AMBON, Siwalimanews – Setelah DPRD dan para tokoh pemuda bersuara, kini giliran mahasiswa angkat bicara soal pemekaran Provinsi Maluku Tenggara Raya yang sudah diperjuangkan sejak belasan tahun lalu.

Memiliki bentang alam yang kaya akan sumber daya alam namun secara statistik Provinsi Maluku masuk dalam empat provinsi termiskin ekstrim di Indonesia (sesuai data BPS Provinsi Maluku 2020).

Sementara itu 1.848.776 jiwa penduduk Maluku sebanyak 322.40 jiwa di kategorikan sebagai penduduk miskin.

“Dengan dasar itu, maka kami mendukung Maluku Tenggara Raya mekar menjadi satu provinsi baru,” tegas Ketua PMKRI Cabang Ambon Johan Kapres kepada Siwalima, Sabtu (11/3).

Perjuangan pemekaran daerah otonomi baru katanya, merupakan suatu langkah penting dalam upaya menuntaskan kemiskinan yang ada di Maluku.

Baca Juga: Dua Tahun Kantor Kejati Direhab, Belum Selesai Juga

“Jika dilihat letak geografis Provinsi Maluku yang yang merupakan daerah kepulauan sehingga rentang kendali pemerintahan dan pemerataan pembangunan terbatas, yang berimbas pada kondisi sosial, ekonomi dan pendidikan,” ujar Johan.

Sehubungan dengan hal itu maka rencana pemekaran provinsi Maluku Tenggara Raya dan juga pemekaran 13 Daerah Otonom Baru (DOM) merupakan suatu suatu formula dalam upaya membebaskan Maluku dari kemiskinan.

“Selama ini kesejahteraan tidak bisa dirasakan oleh masyarakat yang ada di Maluku Tenggara Raya, padahal orang-orang Tenggara juga mempunyai SDM yang mumpuni dan SDA yang melimpah,” kesalnya.

Untuk itu pemerintah pusat diminta segera mencabut moratorium pemekaran wilayah di Indonesia.

Perpendek Rentang Kendali

Guna memperpendek rentang kendali pembangunan karena luas wilayah Maluku lima kali dari Pulau Jawa sehingga pemekaran layak dilakukan oleh pemerintah pusat.

Wacana pemekaran Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya (MTR) bersama 13 daerah otonom baru sudah sejak lama dibicarakan oleh tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat bahkan sudah mendapat persetujuan DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku.

Ketua Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya Joseph Sikteubun kepada Siwalima, Selasa (28/2) mengaku pemekaran itu menguntungkan wilayah.

Dirinya membandingkan ketika Maluku pisah dengan Maluku Utara tahun 1999, kemajuan pembangunan jauh melebih provinsi induk.

“Sampai sekarang Maluku masih provinsi termiskin ke empat secara nasional, banyak ketimpangan pembangunan, maka untuk memperpendek rentang kendali, Maluku layak dimekarkan,” tegas Sikteubun.

Menurutnya bukan persoalan mau berpisah dari segi kultur, karena dari Halmahera sampai Tenggara jauh adalah saudara namun berpisah secara pemerintahan itu pasti.

Saat ini lagi pendekatan pembangunan di Maluku masih bersifat gradual, sehingga kata mantan anggota DPRD Maluku itu ketimpangan sangat terasah apalagi di pulau-pulau terluar.

“Intinya upaya percepatan pembangunan adalah dengan melakukan pemekaran dan perjuangan itu sampai sekarang masih terus di suarakan termasuk 13 DOB di Maluku,” ujarnya.

Walaupun, saat ini pemerintah pusat belum mencabut moratorium pemekaran padahal sejumlah wilayah lain juga telah dimekarkan. Kenapa karena Papua misalnya menggunakan Undang-Undang otonomi daerah sedangkan di daerah lain masih menggunakan UU nomor 23 tentang pemerintah daerah.

Diwacanakan

Pemprov tak mampu membawa Maluku keluar dari garis kemiskinan, padahal memiliki sumber daya alam berlimpah lagi pula, pembangunan hanya terpusat di Ambon dan Maluku Tengah.

Untuk itu DPRD Maluku kembali mewacanakan pemekaran Provinsi Tenggara Raya pisah dari provinsi induk Maluku.

“Ini demi menekan angka pengangguran terbuka, apalagi saat ini honor semua dirumahkan. Selain itu DAU dan DAK bisa menjawab kebutuhan masyarakat di Maluku Tenggara Raya karena dikelola kita sendiri,” tegas Ketua Komisi I DPRD Maluku kepada Siwalima, Senin (27/2).

Menurutnya pengusulan daerah otonomi baru terus disuarakan walaupun pemerintah pusat belum mencabut moratorium.

“Jadi kita tidak membicarakan ibu kota di kabupaten mana, apakah Kota Tual, Aru MBD atau Tanimbar Itu nanti. Sekarang kita memperjuangkan Provinsi Maluku Tenggara Raya,” jelasnya.

Ia mengaku sampai hari ini, jika ada orang bilang pemekaran mungkin tidak penting, namun bagi DPRD, merupakan hal yang sangat penting, untuk menjawab keisolasian wilayah-wilayah yang ada di daerah terluar.

Kenapa penting, ia menjelaskan kalau dihitung hasil alam misalnya laut, bernilai ratusan triliun, namun kembali lagi ketika dihitung dalam bentuk DAU dan DAK sangat kecil sekali dikelola,

“Paling mentok 3,2 triliun itupun turun lagi untuk Maluku. Untuk itu soal pemekaran kita berharap intervensi itu, sebab dalam UU juga mengisyaratkan itu dan saya pikir ini elegan,” tegasnya lagi. (S-09)