AMBON, Siwalimanews –  Lembaga Bantuan Hukum Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Maluku menilai Kajari Ambon telah keliru dalam menafsirkan Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalis.

Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan ex officio Ketua LBH PWI Maluku Rony Samloy menilai, Kajari Ambon Adhryansah telah salah dalam menafsirkan pasal 10 Kode Etik Jurnalistik, sehingga terkesan melakukan intimidasi terhadap kebebasan pers.

“Di pasal 10 KEJ hasil Kongres Nasional PWI 2024 sama sekali tidak ada redaksional “mencabut berita”. Penafsiran pasal 10 ayat (1) KEJ a quo menyebutkan wartawan yang menyadari adanya kekeliruan dalam pemberitaan tanpa diminta narasumber atau pihak lain wajib memperbaiki atau meralat” dan tidak ada kata mencabut isi berita,” tegas Samloy kepada wartawan di Kantor PWI Maluku Jalan Said Perintah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Jumat (5/4/2024).

Menyangkut pemberitaan media online referensimaluku.id dan malukuekspres.com dibawah judul: Tersangkut Kasus “Pancuri Kepeng”, Tiga Pejabat Politeknik Ambon Disidang, Direktur Polnam Sengaja Dilepas Jadi “ATM Berjalan APH” kata Samloy, pihak redaksi referensimaluku.id dan malukuekspres.com telah melayani hak jawab dan koreksi sebagaimana amanat Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang RI Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan maksud asal 10 KEJ 2024.

“Hak jawab dan hak koreksi telah dimuat referensimaluku.id dan malukuekspres.com pada 4 April 2024 dengan judul: “Kajari Ambon Kasih Hak Koreksi dan Hak  Jawab Soal Pemberitaan Direktur Politeknik Ambon Sengaja Dilepas Jadi “ATM Berjalan” di Kasus Tipikor Polnam Tahun 2022″ dan “APH Tak Pernah Jadikan Direktur Polnam sebagai ATM Berjalan  di Perkara Dugaan Tipikor Penggunaan DIPA tahun 2022, Kami Sudah Sesuai Prosedur”. Lalu mau apa lagi. Kalau soal permintaan maaf dan cabut berita tidak mungkin media massa melakukan hal tersebut sepanjang isi pemberitaan mengenai fakta persidangan dan bersifat dugaan, sebab pers atau wartawan mengabdi untuk kepentingan publik, dengan kata lain mencabut isi berita adalah pelanggaran UU Pers,” tegas Samloy.

Baca Juga: 300 Personel Polresta Siap Amankan Perayaan Idul Fitri

Menurut Samloy, desakan, ancaman dan intimidasi pencabutan berita referensimaluku.id dan malukuekspres.com oleh Kajari Ambon dalam suratnya bernomor: B-821/Q.1.10/Fs/04/2024 tanggal 5 April 2024 dan Nomor: B-822/Q.1.10/Fs/04/2024 tanggal yang sama adalah permintaan dan atau pemahaman yang keliru besar, bahkan salah kaprah serta bentuk intimidasi dan pengekangan terhadap kemerdekaan pers di NKRI.

“Mengapa saya sebut keliru besar dan salah kaprah, sebab pencabutan berita adalah hal yang bertentangan dengan UU Pers in casu Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Media Siber, dimana angka 5 disebutkan bahwa, berita yang dipublikasikan tidak dapat dicabut kecuali terkait beberapa hal seperti masalah SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), norma kesusilaan dan masa depan anak-anak. Pertanyaannya berita “pancuri kepeng” dan  atau korupsi di Politeknik Negeri Ambon,  isinya melanggar unsur SARA, norma kesusilaan dan masa depan anak-anak itu ada di redaksional yang mana. Intimidasi pencabutan berita adalah arogansi kekuasaan yang layak dikualifisir sebagai bentuk pelanggaran UU Pers sebagaimana amanat Pasal 8 UU Pers tentang Perlindungan Terhadap Wartawan, dimana wartawan tidak dapat dipidana dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya,” tegas Samloy.

Samloy mengaku, merasa tergelitik sebab jika merujuk pada pemberitaan kedua media dimaksud sama sekali tidak secara vulgar dan eksplisit menyebutkan nama institusi Kejari Ambon, hanya yang ditulis adalah aparat penegak hukum atau APH, yang herannya, Kajari Ambon terkesan reaktif dibalik pemberitaan kedua media online tersebut, padahal yang harus responsif adalah Direktur Politeknik Negeri Ambon.

“Frasa akronim APH di pemberitaan kedua media siber itu luas penjabarannya karena tak hanya meliputi institusi kejaksaan,tapi juga ada institusi kepolisian, kehakiman dan advokat. Kok Kejari Ambon merasa tersudut dan seolah-olah “kepanasan” di balik pemberitaan tersebut. Ada apa di balik semua ini. Logikanya yang harus memberikan hak jawab dan hak koreksi penuh dalam pemberitaan tersebut adalah Direktur Polnam  bukan sepenuhnya hak koreksi dan hak jawab menjadi domain Kejari Ambon. Ini perlu diluruskan agar tidak membingungkan publik,” tutur Samloy.

Samloy menegaskan, pihaknya siap menghadapi upaya hukum yang akan dilakukan Kejari Ambon, jika kedua media ini tidak mencabut isi berita yang dimintakan pihak Kejari Ambon.

“Silakan saja kalau mau proses hukum. Atas dasar kemerdekaan pers di negara demokrasi Indonesia yang kita cintai ini, kita siap menghadapi setiap tantangan, termasuk ancaman proses hukum terhadap pemberitaan media di Maluku,” tegas Samloy.(S-06)