AMBON, Siwalimanews – Ombudsman Perwakilan Maluku menemukan adanya potensi terjadi­nya mal administrasi berupa pungu­tan liar (pungli) di SMPN 9 Ambon.

Hal ini terungkap setelah pihak Ombudsman melakukan pemerik­saan dan permintaan keterangan terhadap Kepala Sekolah, Lona Parinussa; Ketua Komite, Stella Matitaputty; penanggung jawab penarikan uang komite serta se­jumlah wali kelas.

“Kita sudah melakukan pemerik­saan dan permintaan keterangan terhadap Kepala Sekolah, Ketua Ko­mite, penanggung jawab penarikan uang komite serta sejumlah wali kelas dan kesimpulan sementara bahwa ada potensi terjadinya mal admi­nistrasi berupa pungli di SMPN 9 Ambon,” ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Maluku, Hasan Slamat, melalui telepon selu­ler­nya, Kamis (29/9).

Dijelaskan, pemeriksaan dan per­mintaan keterangan yang dilakukan pihaknya berdasarkan laporan yang disampaikan orang tua siswa/wali sehingga sesuai dengan tupoksinya maka pihak Ombudsman harus memintakan keterangan dari pelapor, terlapor dan para saksi.

“Berdasarkan laporan yang telah kita terima, maka pemeriksaan dan permintaan keterangan telah kita lakukan sejak pekan lalu dan tadi (kemarin red-) kita juga telah melakukan permintaan keterangan terhadap tiga orang wali kelas dan proses permintaan keterangan masih akan terus dilakukan terhadap para wali kelas 7,8 dan 9,” ujarnya.

Menurut Slamat, adanya pungli di SMPN 9 Ambon itu dikarenakan pihak komite sekolah melakukan pungutan dari orang tua siswa/wali yang mengikat dalam jumlah dan jangka waktu tertentu sehingg telah menyalahi aturan.

“Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 pasal 12 Komite Sekolah baik perseorangan mupun kolektif  dilarang poin (b), melakukan pungu­tan dari peserta didik atau orang tua/walinya sehingga apa yang dilaku­kan oleh pihak sekolah terkait de­ngan penarikan uang komite itu adalah pungli, padahal pemerintah telah mengalokasikan anggaran baik berupa Bosda dan Bosnas untuk membantu proses pendidikan bukan sebaliknya melakukan pungli de­ngan bermodus uang komite,” tandasnya.

Dikatakan, pungli yang terjadi di SMPN 9 Ambon  itu dikarenakan ku­rangnya sosialisasi dan Dinas Pen­didikan sehingga praktek-prakter tersebut terjadi bahkan juga kura­ng­nya pengawasan yang dilakukan baik dari dinas maupun Inspektorat.

“Dinas Pendidikan maupun Ins­pektorat kurang melakukan penga­wasan secara internal sehingga pungli ini terjadi,” katanya.

Hasan menambahkan, pihaknya masih terus melakukan pendalaman untuk keterangan yang lain sehing­ga masalah ini bisa terang men­derang.

Sebelumnya diberitakan, Kepala SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa mengklaim jika siswanya tidak disuruh pulang dan tidak mengikuti proses belajar mengajar ketika tidak membayar iuran komite bulan Juli dan Agustus tahun 2022.

“Tidak benar siswa disuruh pulang dan tidak mengikuti proses belajar mengajar mengajar,” tandas Parinussa, dalam releasenya, yang diterima Siwalima, Sabtu (30/7).

Pernyataan Parinussa ini bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. Bukan hanya siswa disuruh pulang dan tidak mengikuti proses belajar mengajar tetapi laporan pendidikan siswa juga ditolak alias tidak diterima, karena tidak membayar iuran komite. Namun, sangat disayangkan dalam release yang dikirimkan Kepsek itu, Parinussa tidak menjelaskan atau membantahnya.

Untuk diketahui, ternyata siswa SMPN 9 Ambon, yang menempati kelas VIII dan IX disuruh pulang dan tidak boleh mengikuti proses belajar mengajar jika tidak membayar iuran komite bulan Juli dan Agustus.

Pembayaran uang komite itu harus dibaringi dengan pengembalikan laporan pendidikan dan bagi siswa yang tidak membayar iuran komite ha­rus pulang dan laporan pendidi­kannya pun tidak diterima alias ditolak.

“Anak-anak kami disuruh pulang ketika tidak membayar iuran komite bahkan laporan pendidikan tidak diterima,” tandas sejumlah orang tua, saat mendatangi redaksi Siwalima, Kamis (28/7) malam.

Mereka mengaku kesal dengan kebijakan pihak sekolah yang terkesan menghalang-halangi anak-anak untuk memperoleh pendidikan, padahal ini proses tahun ajaran masih terus berlangsung. “Ini kan bukan naik kelas atau anak-anak lulus tapi tahun ajaran masih terus berlangsung. Kok terkesan dipaksakan untuk anak-anak harus bayar iuran komite bahkan laporan pendidikan tidak diterima,” ujarnya.

Para orang tua ini mengaku kesal karena hal yang sama juga sudah terjadi pada tahun ajaran sebelum­nya, dimana pada bulan Januari lalu, para siswa harus juga membayar iuran komitenya, jika tidak maka siswa harus pulang dan tidak meng­ikuti proses belajar mengajar.

Menurut para orang tua ini mengatakan, pembayaran iuran komite juga tidak transparan dalam pengelolaannya bahkan uang komite yang telah ditagih dari para siswa pada bulan November dan Desember tahun 2021 lalu, tidak ada bukti pembayarannya.

“Kalau untuk bulan Januari – Juni, ada kartu iurannya tapi untuk bulan November dan Desember tidak ada kartunya, lalu pertanggung jawa­ban­nya seperti apa ?. Kami melihat selama ini pengelolaan uang komite maupun dana BOS di SMPN 9 Ambon tidak transparan,” cetusnya.

Padahal berdasarkan informasi yang beredar, kata para orang tua, pihak komite telah melakukan rapat dan hasilnya memutuskan bahwa untuk pembayaran komite di semester ini nanti bisa dilakukan setelah proses finalisasi verifikasi uang komite Januari-Juni beres dan akan dibuka untuk pembayaran komite bulan Juli – Agustus di bulan Agustus dan tidak akan dilakukan secara tunai tapi akan dilakukan  launching program Arika dari komite dengan Dinas Pendidikan Kota Ambon tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan fakta di sekolah. Justru pihak sekolah masih terus melakukan penagihan dan siswa yang tidak bayar harus pulang.

Para orang tua yang enggan nama mereka dikorankan ini meminta Kadis Pendidikan Kota Ambon agar segera mengevalusi kinerja Kepala SMPN Ambon, Lona Parinussa maupun pihak komite, yang bersikap arogan kepada para siswa. (S-08)