AMBON, Siwalimanews – Di hadapan kader dan pengurus, dia berjanji akan membawa kemenangan besar bagi PDIP Maluku.

Murad Ismail, Ketua PDIP Maluku, menegaskan partai yang dipimpinnya akan meraih dua kursi di DPR pada pemilihan umum legislatif tahun 2024 mendatang.

Bahkan sang komandan ber­janji akan berhenti sebagai ketua partai, jika janji itu tak dapat dia wujudkan.

“Kita target dua kursi dan itu harga mati. Kita optimis dan saya pasti bekerja untuk itu, sebab mesin partai di Maluku adalah tanggung jawab saya sebagai ketua DPD, dan saya akan ber­henti jadi Ketua DPD kalau tidak raih dua kursi di DPR. Ingat saya punya kata-kata ini,” ujar dia kepada wartawan usai rapat koordinasi pembahasan usulan bakal calon anggota legislatif di Pasific Hotel, Senin (27/3) malam.

Kini, dengan kisruh yang terjadi pasca istrinya mundur dari PDIP Maluku, sesumbar Murad itu dipastikan tinggal kenangan.

Baca Juga: Widya Loncat ke PAN

Pasalnya, dengan mengga­dang-gadang istrinya masuk bursa pencalonan anggota DPR, MI sapaan akrab Murad Ismail yakin PDIP Maluku akan mem­peroleh 2 kursi dari 4 kursi yang diperebutkan oleh 24 partai yang lolos pemilu 2024 ini.

Sayangnya upaya tersebut bakal sirna, belum lagi berproses di bursa pencalonan PDIP Maluku, Widya justru memilih loncat ke Partai Amanat Nasional.

Menanggapi hal ini, Akademisi Fisip Unpatti Paulus Koritelu menjelaskan, dinamika yang terjadi dalam internal PDIP Maluku dengan berpindahnya Wakil Ketua Bidang Politik, Widya Pratiwi merupakan fenomena yang sangat menarik.

Dinamika yang terjadi kata Ko­ritelu, perlu dilihat dari beberapa aspek, pertama dimana dinamika yang terjadi bukan merupakan ba­gian dari sebuah konstruksi konflik internal akibat dari perebutan posisi, tetapi sebaliknya sebagai bargaining posisi bukan saja untuk ke­pentingan pemilihan legislatif tetapi menjadi bagian dari sebuah strategi memperoleh dukungan yang jauh lebih meluas untuk Pilgub.

“Sebagai seorang Ketua DPD kalau pada akhirnya berhasil mela­kukan selebrasi politik tidak saja berdampak buruk bagi Murad dan Widya, tetapi dapat memberikan keuntungan bagi kepentingan yang lain bukan saja dalam konteks pileg tapi juga dalam konteks Pilgub,” ungkap Koritelu.

Hal ini terjadi sebab Murad Ismail akan maju sebagai calon Gubernur Maluku jika kembali dicalonkan PDIP, sehingga dinamika yang terjadi merupakan bagian dari trik politik mengingat seorang Murad Ismail memiliki saingan.

Selain itu, pindahnya Widya boleh jadi ini menjadi bagian dari alternatif dalam proses selebrasi politik untuk menemukan dukungan lain, jika memang situasi berada diujung tanduk sebab dalam politik tidak ada yang mustahil tergantung dari dinamika yang terjadi.

“Dua dimensi ini secara bersama-sama bahwa konflik bukan merupa­kan jalan keluar yang baik, tetapi konflik internal bisa menjadi sesuatu yang fungsional yang bisa merekrut basis dukungan politik,” ujarnya.

Menurutnya, hengkangnya Wid­ya ke PAN sesungguhnya akan ber­pengaruh pada internal PDIP Ma­luku sendiri dalam kaitan dengan, target kursi DPR RI yang sebe­lumnya diumbar bahwa PDIP Malu­ku menargetkan dua kursi.

Sebab, ketika seorang Widya resmi pindah ke partai lain, maka akan mempengaruhi akumulasi suara yang nantinya diperoleh PDIP, ka­rena terjadi pergeseran suara baik dari kalangan PDIP tetapi juga dari yang lain.

