NOTA Keuangan RI dan Pengantar Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 telah resmi disampaikan pemerintah kepada DPR dalam pidato kenegaraan presiden pada 16 Agustus 2022. RAPBN 2023 akan disahkan DPR pada Oktober dan akan mulai berlaku per 1 Januari pada tahun berikutnya.

Optimistis dan konservatif

Kesan awal dari RAPBN 2023 ialah bahwa peme­rintah sangat optimistis dengan prospek ekonomi Indonesia 2023. Hal itu tecermin dari proyeksi per­tumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Angka tersebut se­lapis tipis di atas pencapaian pertumbuhan eko­nomi Indonesia pada kuartal II 2022 sebesar 5,44%.

Angka di atas juga lebih moderat jika dibandingkan dengan kesepakatan awal. Sebelumnya, pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI telah menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di rentang 5,3%-5,9%. Biasanya, hasil akhir kesepakatan mengacu pada titik tengah ketika dihadapkan pada rentangan target.

Proyeksi pemerintah itu juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkiraan dari lembaga internasional, seperti Dana Moneter Internasional alias IMF, yakni sebesar 5,2%, atau lebih rendah dari proyeksi awal lembaga tersebut yang sebelumnya memprediksi Indonesia bisa tumbuh 6%.

Angka manacpun rujukannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 sangat menantang. Untuk mampu tumbuh 5,3%, banyak kendala yang merintang. Pertumbuhan ekonomi global masih mengalami perlambatan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2023, menurut IMF, sebesar 2,9% atau lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 3,6%.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi global juga terjadi di beberapa negara utama dunia. Tiongkok diprediksi hanya tumbuh 4,6% atau lebih rendah dari proyeksi awal 5,1%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang semula diprediksi bisa tumbuh 2,3% dipangkas menjadi hanya tumbuh 1%.

Tantangan kemampuan ekonomi domestik untuk tumbuh juga datang dari dalam negeri. Asa pada ekspor dan investasi asing sebagai mesin per­tumbuhan ekonomi masih dihantui ketidakpastian global. Harapan tinggal dibebankan pada penge­luaran konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

Kesan kedua dari RAPBN 2023 ialah konservatif. Telaah prospek pertumbuhan ekonomi sangat krusial lantaran berimbas pada target-target turunannya. Penerimaan alamiah pajak, misalnya, akan meleset jika proyeksi pertumbuhan ekonomi tidak tercapai. Sementara itu, menggantungkan peneriman pajak pada inflasi sangat tidak sehat.

Penerimaan perpajakan lebih banyak ditopang implementasi Undang-Undang (UU) harmo­nisasi peraturan perpajakan, program peng­ungkapan sukarela, dan UU hubungan keuangan pusat daerah. Ketiga beleid tersebut memberikan fondasi bagi penerimaan perpajakan yang berkelanjutan.

Mengandalkan peneri­maan negara dari komoditas se­bagaimana tahun ini agak­nya berisiko. Pemerintah agaknya bisa mengambil pe­lajaran dari masa lalu. Penerimaan tidak mau terjebak pada kenaikan harga sesaat. Asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) dipatok sebesar US$90 per barel.

Sebagai gambaran, harga minyak berjangka jenis brent pada awal Agustus 2022 ada di kisaran US$98,2 per barel. Adapun rata-rata ICP se­panjang Januari-Juni 2022 sebesar 99,74 per barel atau 0,8% dari asumsi. Sementara itu, harga gas alam sepan­jang tahun ini sudah mengalami kenaikan 113,1% menjadi US$7,9/mmbtu.

Konservatif juga berlaku pada asumsi produksi minyak mentah 660 ribu per barel per hari (bph). Sementara itu, realisasi lifting minyak bumi hingga akhir Juni 2022 sebanyak 627 ribu bph atau di bawah target APBN 2022 sebanyak 703 ribu bph. Produksi gas alam sebesar 1,05 juta setara dengan barel minyak per hari.

Dari pos belanja, peningkatan volume belanja hi­ngga menembus Rp3.000 triliun merupakan kon­sekuensi logis dari spirit fleksibilitas dan peredam kejut. Belanja perlindungan sosial dan subsidi (pa­ngan dan energi) dalam jumlah yang masih sub­stansial seolah menjadi bukti valid kehadiran negara.

Secara sektoral, belanja infrastruktur (termasuk Ibu Kota Nusantara) dan pertahanan masih mendo­minasi komposisi belanja kementerian. Belanja ‘insidental’, yakni anggaran untuk Pemilihan Umum 2024, juga dianggarkan. Tidak ketinggalan, pem­bentukan dana abadi pendidikan juga mulai diinisiasi.

Kenaikan belanja negara juga dipicu dari belanja bunga utang imbas dari pembiayaan bersama (burden sharing) menuntut pembayaran bunga SBN (surat berharga negara) yang tinggi. Asumsi suku bunga SBN 10 tahun ditetapkan 7,85% jauh lebih tinggi imbal hasil yang di pasar sebesar 7,12%.

Tuntutan belanja publik yang besar, di satu sisi, dan prospek penerimaan yang tidak pasti, di sisi lain, mengharuskan pemerintah tetap hati-hati. Rambu-rambu defisit maksimum 3% dari produk domestik bruto tetap dipegang teguh kendati pandemi covid-19 di Tanah Air belum usai.

Pada titik ini, pemerintah hendak mengirim pesan taat asas. Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian difor­malisasikan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 menegaskan toleransi defisit fiskal melebihi 3% hanya diberikan sampai akhir tahun ini.

Defisit RAPBN 2023 ditetapkan Rp598,2 triliun dan dengan pembiayaan Rp696,3 triliun, rasio defisit dijaga pada level 2,85%, lebih rendah dari amanat UU Nomor 17 Tahun 2004. Kredibilitas kebijakan fiskal merupakan benefit lain yang diturunkan dari sikap konsistensi pemerintah terhadap regulasi.

Realistis

Akumulasi dari optimisme dan konservativisme yang terpancar dari RAPBN 2023 merupakan realistis. RAPBN 2023 disusun berdasarkan asumsi yang realistis sehingga realisasinya nanti juga tidak terlalu berat. Artinya, besaran rencana dengan realisasi tidak terlalu njomplang.

Meski perekonomian tidak semata-mata ditentu­kan hanya oleh aktivitas sektor pemerintah lewat APBN-nya, RAPBN 2023 setidaknya memberikan arah bagi perkembangan ke depan. Dengan per­kataan lain, RAPBN me­miliki kandungan infor­masi yang bermanfaat bagi pelaku ekonomi untuk mengambil keputusan.

Alhasil, lewat RAPBN 2023, pemerintah implisit hendak mengajak se­mua pemangku ke­pen­tingan untuk te­tap berpikir positif dalam meng­ha­dapi perekono­mian tahun de­pan. Sehimpun keti­dakpastian eksternal dan internal, toh, tetap menghadirkan sejumlah peluang yang bisa dimanfaatkan untuk berimprovisasi. Bukankah dan ada atau tidak ada covid-19, usai atau belum perang Rusia-Ukraina, dan ada atau tidak ada ketidakpastian, ekonomi tetap mesti tumbuh? Oleh: Haryo Kuncoro Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Direktur Riset SEEBI (The Socio-Economic & Educational Business Institute) Jakarta, Anggota Focus Group Bidang Fiskal dan Keuangan Negara ISEI Pusat (*)