Banyak larik puisi yang ditulis oleh penyair menjadi tenar karena disajikan dalam bentuk musikalisasi puisi. Sebut saja “Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya” karya Taufiq Ismail yang dibawakan oleh Bimbo dan Gigi atau puisi karya Sapardi Djoko Damono “Hujan Bulan Juni” yang dimusikalisasikan oleh Dua Ibu. Musikalisasi puisi seakan memopulerkan puisi dan pengarangnya yang mungkin tidak terlalu dikenal di telinga masyarakat awam.

Dilatarbelakangi oleh budaya masyarakat yang penuh dengan tradisi lisan, orang Indonesia menjadi lebih tertarik menikmati sajian musikalisasi puisi. Sebenarnya, ini menjadi awal yang baik bagi para pegiat sastra. Musikalisasi puisi dapat dijadikan sebagai sarana untuk memupuk dan menyebarluaskan candu puisi. Dengan melodi yang membuat pendengar dapat lebih memaknai puisi muncullah ketertarikan terhadap puisi, bahkan kepada sastra.

Namun, apa itu musikalisasi puisi? Apakah sekadar bermusik menggunakan puisi ataukah musik hanya digunakan sebagai pengiring deklamasi? KBBI menerangkan bahwa musikalisasi adalah ‘hal menjadikan sesuatu dalam bentuk musik’ dan musikalisasi puisi adalah ‘pembacaan puisi yang dipadukan dengan musik’. Definisi musikalisasi puisi di sini terlihat tidak terlalu sejalan dengan definisi musikalisasi itu sendiri. Memadukan pembacaan puisi dengan musik belum tentu menjadikan puisi sebagai bagian dari musik itu sendiri. Musik hanya akan dipandang sebagai aksesori belaka dalam pembacaan puisi. Padahal, definisi musikalisasi puisi dalam KBBI merujuk pada penyajian puisi dalam bentuk musik. Hal ini berarti unsur puisi dan musik dipadukan secara harmonis dan dinikmati sebagai sajian musikalisasi puisi yang utuh. Musik bukan hanya sebagai pengiring saja.

Hal ini rupanya sejalan dengan pemikiran penyair kenamaan, seperti Joko Pinurbo. Ia sering mengutip, “Syahdan, jika sahabat hendak bermain main satu waktu, coba panggil seorang orang Melayu yang pandai bersyair, suruh baca dengan lagunya yaitu seperti nyanyi, maka lebih terang lagi maknanya. Demikianlah adanya”. Melalui musikalisasi puisi, makna yang terkandung dalam puisi tersebut secara perlahan terlihat gamblang.

Namun, padu padan puisi dan musik terkadang membuat orang salah kaprah. Beberapa orang menganggap musikalisasi puisi adalah sebuah pertunjukan musik belaka. Memang, teks puisi sudah dialihwahanakan menjadi musikalisasi puisi dan menjadi sajian musik. Biarpun demikian, tokoh utama dalam musikalisasi puisi adalah puisi itu sendiri sehingga ia tidak boleh lenyap dalam musik. Musik dalam hal ini berperan untuk menyorot puisi sehingga kumandang (gema) roh puisi itu bisa sampai di hati pendengar. Akhirnya, pendengar bisa lebih menghayati puisi dari teks yang dimusikalisasikan.

Baca Juga: Raja Tagalissa dan Latupati Maluku Bakal Hadiri Pembahasan RUU Kerajaan Nusantara

Memusikalisasikan puisi bukan hal yang gampang. Merangkai melodi dan membuat komposisi dengan instrumentasi yang pas untuk menonjolkan puisi butuh pencermatan. Mencermati puisi butuh waktu karena puisi harus dibaca berulang kali. Bahkan, diskusi dengan orang lain juga diperlukan dalam pencermatan puisi. Pencermatan mungkin tidak akan membuahkan interpretasi yang sama. Namun, keragaman hasil pencermatan dapat menggambarkan tema, suasana, dan nada puisi. Gambaran ini akan menentukan bagaimana unsur musikal dipadukan dalam penyajian musikalisasi puisi. Jika demikian, komposisi musikalisasi puisi akan selaras dengan karakter puisi. Puisi pun dapat tampil prima menjadi subjek utama dalam sajian musikalisasi puisi.

Selain itu, komposisi dan instrumentasi yang sudah selaras dengan makna puisi juga harus diimbangi dengan tata pentas yang baik. Mementaskan musikalisasi puisi gampang-gampang susah. Kostum, gerak, presentasi, tata rias, dan visual perlu diperhatikan keserasiannya.  Hal-hal pendukung seperti ini juga harus menunjang penampilan puisi sebagai bintang dalam pementasan musikalisasi puisi.

Mencermati puisi dan memusikalisasikannya adalah proses yang harus dilewati pengaransemen dan/atau penampil. Namun, keberhasilan karya musikalisasi puisi tercermin dari penonton/pendengar. Jika makna puisi bisa sampai ke hati pendengar, penampil dan/atau pengaransemen berhasil membuat sajian yang menciptakan setiap orang bisa lebih menikmati, memaknai, dan merenung puisi. Itulah musikalisasi puisi, sebuat tren menikmati puisi.

Pada akhirnya, penikmat musikalisasi puisi pun dapat duduk santai di kala hujan sambil menikmati secangkir kopi dan sajian musikalisasi puisi “Hujan Bulan Juni” yang menghangatkan.Oleh: Eka Julianty Saimima, S.S.Staf Kantor Bahasa Provinsi Maluku