Walaupun memang sebuah per­nya­taan politik bisa saja berubah tentu berbeda dengan sebuah komit­men yang diambil, artinya jika ko­mitmen yang diambil setelah pene­tapan DPP maka harus dipegang sebagai patokan, tetapi jika memang proses belum sampai pada peneta­pan daftar calon tetap maka tidak bisa dipegang sebagai patokan.

“Pada titik ini dalam perhitungan, PDIP tetap mengamankan satu kursi tetapi pada konteks kepentingan Pilgub akan mengakomodasi men­jadi kekuatan yang tidak tertandi­ngi,” jelasnya.

Apalagi, tanpa Widya masuk PDIP telah memperoleh satu kursi sehi­ngga PDIP tidak akan terlalu serah­kan untuk mengambil dua kursi dari empat kursi yang tersedia untuk Maluku.

“Target untuk dua kursi agak berat, dalam kalkulasi rasional se­makin banyak calon berarti perse­baran suara semakin banyak tetapi, jika empat calon maka akan menjadi besar targetnya jika harus direbut dua kursi,” tegasnya.

Perolehan suara

Untuk diketahui perolehan suara Caleg DPR tahun 2019, PDIP Maluku mendapatkan satu kursi yang di­tem­pati oleh Mercy Christy Barends.

Dari data yang diperoleh Siwalima, Mercy Christy Barends. Memper­oleh jumlah suara sebanyak 88.706 suara sah.

Posisi kedua ditempati oleh Safitri Malik Soulissa dengan jumlah suara 56.334

Selanjutnya, Jeffry D Woworuntu dengan jumlah suara 16.451 dan Mariam Nuraini Solissa dengan jumlah 23. 829

Total keseluruhan yaitu 185.320 dan suara partai 12.328

Sengaja Menghancurkan

Dengan membiarkan istrinya, Widya Pratiwi hengkang dan berga­bung ke PAN, Murad Ismail, selaku Ketua PDIP Maluku dinilai sengaja menghancurkan partai.

Senior PDIP Maluku, Yusuf Lea­temia mengungkapkan, selaku Ke­tua, Murad telah mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya akan memperjuangkan dua kursi bagi PDIP Maluku menuju DPR. Namun terlepas dari apakah ini benar atau tidak hengkangnya Widya selaku pengurus PDIP yang juga istri dari Ketua PDIP Maluku, tetapi ini men­jadi niat keduanya untuk meng­hancurkan PDIP.

“Artinya kalau selaku Ketua DPD kemudian entah sadar tidak sadar dia suruh istrinya masuk di PAN, hanya karena mau merebut kursi DPR dengan catatan kalau ada aturan soal pemilihan secara profesional terturup. Dengan itu, dia tentu tahu, jika sistimnya tertutup, maka sulit karena Widya merupakan kader baru, dibandingkan Mercy dan lain­nya,” cetusnya.

Dikatakan, jika benar Widya telah bergeser ke PAN, maka bukan saja Wi­dya Pratiwi yang mendapat sank­si DPP, tetapi Murad Ismail selaku Ketua DPD juga harus diusir dari PDIP. Artinya, bagaimana bisa Mu­rad selaku Ketua PDIP tetapi istrinya justru memenangkan partai lain.

“Itu bagaimana selaku kader, kita melihat orang ini, hanya asas manfaat saja di PDIP. Kalau memang dia sudah betul-betul masuk dalam daftar Caleg, ya untuk apa lagi kita pertahankan orang seperti itu. Itu hanya merusak PDIP,” tegasnya.

Leatemia menambahkan, bagai­mana bisa selaku Ketua DPD PDIP telah menargetkan dua kursi, kemu­dian menyuruh istrinya pindah ke partai lain, ini sangat tidak masuk akal.

Karena itu, tambah dia, sanksi tegas harus diambil oleh DPP, dan tidak boleh ada toleransi dengan kader yang seperti itu.

“Ini mungkin saja karena akibat dia ingin merebut nomor urut 1, karena informasi soal profesional tertutup, sementara ada kader lain, yang sudah tentu lebih lama dan lebih punya pengalaman, maka hal ini terjadi. Sehingga jika ini benar terjadi, maka DPP harus usir mereka. Lagian selama memimpin PDIP tidak ada yang kita dapatkan, justru PDIP semakin terpuruk. Dan Murad datang juga partai ini.sudah besar,” katanya. (S-20/S-25)