AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Kota Ambon dibawah Pimpinan Asisten II Pemkot Ambon, Fahmi Salatalohy, akhirnya mem­bongkar Lapak-lapak yang tidak dipergunakan para pedagang.

Tercatat ada 39 lapak yang berlokasi di Pasar Apung Mardika dibongkar petugas Satpol PP Kota Ambon, Rabu (26/10) seki­tar pukul 07.00 WIT pagi.

Terkait pembongkaran itu, sejak Rabu hingga Kamis (27/10), para pedagang Pasar Apung, mend­tangi DPRD Kota Ambon menge­luhkan pembongkaran tersebut.

Pada pertemuan yang berlang­sung di ruang Paripurna, Gedung DPRD Kota Ambon, Belakang Soya, para pedagang diterima Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw bersama anggotanya.

Dalam pertemuan itu, pedagang menyampaikan kekecewaan atas pembongkaran yang terjadi. Pa­salnya, lapak-lapak yang dibongkar semuanya terdapat barang-barang milik pedagang didalamnya.

Baca Juga: Infrastruktur dan Ekonomi Kerakyatan Jadi Prioritas Fatlolon

Tidak hanya itu, kekecewaan juga dirasakan para pedagang, lantaran janji Asisten II yang akan menemui mereka dikawasan Pa­sar Mardika pada pagi tadi, juga tidak direalisasikan.

Hingga akhirnya, pedagang memilih mengeluhkan itu ke DPRD. setibanya di DPRD, Asisten II dan Kadisperindag Kota Ambon yang diundang secara lisan oleh Komisi II DPRD Kota Ambon, guna membahas persoalan para peda­gang, justru tidak hadir. Ketidak­hadiran kedua pejabat Pemkot itu tidak dikonfirmasi. Padahal, baik pedagang maupun anggota Komisi II telah menunggu kurang lebih satu jam dipelataran Gedung DPRD Kota Ambon.

Usai pertemuan, Ketua Himpu­nan Pedagang Pasar Mardika, Rudiman Tewe kepada wartawan menuturkan, pihaknya sangat kecewa dengan ketidakhadiran pejabat Pemkot Ambon, terutama Asisten II.

Dia mengatakan, pemerintah mestinya tidak menganggap pe­dagang sebagai musuh.

“Kita juga masyarakat kota yang juga memberikan kontribusi bagi pembangunan kota ini. Untuk itu, segala kebijakan mestinya dipertimbangkan. Kalau dikatakan, dibongkar karena tidak ada yang berjualan, kami berjualan, hanya saja pada jam-jam tertentu. Karena disitu kondisinya sulit untuk pem­beli itu bisa jangkau kita dibagian belakang. Jadi kalau dibongkar jam 7 pagi, itu memang pedagang belum waktu jualan,”tuturnya.

Namun intinya, lapak-lapak yang dibongkar itu, adalah milik peda­gang yang mereka pakai.

Dia menyebut, Pemkot Ambon melalui petugasnya, lakukan diskriminasi terhadap pedagang. Pasalnya, dari beberapa lapak yang dibongkar, adalah lapak yang tidak pernah diberi tanda cross (X).

“Ada banyak yang sudah diberi tanda silang, tapi tidak dibongkar. Dan yang diberi tanda silangpun ada barang-barang pedagang didalamnya,”ujarnya.

Pihaknya berharap, Pemkot Ambon adil dan lebih bijaksana dalam melihat persoalan para pedagang ini.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw menjelaskan, bahwa rapat tadi adalah bagian dari menindaklanjuti kedatangan para pedagang pada Rabu kemarin, atas persoalan yang sama.

Dalam hal ini, para Pedagang merasa, bawah aktivitas mereka itu sesuai ketentuan. Namun kemu­dian dibongkar.

“Terkait hal itu, komisi juga sudah meninjau langsung ke pasar. Dan ternyata, langkah yang dilakukan Pemkot, menurut kami ada kesa­lahan, karena memang ada bebe­rapa lapak yang dibongkar itu se­dang dipakai berjualan,” cetusnya.

Pasca peninjauan, lanjut Tito, komisi kemudian mengundang rapat tim pembongkaran Pemkot Ambon, yang dalam hal ini dikoordinir Fahmi Salatalohy,  namun tidak digubris.

“Pedagang ini bukan me­nen­tang apa yang dilakukan peme­rintah kota, yakni mem­bongkar lapak-lapak mereka, me­reka mendukung, hanya saja instruksi Walikota Ambon itu juga harus jelas dan benar. Dan itu yang sebenarnya komisi ingin dengar. Penjelasan terkait dengan langkah yang telah dilakukan itu,” tan­dasnya.

Pihaknya berharap, agar per­soalan ini dapat dibicarakan se­cara baik dengan pedagang, tidak perlu menimbulkan kegaduhan dalam pasar.

Tito menambahkan, bahwa bi­cara konsep tentang penataan pasar, bukan berarti mempercantik pasar, tetapi bagaimana masyara­katnya, pedagangnya bisa sejah­tera. Dan itu mestinya dijamin.

“Jadi bagaimana mensejahtera­kan masyarakat dengan langkah kebijakan yang tidak membe­bankan rakyatnya sendiri. Penerti­ban bole dilakukan, tapi harus se­suai ketentuan,”tandasnya. (S-25)