Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menerbitkan surat edaran kepada penjabat  kepala daerah yang membolehkan memutasi maupun memberhentikan pejabat atau aparatur sipil negara (ASN) tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

SE nomor 821/5492/SJ tersebut ditandatangani Mendagri pada Rabu 14 September 2022 dan ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/ Wali Kota di seluruh Indonesia.

Berikut arahan yang tertuang pada poin, (4). Berkenaan dengan ketentuan tersebut di atas, dengan ini Menteri Dalam Negeri memberikan persetujuan tertulis kepada Pelaksana Tugas (Pit), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan:

  1. Pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/Aparatur Sipil Negera di lingkungan pemerintah daerah provinisi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
  2. Persetujuan mutasi antar daerah dan/atau antar instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana ketentuan dimaksud pada angka 1 (satu) sampai dengan angka 3 (tiga) di atas.

Point lima disebutkan, Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur/Bupati/Walikota agar melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak dilakukannya tindakan kepegawaian sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga).

Alasan surat edaran nomor 821/5492/SJ tersebut dikeluarkan, karena selama ini setiap pengisian jabatan eselon harus melalui proses seleksi dengan menggunakan mekanisme yang cukup panjang dan berbelit-belit.

Baca Juga: Inflasi Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Kewenangan penuh yang diberikan oleh Mendagri, tidak boleh dikotori dengan keinginan politik dari penjabat. Artinya mesti birokrasi diisi oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tetapi karena kepentingan ternyata diisi oleh orang yang tidak berkompeten.

Hal ini harus dihindari dalam proses penataan birokrasi, dimana kewenangan yang diberikan Mendagri untuk memutasi maupun memberhentikan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus dilakukan sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik, dan bukan karena like or dislike.

Jika kewenangan yang diberikan Mendagri kemudian disalah gunakan dengan memutasi atau memberhentikan ASN karena unsur kepentingan politik tertentu, maka ini sama saja dengan kebijakan yang mengotori birokrasi.

Disisi yang lain, mutasi pejabat pada eselon II, III dan IV di lingkup Pemerintahan kabupaten/kota di Maluku harus diletakan pada proposi yang sebenarnya, sesuai kemampuan, kapasitas dan kualitas dan bukan yang tidak layak dan belum saatnya diangkat duduki kepala dinas namuan dipaksanakan.

Kita berharap setiap penjabat yang diberikan kewenangan dapat menjalankan tugas dengan baik, agar birokrasi kepegawaian daerah dapat berjalan dengan baik. Dan kewenangan yang diberikan Mendagri harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintah yang baik artinya, penjabat tidak boleh menciderai kewenangan yang diberikan oleh Mendagri dalam hal penataan birokrasi pemerintahan.

Penjabat harus memegang teguh aturan kepegawaian dalam melakukan mutasi dan pemberhentian pegawai agar pegawai yang diangkat juga memiliki legitimasi dalam memimpin setiap organisasi perangkat daerah. (*)