MENJELANG akhir tahun, ancaman disintegrasi bangsa kembali muncul di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Ancaman itu terjadi atas munculnya peristiwa pembunuhan mengerikan terhadap satu keluarga di Desa Lembatongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng). Peristiwa itu, terjadi pada Jumat 27 November 2020 sekitar pukul 10.00 Wita, yang menewaskan empat anggota keluarga. Korban ditemukan tewas mengenaskan di sekitar rumah mereka yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK). Namun, laporan terbaru dari pihak kepolisian, pelaku diduga jaringan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Seperti yang disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, saat dikonfirmasi beberapa media online di Jakarta, Sabtu 28 November 2020.

Peristiwa ini membuat kita semua prihatin. Sebab, kejadian ini dibarengi pembakaran sebuah rumah yang biasa dipakai untuk kegiatan ibadah di sekitar lokasi kejadian. Kemudian enam rumah jemaat juga dibakar. Satu hal yang perlu dilihat, bahwa peristiwa ini terjadi di tengah menguatnya isu SARA di ruang publik menjelang Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang, dan menjelang pergantian tahun. Seperti isu yang dikemas dengan terminologi kafir-religius, agamais-sekularis atau pribumi-non pribumi. Padahal, di sisi lain, pemerintah tak pernah bosan mengkampanyekan keunikan dan kekayaan bangsa Indonesia. Dengan mengutamakan konten-konten menarik sesuai nilai-nilai kebangsaan, agar NKRI tetap utuh. Kita tentu saja mengharapkan NKRI tetap damai, bersatu. Apalagi pemerintah sedang mengerjakan tugas berat yakni musibah pandemi covid-19.   Peristiwa Sigi, tentu saja menyakiti hati seluruh rakyat Indonesia. Kecaman pun muncul dari berbagai elemen anak bangsa. Bahkan ada yang marah, kesal dan mengutuk pelaku.

Berbagai elemen bangsa seperti organisasi  keagamaan telah memberikan pernyataan sikap mengutuk keras atas terjadinya peristiwa ini. Berbagai ormas lintas agama, tokoh agama, hingga politisi telah mendesak pemerintah dan pihak berwajib untuk segera merespon atas terjadinya peristiwa ini. Seperti Organisasi Katolik Vox Point Indonesia, pada Sabtu 28 November 2020, telah mendesak polri untuk segera mencari dan menangkap pelaku. Perbuatan pelaku dinilai sebagai perbuatan keji yang tak bisa ditolerir. Karena tak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tidak berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya. Padahal kita sama saudara dari rahim NKRI. Sesama manusia dan warga negara yang mempunyai hak yang sama untuk hidup.   Alasan dihukum Desakan berbagai elemen bangsa, untuk menghukum pelaku tentu saja wajar. Karena, sesuai perbuatan pelaku yang sangat tidak manusiawi. Dengan demikian, aparat penegak hukum layak memberikan hukuman yang berat, baik pelaku maupun aktor di balik terjadinya peristiwa ini.

Hukuman yang diberikan, tentu saja sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI. Sehingga, ada efek jera bagi pihak-pihak yang mempunyai ideologi sama dengan pelaku. Atau barangkali mereka yang telah terkontaminasi masuk dalam jaringan kelompok pelaku. Alasan lain untuk mengingatkan aparat penegak hukum. Bahwa hukum perlu ditegakan secara adil, yang benar dibenarkan, dan yang salah dihukum. Hukum ditegakan bukan atas pesan sponsor, tetapi berdasarkan fakta yang terjadi. Selain itu, desakan kepada pemerintah dan polri. Khususnya, untuk segera menangkap pelaku merupakan tindakan simpati kepada keluarga korban. Hal itu karena kesal melihat foto dan video peristiwa tersebut yang tersebar viral di media sosial. Sebagai manusia, melihat video itu sangat sedih. Bagaimana tidak, saudara sebangsa meninggal karena dibakar, bahkan ada yang lehernya dipenggal. Siapa pun yang melihat foto dan menonton video itu pasti meneteskan air mata. Alasan lain, karena saat ini kita sedang dalam musibah global atas terjadinya peristiwa non alam pandemi covid-19. Kita sedang fokus menangani peristiwa covid-19 yang korbannya terus bertambah.

