BERKAS dua tersangka dugaan korupsi sisa dana siap pakai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019 Kabupaten Seram Bagian Barat masuk Pengadilan Tipikor Ambon.

Pengadilan Tipikor Ambon menerima berkas tersangka korupsi yakni, Muid Tulapessy pada Rabu 14 Juni dengan nomor Perkara: 17/pid.sus-TPK/2023/PN Ambon. Sementara itu tersangka Marlin Mayaut pada hari Kamis 15 Juni dengan nomor perkara 18/pid.sus-TPK/2023/PN Ambon.

Muid Tulapessy selaku Bendahara Pengeluaran dan Marlin Mayaut selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah ditahan, Senin (6/2) di Lapas Piru.

Keduanya memiliki peranan penting dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan sisa dana siap pakai penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB Tahun 2019.

Pasalnya, pada bulan Maret 2021 BPBD mulai mencairkan dana untuk disalurkan kepada masyarakat terdampak, yang rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat.

Baca Juga: Jatah 764 Milyar Untuk Daerah Perbatasan 

Menurut rekening koran dari BNI Cabang Ambon, BPBD SBB mulai mencairkan dana dengan Cek no. 697278 sebesar Rp. 6.620.000. 000,- untuk di bayarkan kepada masyarakat yang rumahnya mengalami rusak ringan.

Selanjutnya, tanggal 25 Maret  terjadi beberapa kali pencairan dengan cek 697277 sebesar Rp. 10.000.000.000 dan Cek nomor: 697276 Rp13.200.000.000,- untuk masyarakat yang rumahnya mengalami rusak berat.

Dari jumlah total yang telah dicairkan BPBD selama bulan Maret 2021 itu sebesar Rp 29.820.000.000,- (6.620.000.000 + 10.000.000.000 + 13.200.000.000), berarti ada sisa dana sebesar Rp4,3 milliar lebih yang harus disetor balik ke kas negara.

Dari sisa dana bencana Rp4,3 milliar, sebagian diantaranya yaitu Rp1 miliar diduga telah raib, tidak jelas digunakan untuk apa saja, ka­rena ketika dimintai pertanggung­jawaban oleh BNPB Pusat namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPBD SBB.

Raibnya dana sebesar Rp1 milliar ini terdeteksi telah dicairkan oleh PPK BPBD Kabupaten  SBB secara bertahap pada BNI Cabang Ambon yaitu, Tahap I sebesar Rp 600 juta de­ngan Cek no. 697279 cair tanggal 05 Oktober 2021.

Kemudian, tahap II Rp200 juta dengan cek no. 697280 cair tanggal 09 Oktober 2021. Tahap III Rp 200 juta dengan Cek no. 697271 cair tanggal 14 Oktober 2021.

Permasalahan yang terjadi ini berakibat saldo sisa dana bencana yang seharusnya masih tersedia pada BNI Cabang Ambon sebanyak Rp4,3 milliar  kini hanya tersisa Rp3,3 milliar.

Oknum-oknum BPBD SBB harus bertanggungjawab penuh atas kisruh sisa dana bencana tersebut. Karena seharusnya setelah selesai proses pemulihan, maka sisa dana bencana yang tidak terpakai sebesar Rp4,3 miliar itu  harus disetor kembali ke kas negara.

Dengan tidak dikembalikannya sisa dana bencana ini ke kas negara, lanjut Sariwating, maka oknum-oknum di BPBD Kabupaten SBB harus bertanggung jawab, karena selain telah melanggar Peraturan BNPB, juga telah melakukan perbuatan tercela dengan mencairkan dana sebesar Rp1 milliar dan dipakai tidak sesuai peruntukannya.

Dalam kasus ini, JPU Kejari SBB menjerat kedua tersangka dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4  tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Selain itu Pasal 3  UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Tentunya pubik berharap kasus ini segera mendapatkan kepastian hukumnya  melalui proses persidangan yang akan segera dilakukan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon.

Perbuatan kedua tersangka/terdakwa tentunya telah merugikan negara sehingga tuntutan Jaksa Penuntut Umum maupun vonis majelis hakim nantinya benar-benar objektif dan tidak berpihak.

Mereka harus dihukum setimpal perbuatannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*)