Laturiuw Sesalkan Honor Guru SMPN 9 Ambon Dipotong
AMBON, Siwalimanews – Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Chritianto Laturiuw menyesalkan adanya pemotongan honorarium yang dilakukan Kepala SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa terhadap sekitar 20 guru dan pegawai pada lembaga tersebut.
Tak tanggung-tanggung, Parinussa telah melakukan pemotongan sebanyak 50 persen dari honorarium yang diperoleh mereka setiap bulannya bahkan pemotongan ini sudah dilakukan sebanyak tiga kali yakni pada Desember 2021, Juli 2022 dan Desember 2022.
“Saya pribadi ketika mendengarkan hal tersebut, merasa prihatin artinya kalau para guru harus mengadu maka sangat kasihan itu. Masalahnya mereka harus habiskan energi untuk menyampaikan aduan padahal tugas dia untuk mengajar, bagaimana dia mau fokus kepada peserta didiknya sementara terkait haknya sudah terganggung seperti itu,” ungkap Laturiuw, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Selasa (17/1).
Dikatakan, di lembaga pendidikan mestinya dihindari persoalan seperti itu artinya setiap jajaran kependidikan baik kepala sekolah dan jajarannya lebih fokus terhadap penerapan kurikulum di sekolah dan terkait dengan hak guru honor disarankan untuk tidak melakukan hal kebijakan seperti ini.
“Itu menyangkut dengan hak orang mestinya juga dibicarakan secara baik-baik dan itu sumber dananya dari mana, apakah menggunakan dana BOS atau uang yayasan atau uang komite namun yang berkaitan dengan hak seseorang harus dibicarakan baik-baik karena yang namanya lembaga pendidikan itu jangan sampai terkesan seperti ada pimpinan dan bawahan dengan perilakunya seperti itu,” ujarnya.
Baca Juga: Guru SMPN 9 Ambon Keluhkan Pemotongan HonorariumKata dia, cara menghormati seperti begitu kalau juga berkaitan dengan hak para pendidik sebetulnya harus dipanggil dan dibicarakan dengan baik, ibaratnya seperti dalam sebuah keluarga.
“Kalau kita melakukan pemotongan hak mereka tentunya sangat mengganggu konsistensi atau integritas dari yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik, apalagi honor yang diberikan bukan representasi dari jawaban dari sebuah kelelahan sebagai seorang pendidik namun sebaliknya dilakukan pemotongan seperti itu,” terang politisi Partai Gerindra ini.
Laturiuw mengaku, setelah mendengarkan informasi ini maka sepulang dirinya dari kegiatan Bamus, maka Komisi II akan mengagendakan untuk melakukan pertemuan bersama Dinas Pendidikan Kota Ambon.
“Kami sudah pernah memberikan cacatan bagi Dinas Pendidikan artinya lembaga kita ini punya PR masih terlalu banyak, ada infrastruktur sekolah yang belum disiapkan, bagaimana dengan penerapan kurikulum merdeka belajar, apakah itu sudah jalan ataukah belum lalu kita diperhadapkan dengan persoalan seperti ini maka ini juga menambah beban di masing-masing sekolah, kasihan itu. Kalau mereka mengalami persoalan keuangan seperti itu maka bicarakan dengan kami di komisi supaya kita juga sampaikan ke Pemkot karena seluruh tenaga pengajar di sekolah itu tidak serta merta menjadi kewajiban sekolah tapi negara maupun daerah itu mempunyai kewajiban untuk memperhatikan mereka, dia bukan mengajarkan anak-anaknya sendiri tetapi mengajarkan warga bangsa ini, masakan kita sebagai wakil rakyat tidak menyampaikan rasa keprihatinan kita dengan persoalan seperti begitu,” tandasnya.
Prinsipnya, tegas Laturiuw, Komisi II tidak mau terganggu dengan kondisi seperti bagitu karena saat ini sementara berkonsentrasi untuk menyelesaikan masalah infrastruktur pendidikan.
