Hari Bhakti Adhyaksa ke-60, 22 Juli diperingati jajaran kejaksaan seluruh Indonesia, tak terkecuali Kejati Maluku. Tema yang diusung, Terus Bergerak dan Berkarya.

Tema ini menjadi pendorong bagi Kejati Maluku dan jajaran untuk maksimal bekerja. Tetap mengukir prestasi walaupun dalam situasi pandemi Covid-19.

Hal ini juga ditunjukan oleh Kepala Kejati Maluku, Yudi Handono yang menegaskan, penanganan kasus korupsi di Maluku tetap berjalan seperti biasa meskipun ditengah Covid-19. Tidak ada yang ditunda, baik yang masih dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan akan dituntaskan.

Kendati begitu, ada pengecualian. Kasus korupsi yang berhubungan dengan calon kepala daerah dihentikan sementara. Langkah ini diambil untuk menghargai proses pilkada.  Proses hukum dilanjutkan usai pilkada. Benarkah? agaknya sulit jika calon kepala daerah yang terlilit kasus korupsi terpilih dan dilantik menjadi kepala daerah. Sebab, Kejati Maluku belum pernah mengukir prestasi menjerat kepala daerah dalam kasus korupsi. Mungkin bisa, kalau sudah tak lagi menjabat.

Sejumlah kasus korupsi saat ini tengah diusut Kejati Maluku. Diantaranya, proyek air bersih di Dusun Kezia, Kelurahan Kudamati tahun 2018. Anggaran sebesar Rp 1,4 miliar dicairkan 100 persen, tetapi hingga kini masyarakat tak menikmati air bersih.

Baca Juga: Butuh Konsisten Jaksa di Kasus Tugu Trikora

Tender proyek air bersih Dusun Kezia milik Dinas PUPR Kota Ambon itu dimenangkan oleh CV Akanza dengan Chen Minangkabau selaku direkturnya. Namun Chen tidak mengerjakan proyek tersebut. Proyek itu, digarap oleh kontraktor bernama Siong.

Kepala Dinas PUPR Enrico Matitaputty selaku KPA dan Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Air dan Infrastruktur Pemukiman, Chandra Futuembun tetap menyetujui usulan PPK, Pey Tentua untuk dilakukan pembayaran 100 persen, walaupun pekerjaan amburadul. Namun Chen mengklaim, sudah bekerja sesuai kontrak.

Tujuan pekerjaan proyek itu adalah untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat. Tetapi faktanya, masyarakat tidak menikmati air bersih. Masalahnya di situ. Jadi proyeknya gagal.

Selain air bersih di Dusun Kezia, Kejati Maluku juga mengusut proyek revitalisasi Tugu Trikora. Proyek tahun 2019 senilai Rp.876. 848.000 ini juga  milik Dinas PUPR Kota Ambon.

Proyek Revitalisasi Tugu Trikora dimenangkan oleh CV Iryunshiol City. Perusahaan ini beralamat di Dusun I RT 06 RW 003 Desa Were, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

Namun sejak proses tender hingga pengumuman sebagai pemenang, Direktur CV Iryunshiol City tidak pernah hadir.  Padahal sebagai peserta tender, ia wajib hadir. Apalagi saat tahapan klarifikasi hingga pengumuman pemenang.

Sebagai pemenang tender, CV Iryunshiol City juga tidak mengerjakan proyek revitalisasi Tugu Trikora. Ternyata nama perusahaan ini hanya dipakai untuk mengikuti tender.

Tak hanya cacat dalam administrasi tender. Tetapi dari sisi kualitas pekerjaan juga bermasalah. Ahli konstruksi sudah memeriksa, dan diketahui pekerjaan tidak sesuai kontrak.

Ada lagi kasus korupsi pembelian lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea, Kabupaten Buru. Kasus ini sudah tahap penyidikan. Dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni pengusaha Ferry Tanaya dan mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645, 50 hektar di Namlea milik Ferry, dan dibeli oleh PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara untuk pembangunan PLTG 10 megawatt. Diduga ada kongkalikong  antara Ferry, PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi dan pihak BPN Kabupaten Buru dalam transaksi pembayaran.

Sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2, namun mereka main mata untuk melakukan mark up, sehingga merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar.

Ada lagi sederatan kasus yang diusut Kejati Maluku. Tetapi belum juga tuntas. Publik menunggu bukti dari janji Kajati Maluku.

Fakta dan bukti-bukti sudah terang menderang, segera dituntaskan agar ada kepastian hukum dan tidak menimbulkan prasangka. (*)