Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi. Sejak lahir manusia telah dibekali suatu alat yang berguna untuk memperoleh bahasa, yakni Language Acquisition Device (LAD). Namun, LAD harus tetap mendapatkan stimulasi bahasa yang berulang supaya manusia mendapatkan bahasanya. Upaya pemerolehan bahasa pada manusia terjadi sejak manusia dilahirkan. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa pada seseorang yang terjadi secara alamiah. Secara alamiah maksudnya tidak dipengaruhi oleh kaidah dan struktur kebahasaan, serta lingkungan yang formal.

Pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan bahasa pertama pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga karena pada umumnya interaksi seorang anak usia dini terjadi di dalam keluarga. Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa terjadi secara formal dan disengaja, sedangkan pemerolehan bahasa terjadi secara alami di dalam ruang lingkup sehari-hari. Pemerolehan bahasa mengacu pada bagaimana seseorang menguasai bahasa ibu (bahasa pertama), sedangkan pembelajaran bahasa mengacu pada proses menguasai bahasa kedua (Kridalaksana, 2013). Seiring berjalannya waktu, input bahasa seorang anak akan berkembang dengan cara meningkatnya interaksi anak tersebut baik di lingkungan teman sebaya maupun masyarakat. Daya kognitif seorang anak menjadi faktor internal yang dapat memengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa walaupun mereka mempunyai usia yang sama. Pemerolehan bahasa akan menjadi lebih optimal apabila anak dapat berperan aktif dengan lingkungannya.

Kemampuan bahasa pada anak akan mem­berikan pengaruh bagaimana seorang anak mempunyai gaya bicara, mengungkapkan ide-ide atau keinginannya baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Suardi, dkk (2019) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa pertama pada anak sangat berkaitan dengan perkembangan sosial anak dan pembentukan identitas sosial. Proses pertama pemerolehan bahasa pada anak dimulai dari sang anak yang menirukan pelafalan yang mereka dengar. Selanjutnya, anak akan mengembangkannya dengan cara menyusun pelafalan tersebut menjadi sebuah kalimat. Terakhir, mereka akan berusaha menghubungkannya dengan makna kontekstual, sehingga orang dewasa atau lawan bicaranya memahami maksud dari apa yang diucapkan anak tersebut.

Ketika seorang anak menirukan pelafalan, itu merupakan tahapan paling bagus untuk memberikan stimulus bahasa pada anak secara konsisten. Dewasa ini, banyak sekali media yang bisa digunakan untuk memberikan stimulus pada anak. Contohnya adalah media Youtube. Youtube termasuk media audio visual yang merupakan media yang cocok untuk anak usia dini karena mereka sedang berada pada tahap mengingat dan menirukan apa yang mereka dengar dan lihat. Video-video yang tersedia dalam platform Youtube dapat membantu seorang anak mempercepat pemerolehan bahasa. Selain itu, pemerolehan bahasa dari lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan cara mengajak mereka bercerita secara langsung. Mengajak anak untuk berkomunikasi atau bercerita berarti memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan ide dan gagasan. Hal ini akan membantu perkembangan bahasa seorang anak.

Beragamnya konten media Youtube yang menyediakan video dengan berbagai bahasa, dibutuhkan pendampingan dari orang tua untuk memberikan tontonan yang tepat agar upaya pemerolehan bahasa pada anak dapat diawasi. Setiap anak memiliki pemerolehan bahasa pertama yang berbeda-beda. Ada anak yang pemerolehan bahasa pertamanya bahasa daerah, bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Hal ini bergantung pada bahasa yang mereka terima. Namun, tak jarang seorang anak mengalami kendala dalam perkembangan bahasa apabila dalam proses pemerolehan bahasa pertama sang anak banyak mendapat input bahasa yang berbeda-beda. Soetjiningsih (1995) mengungkapkan bahwa gangguan berbahasa merupakan keterlambatan dalam sektor bahasa yang dialami oleh seorang anak. Namun, penelitian tentang pendapat ini masih menjadi pro dan kontra di antara para peneliti. Seperti yang diungkapkan oleh Bosch dan Sebastian Gells yang setuju bahwa balita bilingual berorientasi lebih lambat pada bahasa ibu (bahasa pertama) daripada bayi monolingual. Sebaliknya, Morrison menyatakan bahwa menjadi balita bilingual akan mendapatkan keuntungan dalam peningkatan kognitif, budaya serta ekonomi. Di tengah pro dan kontra tersebut, akan lebih bijak jika orang tua memberikan waktu untuk anak menguasai bahasa pertama mereka sebelum masuk ke proses penguasaan bahasa yang kedua. Selain itu, selalu dampingi anak dalam proses pemerolehan bahasa dengan memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai penunjang bahasa karena hal ini sangat berpengaruh pada kemampuan bahasa dan komunikasi sang anak. Oleh: Tenti Septiana, S.Hum. (Staf Kantor Bahasa Maluku)

Baca Juga: Pekerja Rumah Tangga Migran Menunggu UU PPRT