Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri dugaan keterlibatan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Lembaga anti rasuah itu menduga uang yang dipakai untuk membeli aset tersebut, sumbernya tidak jelas, termasuk juga pemberian pihak swasta yang mendapat­kan izin usaha di Kota Ambon.

KPK bahkan telah memeriksa sejumlah saksi baik di Gedung KPK, dan akan juga  memeriksa saksi di Ambon, guna mengungkapkan aliran dana maupun aset-aset miliki penguasa 10 tahun di Kota Ambon ini yang bernilai ekonomis itu.

Mereka yang nantinya diperiksa, ada kaitannya dengan sejumlah aset RL yang diduga disamarkan atas nama orang lain.

Sejumlah kalangan mendesak, KPK untuk menelusuri sumber dana dan penyamaran aset yang dilakukan, pasca kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU.

KPK bahkan ditantang untuk menelusuri sumber dana, serta aset yang dimiliki mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy sampai ke akar-akarnya..

Secara hukum, TPPU berkaitan dengan aliran dana dari pelaku tindak pidana asal yaitu tindak pidana korupsi. KPK sudah pasti telah menemukan alat bukti adanya tindak Pidana Pencucian Uang dari berbagai keterangan saksi dalam rangka mengetahui setidaknya kepemilikan dari aset atau harta RL, sapaan akrab mantan Walikota Ambon itu.

KPK harus melakukan penelusuran terhadap sumber dari harta atau setidak-tidaknya mengetahui dari mana harta RL diperoleh. Tentu KPK memiliki kewenangan mengusut tuntas kasus TPPU yang dilakukan RL tersebut.

Tentu banyak pihak memberikan apresiasi bagi KPK yang bergerak cepat, ketika kasus dugaan suap atau gratifikasi divonis hakim, KPK kemudian menetapkan RL sebagai tersangka kasus dugaan TPPU.

Karena itu, KPK harus berani untuk mengusut sumber aliran dana yang didapatkan oleh RL, sebab dalam tindakan pidana pencucian uang sudah pasti ada oknum-oknum yang sengaja memberikan uang bagi RL. Termasuk KPK harus berani mengungkapkan tersangka-tersangka lain dalam kasus TPPU tersebut.

Penyidik KPK dengan kewenangan yang dimiliki harus melacak aliran dana tersebut agar perkara ini dapat dibuka secara terang benderang, dan tidak menimbulkan pertanyaan publik.

Apalagi sejak awal KPK telah mengantongi bukti yang diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi, maka dengan bukti yang ada harus dijadikan pintu masuk untuk mengungkap seluruh pelaku dugaan TPPU.

Kita tentu berharap, dengan kewenangan sebagai lembaga super body, KPK dapat mengusut dari mana saja aliran dana tersebut sebab dalam TPPU pasti ada sumber dana.

Untuk diketahui, dalam perkara suap, RL divonis 5 Tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon. Vonis dibacakan pada Kamis (9/2).

Vonis RL lebih ringan 3,6 tahun, dari tuntutan jaksa KPK yang menuntutnya 8,6 tahun penjara.

Kendati begitu, RL belum boleh bernafas lega, karena dari rangkaian penyelidikan, KPK menemukan sejumlah fakta yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Kita berharap, bukan saja RL yang harus disangkakan dalam kasus TPPU, banyak pihak yang diduga terlibat harus juga dijerat, sehingga kasus ini jangan saja dilimpahkan kepada RL. (*)