AMBON, Siwalimanews – Abdur Gafur Laitupa, tersangka dugaan korupsi pembelian lahan pem­bangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Namlea akan mengajukan penangguhan penaha­nan.

Mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Buru itu be­rencana mengajukan penangguhan pekan depan ke penyidik Kejati Maluku.

Hal itu diungkapkannya melalui penasehat hukum  Syukur Kaliky kepada Siwalima di Pengadilan Ne­geri Ambon, Selasa (2/9).

“Kami akan menempuh proses hukum sebaik-baiknya. Kami akan mengajukan penangguhan penaha­nan pekan depan ke penyidik,” ujar Kaliky.

Kaliky menjelaskan, alasan pe­ngajuan tersebut lantaran kliennya sakit. Laitupa disebut memiliki pe­nyakit asam urat dan masih memiliki luka karena pernah terjatuh saat berkendara dengan motor.

Baca Juga: Pemda SBB Siap Hadapi Gugatan Dominggus, Cs

Sementara penasehat hukum Fery Tanaya mengatakan pihaknya masih mengkaji kasus yang dituduhkan kepada Tanaya. “Soal langkah hu­kum apapun itu, saya rasa kami masih mengkaji ya,” ujar Herman Koedoeboen Penasehat Hukum Tanaya kepada Siwalima Selasa (1/9) malam.

Untuk diketahui, Kejati Maluku Senin (31/8), resmi menahan dua tersangka ka­sus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Namlea.

Kedua tersangka itu yakni pengu­saha Ferry Tanaya dan Kasi Peng­ukuran pada Badan Pertahanan Nasional (BPN) Provinsi Maluku Abdul Gafur Laitupa. “Dua ter­sangka sudah ditahan setelah ke­dua­nya di­periksa dalam status seba­gai tersang­ka,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette, di Kantor Kejati Maluku, Senin, (31/8).

Tanaya dan Laitupa ditahan di Rutan Polda Maluku Tantui. Penaha­nan dilakukan selama 20 hari sejak 31 Agustus 2020 sampai 19 September 2020. Penahanan terhadap ke­dua tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka sejak pukul 09.30 Wit sampai pukul 16.00 Wit dengan didampingi tim  penase­hat hukum masing-masing.

Ferry Tanaya didampingi pena­sehat hukumnya, Herman Koedoe­boen, Firel Sahetapy dan Fileo Pis­tos Noija. Sedangkan, Laitupa di­dampingi penasehat hukumnya Syukur Kaliky.

Seperti diberitakan, Ferry Tanaya telah ditetapkan sebagai tersang­ka, berdasarkan Surat Penetapan Ter­sangka Nomor: B-749/Q.1/Fd.1/05/ 2020, tanggal 08 Mei 2020. Se­dangkan Abdur Gafur Laitupa, mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabu­paten Buru dite­tapkan sebagai ter­sangka, berda­sarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-750/Q.1/Fd.1/05/2020, tanggal 08 Mei 2020, dalam kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar itu.

Lahan seluas 48.645, 50 hektar di kawasan Jikubesar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru milik Ferry Tanaya dibeli oleh PLN untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.

Sesuai nilai jual objek pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2. Namun diduga ada kongkalikong antara Ferry Tanaya, pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi dan oknum BPN Kabupaten Buru untuk menggelem­bungkan harganya. Alhasil, uang ne­gara sebesar Rp.6.401. 813.600 berhasil digerogoti.

Hal ini juga diperkuat dengan hasil audit BPKP Maluku yang diserahkan kepada Kejati Maluku.

“Hasil penghitungan kerugian negara enam miliar lebih dalam perkara dugaan Tipikor pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangu­nan PLTG Namlea,” kata Kasi Pen­kum Kejati Maluku, Samy Sapulette.

Sapulette mengatakan, Ferry Ta­naya dan Abdul Gafur Laitupa di­te­tapkan sebagai tersangka berda­sar­­kan bukti-bukti yang dikantongi jaksa.

“Berdasarkan rangkaian hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik ditemukan bukti permu­laan yang mengarah dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut yaitu FT dan A.G.L,” ujarnya. (Cr-1)