Pada 28 November 2020, terdapat 5.418 kasus baru dan total 527.999 korban. Kita sebenarnya sedang dalam musibah. Peristiwa di Sigi, membuktikan bahwa jaringan pelaku tidak prihatin dengan kondisi akibat covid-19. Padahal, kita sedang berjuang di medan perang. Yakni melawan keganasan covid-19 yang menyerang umat manusia tanpa kecuali. Yang bisa menyerang siapa saja dan di mana saja.   Mestinya, di masa pandemi covid-19 ini, kita bersama-sama berjuang melawan covid-19, dengan cara mematuhi protokol kesehatan. Saling menguatkan satu sama lain. Menjaga persatuan dan kesatuan antarsesama warga. Bukan malah menjadi virus baru yang menghancurkan sesama anak bangsa. Para pelaku layak disebut sebagai virus teror, yang sedang memanfaatkan kegelisahan publik akibat pandemi covid-19. Mengganggu Peristiwa ini tentu saja mengganggu keutuhan NKRI. Rakyat yang sedang gelisah karena kehilangan pekerjaan, usaha dan menurunya penghasilan akibat pandemi covid-19, malah dibuat tambah takut dan cemas. Peristiwa ini adalah ancaman serius yang perlu diwaspadai, oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena, bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengacaukan stabilitas keamanan nasional.

Baca Juga: Sinergitas Kunci Indonesia Menang Lawan Covid-19

Peristiwa ini, juga menandakan bahwa NKRI sedang tidak aman. Ancaman perpecahan sangat mungkin terjadi apabila kita tidak siaga. Pemerintah diharapkan agar tidak tidur. Karena, teror selalu ada di depan mata. Jaringan yang diduga sebagai terorisme masih liar. Masih bisa bergerilya mengancam keutuhan bangsa.   Untuk itu kita perlu siap sedia, walaupun sampai saat ini belum mengetahui apa motif pelaku. Polri dengan jumlah 100 personel gabungan sedang memburu pelaku. Kita belum bisa menilai sacara pasti, apakah murni tindakan terorisme atau masuk dalam bentuk pelanggaran kebebasan beragama. Jika dicermati, peristiwa ini bentuk teror terhadap warga bangsa. Menakutkan warga lain di sekitar lokasi kejadian. Akibatnya, warga di sekitar lokasi harus lari ke hutan untuk mengamankan diri. Informasi yang diperoleh, korban adalah umat Kristen. Kemudian rumah yang dibakar pun merupakan tempat ibadah umat Kristen.

Atas terjadinya peristiwa ini kita berharap agar pemerintah segera merespon dengan mengambil langkah-langkah strategis dan terukur. Berkoordinasi antarpemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Salah satu yang segera dilakukan yakni mendorong polri untuk menangkap pelaku dan mengungkapkan ke publik apa motifnya. Hal ini sangat penting, agar tidak menimbulkan opini liar atau informasi sesat di tengah masyarakat. Kita juga berharap, agar pemerintah dapat memberikan informasi yang valid, yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Karena peristiwa seperti ini sangat sensitif. Bisa saja dirancang untuk kepentingan tertentu. Yang bisa berakibat fatal, seperti terjadinya perpecahan di tengah masyarakat.

Kita memberi kepercayaan kepada pemerintah untuk mengusut tuntas peristiwa ini. Sehingga masyarakat pun tetap hidup aman, damai dan tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia. Pemerintah, juga harus memastikan bahwa masyarakat tidak terprovokasi atas terjadinya peristiwa ini. Untuk itu, pemerintah perlu menjamin akan adanya keamanan bagi seluruh warga bangsa. Kita juga berharap, agar pemerintah memastikan peristiwa ini adalah yang terakhir. Kita mendukung pemerintah kerja secara profesional, menjaga ketertiban umum dan keamanan nasional. Walaupun masyarakat sering dibohongi. Dengan alasan, kejadian serupa tak akan terjadi lagi. Namun, peristiwa di Sigi menandakan bahwa pemerintah belum siaga, belum waspada. Jika pemerintah menjamin adanya keamanan nasional, rakyat harus mendukung dengan cara mencintai bangsa Indonesia.

Mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, tidak ada lagi peristiwa yang sama terjadi di tempat lain. Kalau pemerintah menjamin adanya rasa aman, dan memberikan keadilan sosial maka persatuan Indonesia bisa terwujud.( Ervanus Ridwan Tou, Sekjen Vox Point Indonesia)