Suhu menjelang Musda Golkar Maluku mulai panas. Terjadi friksi dalam penetapan lokasi pelaksanaannya, sehinga memicu perpecahan di tubuh partai kuning berlambang pohon beringin ini.

Panitia Musda X Partai Golkar Maluku yang diketuai Fredrek Rahakbauw sudah memutuskan Musda akan berlangsung pada 4-5 Maret 2020 di Kota Bula, Kabupaten SBT.

Sejumlah alasan mengapa panitia memutuskan Kota Bula dijadikan tempat pelaksanaan Musda, diantaranya konsolidasi partai.

Namun keputusan panitia soal penetapan tempat pelaksanaan Musda, berbeda dengan pilihan DPD I Golkar Maluku, yang menetapkan Kota Ambon sebagai tempat digelarnya Musda.

Kota Ambon sebagai tempat pelaksanaan Musda telah disampaikan DPD I Golkar Maluku  kepada Ketua Umum DPP Golkar melalui surat Nomor: B-016/DPD/GOLKAR-MAL/II/2019 tertanggal 18 Februari 2020, perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Musda.

Baca Juga: Tingkatkan Pengawasan Beras Plastik

Surat itu ditandatangani oleh Ketua DPD Said Assagaff dan Roland Tahapary selaku Sekertaris. Tembusannya disampaikan kepada Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Koordinator Bidang-Bidang Kepartaian, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Koordinator Bidang-Bidang Pemenangan Pemilu serta Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Maluku dan Maluku Utara DPP Partai Golkar.

Dalam surat tersebut menyebutkan, berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar serta Petunjuk Pelaksanaan DPP Partai Golkar Nomor: JUKLAK-2/DPP/GOLKAR/II/2020 tentang Musyawarah-Musyawarah dan Rapat-Rapat Partai Golkar serta Rapat Pengurus DPD Partai Golkar Provinsi Maluku, maka DPD Partai Golkar Provinsi Maluku memutuskan pelaksanaan Musda X akan dilaksanakan pada 4-6 Maret 2020 di Kota Ambon.

Ketua DPD I Golkar Maluku, Said Assagaff kaget ketika mengetahui panitia sudah menetapkan pelaksanaan Musda di Bula, Kabupaten SBT, sedangkan ketua panitia Fredrek Rahakbauw juga tidak mengetahui penetapan Kota Ambon sebagai tempat pelaksanaan Musda.

Penetapan lokasi berbeda, dan saling tidak mengetahui diantara pengurus DPD I Partai Golkar Maluku dengan panitia pelaksanaan Musda, justru secara politik akan memberikan dampak penilaian buruk dari para kader maupun konsistuen serta masyarakat.

Publik pasti menilai, Golkar Maluku pecah karena pengurus DPD I Golkar Maluku dengan panitia Musda beda pendapatan hanya gara-gara penetapan lokasi pelaksanaan Musda.

Disisi lain, publik menduga ada kepentingan politik tertentu yang coba dimainkan untuk menghancurkan partai kuning ini, tetapi juga punya keinginan besar untuk merebut kursi DPD I Partai Golkar Maluku.

Penilaian publik ini apakah benar atau tidak, itu hanya ada di tubuh Golkar sendiri, tetapi dalam kacamata politik, publik melihat ada tarikan kepentingan yang secara sengaja memecahkan golkar sendiri mendekati pelaksanaan Musda, karena tidaklah wajar jika kemudian pengurus DPD I Partai Golkar Maluku telah menunjuk panitia untuk melaksanakan Musda, dan hasil penetapan panitia kemudian tidak diketahui.

Atau sebaliknya, hasil penetapan Pengurus DPD I Partai Golkar Maluku yang disampaikan ke DPD Partai Golkar Maluku tidak diketahui panitia.

Apapun prediksi demikian, yang pasti. Golkar adalah partai besar, partai moderen yang sudah berpengalaman dalam hal demikian, sehingga berbagai masalah yang terjadi itu justru tidak melem­ahkan partai ini, tetapi malah semakin besar dan mendapatkan kepercayaan di hati rakyat.

Intinya, segala friksi-friksi yang ada harus disatukan demi kepen­tingan Golkar kedepan. Apalagi momentum Pilkada serentak sema­kin di depan mata, tentu golkar punya kepentingan untuk itu. (*)