Masyarakat Adat Tuntut Izin CV SBM Dicabut
AMBON, Siwalimanews – Aliansi mahasiswa dan masyarakat adat Sabuai, Kabupaten Seram Bagian Timur yang tergabung dalam masyarakat adat Welyhata menggelar demo di Kantor DPRD dan Gubernur Maluku, Kamis (27/2).
Mereka menuntut izin HPH CV Sumber Berkat Makmur (SBM) dicabut, karena aktivitas perusahaan ini telah merusak hutan adat.
Saat aksi di kantor gubernur sekitar pukul 11.30 WIT, pendemo nyaris bentrok dengan puluhan anggota Satpol PP.
Pemicunya tindakan pendemo yang menerobos palang pintu pagar samping halaman kantor gubernur, membuat anggota Satpol PP marah. Mereka berupaya menahan. Alhasil aksi saling dorong pun terjadi. Namun karena kalah jumlah, petugas Satpol PP mengalah.
Mereka kemudian diizinkan masuk dan melakukan orasi di depan kantor gubernur, namun harus dengan tertib.
Baca Juga: Lamban Usut Korupsi di Aru, Kejati DidemoKedatangan puluhan pendemo membawa sejumlah pengeras suara megaphone, spanduk dan pamflet yang bertuliskan; penjarakan pimpinan CV SBM, copot Bupati SBT, selamatkan hutan adat, tolak CV SBM, Stop Intimidasi masyarakat adat, eksploitasi hutan adat, dan segera mencabut status dua tersangka masyarakat adat Sabuai.
Massa yang dipimpin oleh Koordinator aksi, Josua Ahwalam mendesak kepada Gubernur Murad Ismail untuk segera mencabut izin operasi bagi CV SBM.
“Kami meminta kepada bapak gubernur segera mencabut izin operasi bagi CV SBM, karena telah merusak tatanan adat,” teriak Josua.
Para demonstran yang dilengkapi dengan atribut adat, berupa kain berang di kepala dan lenso adat di leher juga meminta gubernur untuk memberikan solusi bagi dua teman mereka yang ditahan oleh polisi.
“Kami minta pak gubernur membantu dua orang anak adat yang kemarin ditetapkan sebagai sebagai tersangka,” tandas Josua.
Kedua teman mereka itu, kata Josua, ditangkap bersama 23 orang lainnya ketika melakukan aksi di lokasi CV SBM. “Kami berharap gubernur bisa membantu membebaskan teman kami,” ujarnya.
Sekitar pukul 12.00 WIT, Kabid Penanganan Konflik pada Kesbangpol Maluku, Sam Sialana menemui para pendemo dan bernegosiasi, namun ditolak. Mereka berharap bisa bertemu dengan gubernur atau wakil gubernur.
Kemudian sekitar pukul 14.11 WIT, Sekda Maluku Kasrul Selang menemui pendemo dan mendengarkan aspirasi mereka.
Di hadapan sekda, Josua kemudian membacakan tuntutan mereka yakni satu, mendesak gubernur mencabut izin CV SBM, dua, mendesak gubernur untuk segera memanggil dan mengevaluasi kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku dan Kadis Kehutanan Kabupaten SBT, tiga mendesak DPRD Maluku untuk segera mengeluarkan surat penangguhan kepada CV. SBM, Empat mendesak DPRD Maluku untuk memanggil dan mengevaluasi Bupati SBT Mukti Keliobas, karena sudah mengeluarkan izin kepada CV. SBM.
Lima, menuntut DPRD Maluku menjelaskan hasil pertemuan DPRD Maluku dengan kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, enam mendesak Polda Maluku segera mencabut status tersangka yang ditetapkan oleh Polsek Werinama terhadap 2 orang masyarakat Negeri Sabuai, yakni Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam.
Kemudian, tujuh mendesak Kapolda Maluku segera mencopot Kapolsek Werinama, delapan, mendesak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku untuk segera menjelaskan surat izin CV. SBM yang beroperasi di hutan Negeri Sabuai, dan sembilan meminta Kapolda dan DPRD Maluku untuk segera memerintahkan CV SBM mengganti rugi kepada masyarakat adat Sabuai atas tindakan penyerobotan terhadap hutan adat.
Sambil duduk bersila di lantai, Sekda menjawab tuntutan para pendemo. Ia menjelaskan, pemprov sedang melakukan evaluasi terhadap aktivitas CV SBM di Sabuai.
“CV SBM bersama dengan 12 perusahaan HPH di Maluku sedang kita evaluasi dan hasilnya akan disampaikan terbuka kepada DPRD dan masyarakat,” ujarnya.
Izin HPH diberikan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, namu kata Sekda, daerah mempunyai tugas untuk mengawasi.
“Saya minta adik-adik menjadi mata dan telinga bagi pemerintah, karena tuntutan adik-adik ini sejalan dengan visi dan misi Pemerintah Provinsi Maluku nanti akan kita follow up,” tandasnya.
Terkait dua warga Sabuai yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polsek Werinama, Sekda mengatakan, pihaknya akan koordinasikan dengan pihak kepolisian.
“Itu kan sudah menjadi kewenangan polisi, nanti kita koordinasikan dengan Polda Maluku,” ujarnya.
Usai mendapatkan penjelasan, pendemo kemudian membubarkan diri sekitar pukul 14.30 WIT, dan dikawal oleh aparat Polsek Sirimau dan Polresta Ambon dan Pp. Lease.
DPRD Harus Ambil Sikap
Sebelum mendatangi kantor gubernur, para pendemo melakukan orasi di Kantor DPRD Maluku, Karang Panjang. Mereka menuntut DPRD bersikap terhadap pembalakan hutan adat di Sabuai.
“DPRD Maluku harus mengambil sikap terhadap pembalakan hutan adat di Sabuai,” tandas Koordinator aksi, Josua Ahwalam saat berorasi.
Demonstran yang berjumlah sekitar 20 orang tersebut tiba di Kantor DPRD Maluku sekitar pukul 10.51 WIT.
Beberapa saat berorasi, massa kemudian ditemui Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury.
Menyikapi tuntutan demonstran Wattimury menjelaskan, sudah ada pertemuan dengan Dinas Kehutanan Provinsi, dimana hasil pertemuan itu, Dinas Kehutanan telah mengeluarkan SK penghentian operasi CV SBM.
Komisi II akan melakukan on the spot untuk memastikan perusahaan tersebut telah menghentikan operasinya sesuai surat yang dikeluarkan atau tidak.
“Kita akan on the spot apakah surat penghentian operasi jalan atau tidak, karena selain surat dari Dinas Kehutanan sebelumnya gubernur juga sudah perintahkan untuk moratorium HPH dimana perusahan ini masuk dalam moratorium itu,” jelas Wattimury.
Soal penahanan dua warga Sabuai, Wattimury berjanji melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Kita kan panggil lagi pihak terkait bicarakan fakta lapangan, kalau ada masyarakat di tahan tanpa dasar kuat kami akan bicarakan secara prosedur,” tandasnya.
Mendengr penjelasan Wattimury, mereka kemudian membubarkan diri dengan tertib. (S-39/Mg-4)
Tinggalkan Balasan