ANCAMAN 12 tahun menanti mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku, David Katayane.

Ditreskrimum Polda Maluku telah menetapkan Katayane sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seks terhadap pegawainya.

Dia terancam pidana pasal 6 huruf b UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022.

Adapun bunyi pasal 6 huruf b UU TPKS yaitu, setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Komisi I DPRD Provinsi Maluku memberikan apresiasi terhadap langkah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku yang telah menetapkan, David Katayane sebagai tersangka.

Baca Juga: Stop Lecehkan Martabat Perempuan

Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Michael Tasane mengatakan, sejak awal DPRD tidak mentolerir perbuatan yang dilakukan Katayane, apalagi dalam kapasitas sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Bahkan secara kelembagaan, kata dia, DPRD telah menyatakan sikap resminya kepada Polda Maluku, dimana kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan Katayane harus diusut hingga tuntas.

Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka maka sebagai wakil rakyat kita memberikan apresiasi kepada Polda Maluku, karena tidak pandang bulu dalam penegakan hukum apalagi menyangkut dugaan pelecehan seksual.

Penetapan Katayane sebagai tersangka oleh Ditkrimum tentunya telah sesuai dengan hukum acara pidana, artinya penyidik telah mengantongi dua alat bukti ditambah keyakinan bahwa tersangka lah yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Penetapan DK, sapaan akrab Katayane sebagai tersangka lanjut Tasane, harus menjadi pembelajaran bagi siapapun termasuk para pejabat agar tidak menggunakan kedudukannya untuk mengebiri atau melecehkan harkat dan martabat perempuan.

Terhadap penetapan tersangka ini, Tasane pun meminta Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Sadli Ie untuk memberikan kepastian terkait status Katayane, sebab sampai saat ini belum ada sikap resmi dari Pemprov terhadap jabatan yang disandang Katayane.

Pelecehan seksual memang bukan hal yang baru ditelinga kita, ini merupakan kejahatan yang terkadang masyarakat menilainya dengan tanggapan ‘biasa saja’.

Memang, tidak semua beranggapan demikian, tetapi faktanya beberapa dalam masyarakat mengacuhkan dengan dalih ‘mendamaikan’, terlebih jika itu dari pihak yang melakukan. Pelecehan seksual.

Ini  bukan hal yang sepantasnya dianggap biasa, hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Bukan hanya perempuan saja yang bisa mengalaminya, bahkan laki-laki, dan anak-anakpun bisa menjadi korban.

Perbuatan yang dilakukan Katayane merupakan perbuatan tidak terpuji yang tidak dapat diterima dengan alasan apapun, sehingga harus ditangani secepatnya.

Sebagai OPD yang membidangi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mestinya Katayane melindungi marwah dan  martabat perempuan bukan sebaliknya melakukan perbuatan yang tidak bermoral.

Olehnya, Katayane harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum. Katayane harus dijerat dan jangan diloloskan. Harus dihukm sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.  (*)