agama di Maluku akan menyurati secara resmi Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian yang tembusannya juga disampaikan kepada Presisen Joko Widodo serta Menteri Sekretaris Negara terkait dengan penolakan mereka terhadap Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin.

Surat penolakan ini dilayangkan, sebab para pemimpin agama di Maluku, baik Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu menilai, sang penjabat bupati ini telah menciderai toleransi antar umat beragama di Provinsi Maluku.

“Kemarin karena mendapatkan laporan dari Ketua MUI, ketua-ketua klasis, dan Pastor di SBB, maka kami para pemimpin umat kemarin sore minus Ketua Sinode GPM (tetapi beliau ada dalam grup) kami bertemu dengan gubernur untuk menyatakan keberatan dan unek-unek kami tentang penjabat Bupati SBB. Ada beberapa fakta yang membuat kami para tokoh agama harus bertndak, walaupun itu ranahnya politik dan pemerintahan, tetapi kami tetap merasa dalam konteks membangun kebersamaan dan toleransi umat beragama, sehingga jika ada tindakan yang dilakukan oleh oknum pejabat seperti itu, maka itu berarti dia menciderai apa yang selama ini sementara dibangun oleh para tokoh agama,” beber Uskup Diosis Amboina Mgr Seno Ngutra kepada wartawan di ruang kerjannya, Selasa (13/9).

Uskup membeberkan faktanya yakni, pertama, disaat pihak GPM mengajukan permohonan untuk pembukaan jalan di Desa Kaibobu, mnejelang kegiatan AMGPM disana,  tetapi sang penjabat bupati tidak mau. Akhirnya lewat Ketua Sinode menyampaikan ke gubernur dan akhirnya direspon dan jalan tersbeut dibangun.

Kedua, disaat para pemimpin agama di SBB ingin bertemu penjabat bupati, namun tak diberi ruang dan waktu untuk bertemu, sebab para pemimpin agama ini menunggu dari pukul 08.00 WIT sampe dengan pukul 19.00 WIT atau jam 7 malam, penjabat bupati tak juga mau menemui mereka. Ketiga, yang paling meresahkan yakni sang penjabat bupati mempertanyakan keabsahan lembaga Pesparani.

Baca Juga: Lanal Aru Ziarah ke Makam Sertu Luther Gaspersz

“Ini yang membuat saya sebagai uskup sedikit marah, sebab ini kegiatan keagamaan, kemudian Pesparani Provinsi yang akan berlangsung di Kota Tual, ini diatur oleh Peraturan Menteri Agama , dan ini juga berdasarkan keputusan Gubernur Maluku sejak dulu, namun kemarin ketika lembaga pesparani SBB bertemu dengan penjabat sebanyak 3 kali  dan syukur kemarin setelah dipertanyakan oleh pers, akhirnya dana Pesparani ini dicairkan,” ucap Uskup.

Walaupun anggarannya telah dicairkan kata Uskup, yang membuat dirinya marah yakni seorang penjabat bupati bia mempertanyakan keabsahan Pesparani, padahal ini merupakan kegiatan keagamaan dan ini sesuai dengan Permenag, sehingga seorang pejabat siapapun tidak bisa mengatakan, bahwa ini tidak sah, apalagi sang penjabat ini juga mempermasalahkan SK yang diberikan almarhum mantan Bupati Yasin Payapo kepada lembaga itu, bahwa SK itu tidak berlaku lagi, sebab mantan bupati telah meninggal dunia.

“Inikan aneh, sebab SK itu bukan diberikan pribadi sorang Yasin Payapo, tetapi jabatanya sebagai bupati, maka SK itu berlaku sampai 5 tahun, bahkan sang penjabat bupati ini juga ada mengeluarkan bahasa bahwa, saya punya hak untuk mengalihkan dana Pesparani ini ke mana saja sesuai saya punya mau, ini tidak bisa, sebab sudah dianggarkan oleh pemda sebelumnya,” tandas Uskup.

Berdasarkan kejadian-kejadian ini jelas Uskup, maka kelima pemimpin agama di Maluku telah menyepakati akan menempuh cara-cara yang legal untuk menyatakan keresahan umat terhadap penjabat bupati kepada Mendagri dengan menulis surat mosi tidak percaya atau penolakan terhadap penjabat bupati SBB kepada Mendagri dan tembusannya akan dismapaikan ke Presiden dan Mensesneg.

“Surat ini dalam satu dua hari ini kita layangkan, sebab konsep sudah ada tinggal kami tunggu Ketua Sinode GPM balik ke Ambon, maka kami semua tandatangan surat itu kemudian diserahkan kepada gubernur dan akan diteruskan ke Mendagri,” tandas Uskup.

Tindakan ini diambil para pemimpin umat di Maluku, sebab kerjasama antara pemerintah dan para pemimpin agama di Maluku yang selama ini sudah sangat bagus terjalin, maka tidak ingin seorang penjabat mencidrai modernasi dan toleransi antar umat beragama selama sudah terbina dnegan baik.

Uskup juga mengaku, selain hal-hal yang telah dibeberkan tadi, penjabat bupati juga telah menarik semua mobil operasional dari para pemimpin umat beragama di Kabupaten SBB yang diberikan oleh para bupati terlebih dahulu dengan alasan ada penataan aset serta penertiban dari KPK.

Namun, cara penraikannya tidak beretika, dimana snag penjabat mengirimkan petugas Satpol PP dengans eragam lengkap turun ke Kantor MUI, Klasis dan Pastor dengan membawa berbagai surat, kemudian disuruh tandatangani dan setelah ditandatangani langsung kendaraan operasional itu dibawah oleh Satpol PP ke Knator Bupati.

“Kami tidak permasalahkan penerikan kendaraan operasional itu, namun jika sewaktu-waktu kendaraan-kendaraan operasional itu dikembalikan lagi, maka kami, baik itu MUI dan Sinode GPM sudah  sepakat tidak menerimanya lagi. Kami tidak terpergantung dari kendaraan-kendaraan itu tetapi apa yang dilakukan para bupati terdahulu adalah untuk memfasilitasi para pimpinan umat beragama di SBB agar bisa turuns ampai ke akar rumput, sehingga dapat terbangun kedamaian dan toleransi antar umat beragama di SBB, seperti yang diharapkan oleh pemerintah,” tegas Uskup

Apa yang dilakukan oleh Penjabat Bupati SBB ini lanjut Uskup, sama saja tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pimpinan umat di bagi warga SBB selama ini.(S-06)