“Kita telah memberikan cacatan dan pesan juga kepada Dinas Pendidikan agar juga memastikan jumlah tenaga guru dan honorer yangakan pensiun di tahun 2023. Kami tidak mau lagi persoalan seperti begini mengganggu aktivitas kurikulum merdeka belajar di tahun 2023 ini,” pintanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon, Ferdinand Tasso mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi dari Kepala sekolah namun perlu informasi lain dari pihak terkait agar informasi bisa lebih lengkap.
“Kita sudah terima informasi dari kepsek namun perlu informasi lain dari pihak terkait agar informasi bisa lebih lengkap,” ujar Tasso, kepada Siwalima, melalui pesan WhatsApp, Selasa (17/1).
Sebelumnya diberitakan, sejumlah guru dan pegawai SMPN 9 Ambon keluhkan pemotongan honoranium yang diberikan sebagai jasa pengabdian mereka di lembaga pendidikan tersebut.
Kepada Siwalima, sejumlah guru dan pegawai yang enggan namanya dikorankan itu mengaku kecewa dengan kinerja Kepala SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa yang telah menginstruksikan pemotongan honoranium sebesar 50 persen kepada 20 guru dan pegawai pada SMPN 9 Ambon. Padahal honor yang diberikan kepada mereka per bulan sebesar Rp 1 juta.
“Pemotongan sebesar 50 persen ini sudah dilakukan sebanyak tiga kali yakni di bulan Desember 2021, Juli 2022 dan Desember 2022, dengan alasan hanya bekerja setengah bulan atau tidak full, padahal kami ini juga ada yang mengajar full dari pagi sampai sore. kalau honor kami dipotong 50 persen maka kami hanya menerima 500 ribu padahal kami sementara mempersiapkan dirinya memasuki hari raya natal,” ujar mereka, kepada Siwalima, di Ambon, Sabtu (14/1).
Tak hanya persoalan pemotongan honoranium guru maupun pegawai namun kebijakan kepsek ini sudah sangat meresahkan para guru dan orang tua siswa. Termasuk penggunaan uang komite yang tidak diketahui oleh ketua dan pengurus komite.
“Secara terang-terangan dalam rapat bersama orang tua siswa, kepsek mengaku jika telah menggunakan uang komite yang dipungut pihaknya untuk membeli kebutuhan sekolah termasuk membeli seragam batik bagi guru-guru namun sangat disayangkan penggunaan uang komite itu tidak diketahui ketua dan pengurus komite dan hal ini sempat membuat ketua komite kaget,” beber mereka.
Belum lagi, lanjut mereka, penggunaan dana BOS yang tidak transparan sehingga pihaknya meminta agar Penjabat Walikota dan Kepala Dinas Pendidikan untuk segera mengevaluasi kinerja kepala sekolah bila perlu diganti dengan orang yang memiliki integritas yang baik.
Sementara itu, Kepala SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa, yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Minggu (15/1) membantah telah melakukan pemotongan honoranium para guru dan pegawai pada lembaga yang dipimpinnya itu.
“Itu tidak benar, kalau saya sudah lakukan pemotongan honor mereka. Pemotongan dalam rangka apa ?, itu kapan ?. Kalau dilakukan pemotongan itu hanya kemarin untuk guru lepas karena itu dibiayai oleh komite tetapi uang komite kita sudah tidak dibayarkan lagi dari bulan September karena ditegur dari Ombudsman sehingga tidak ada uang lagi dan mereka hanya mendapatkan 500 ribu,” ujarnya.
Disinggung soal pemotongan yang sudah dilakukan tiga kali, Parinussa membantahnya.
“Itu tidak ada pemotongan baru kemarin saja,” katanya.
Anehnya pernyataan Parinussa itu bertolak belakang dengan fakta yang terjadi setelah disinggung jika pemotongan honor 50 persen itu sudah dilakukan sebanyak tiga kali.
Lagi-lagi, Parinussa beralibi hanya ketika tahun 2020 lalu karena corona sehingga para guru dan pegawai hanya masuk setengah bulan. Dan dibulan Desember 2022 lalu karena sudah tidak ditanggulangi lagi oleh uang komite siswa. (S-08)
Tinggalkan Balasan