AMBON, Siwalimanews – Anggota Komisi VI DPR Hendrik Lewerissa memastikan, regional comprehensive economic partnership agreement atau RSEP merupakan peluang besar bagi pengembangan pedagang di Indonesia

Hal ini disampaikan Lewerissa saat membuka kegiatan sosialisasi hasil-hasil perundingan perdagangan internasional RCEP yang berlangsung di Grand Avira Hotel, Rabu (17/5).

RCEP merupakan perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara di Asia Tenggara dan lima negara mitranya yakni, Cina, Jepang, Selandia Baru, Australia dan Korea Selatan.

“Sejak diratifikasi melalui UU Nomor 24 tahun 2022, saya minta dilakukan sosialisasi, sebab RCEP telah diketahui oleh pemerintah dan beberapa pengusaha di Jakarta, tetapi bagaimana dengan di Maluku dan Papua, maka harus disosialisasikan kepada daerah di kawasan timur,” ungkap Lewerissa.

Dari jumlah penduduk dunia yang mencapai 7,8 miliar kata Lewerissa, dimana 30 persen lebih penduduk berada di kawan ASEAN menjadi pangsa pasar yang sangat besar dan harus dimanfaatkan, sebab sangat disayangkan jika Indonesia tidak menggunakan kesempatan tersebut.

Baca Juga: BPBD Bursel Tinjau Lokasi Abrasi

Perjanjian perdagangan internasional tersebut, sangat bermanfaat bagi Maluku guna meningkatkan perdagangan, baik oleh pemda maupun pelaku UMKM. Apalagi, sesuai data statistik, nilai ekspor Maluku sebagian besar ditujukan ke negara-negara yang telah menandatanganii RCEP walaupun nilai impor lebih besar jika dibandingkan dengan ekpor.

Produk yang diekspor Maluku masih didominasikan ikan, udang, rumput laut, rempah-rempah, damar dan produk olahan kayu lainnya, namun tantangan yang dihadapi berkait dengan daya saing dan kualitas produk.

“Peningkatan daya saing dan  kualitas produk untuk menembus pasar harus diperhatikan pemda, sebab sampai dengan saat ini kita belum siap dari sisi daya saing dan kualitas produk, artinya kita masih rendah daya saingnya,” tandas Lewerissa.

Bahkan menurut Lewerissa, penyiapan infratruktur juga menjadi tantangan tersendiri, sebab untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk, butuh infrastuktur yang memadai. Untuk itu diharapkan dengan keberadaan RCEP, dapat memacu pemda dan merangsang UKM untuk menghasilkan produk yang bersaing dan menembus pasar.

Sekretaris Direktorat PPI Kementerian Perdagangan Ali Satria mengaku, RCEP merupakan sebuah prakarsa berani yang dicetuskan Indonesia pada tahun 2011 saat menjadi Ketua ASEAN guna mengkonsolidasikan 5 ASEAN Plus One FTAs menjadi sebuah persetujuan mega regional.

“Persetujuan RCEP secara kumulatif mewakili 29,6% penduduk dunia, 30,2% GDP dunia, 27,4% perdagangan dunia, dan 29,8% FDI dunia. Pada tahun 2022, total ekspor non migas Indonesia ke kawasan RCEP mewakili 56,13% dari total ekspor Indonesia ke dunia, yakni senilai 154,89 miliar USD, dengan Provinsi Maluku menyumbang senilai 77,20 juta USD,” bebernya.

Ia berharap, para pelaku usaha dan pemangku kepentingan dapat lebih memahami hasil persetujuan serta dapat diimplementasikan secara optimal.(S-20)