AMBON, Siwalimanews – Tiga terdakwa penganiayaan perawat Covid-19 menyebut ada dugaan rekayasa terhadap dak­waan oleh jaksa pe­nuntut umum (JPU). Dalam si­dang yang di­gelar di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (2/9), JPU meng­ha­dirkan tiga terdakwa penganiaya itu yakni Muh Sahal Keiya, Sitti Nur Keiya, dan Ida Laila Keiya.

Sidang dipimpin majelis ha­kim yang dipimpin Lucky Rombot Kalalo selaku hakim ketua di­dampingi Christina Tetelepta dan Hamzah Kailul selaku hakim ang­gota. Terdakwa didampingi pena­sehat hukumnya Syukur Kaliky.

Pantauan Siwalima, sidang sem­pat ricuh, lantaran para ter­dakwa menilai dakwaan jaksa ti­dak benar. Para terdakwa menga­takan semua­nya direkayasa. Be­gitu juga para keluarga dan kerbat yang hadir.

Tepuk tangan bersahutan setiap kali terdakwa menyampaikan pen­dapatnya terkait dengan pemu­kulan terhadap perawat Covid-19 itu. “Kami tidak memukul sama se­kali,” kata terdakwa Sahal Keiya.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan itu juga riuh dengan tepukan tangan maupun suara ber­teriak, manakala  terdakwa atau pun para saksi berbicara. Dalam per­sidangan sempat terjadi adu mulut terkait dakwaan jaksa ter­sebut.

Baca Juga: Masih Lidik, Direskrimsus Enggan Berkomentar

Selain pembacaan dakwaan, sidang itu sekaligus dilakukan pe­meriksaan saksi. Para saksi yang dihadirkan adalah korban serta tiga perawat lainnya. Saksi yang diha­dirkan adalah korban Jomima Orno, serta Dana musa, Marsela Sahuleka, dan Herty. M. Opier.

Ketiga saksi itu membenarkan dakwaan jaksa. Namun lagi-lagi, terdakwa mengatakan semuanya direkayasa.

Dalam persidangan, JPU Heru Ham­dani menguraikan, mereka me­lakukan kekerasan terhadap pe­tu­­gas medis bernama Jomima Orno. Peristiwa itu terjadi pada 26 Juni 2020 sekitar pukul 08.00 WIT di RS­UD dr. Haulussy tepatnya di depan ka­mar mayat Covid 19 jalan Dr. Kayadoe Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.

Kejadian tersebut berawal ketika pasien positif Covid-19 bernama Hasan Keiya dinyatakan mening­gal pada pukul 08.00 WIT.

Saat itu, Jomima bersama Meid sebagai petugas medis yang ber­tugas membawa jenazah ke kamar jenazah khusus pasien covid. Ke­tika di depan kamar jenazah, Meid  masuk melalui pintu belakang un­tuk membuka pintu kamar jenazah.

Sementara itu, Jomima menu­nggu di depan kamar jenazah. Se­lanjutnya, para tersangka meng­hampiri Jomima. Tanpa bicara, terdakwa langsung membuka selimut yang menutupi jenazan lantas mencium jenazah.

Sementara itu,  terdakwa II langsung melayangkan pukulan dengan menggunakan kepalan ta­ngan kanan kearah pipi kiri Jomima sambil mengatakan, “gara-gara ose sampe beta laki mati, kamong kurung dia di tempat corona, kamong seng kasi makan dia”. Lalu, ter­dakwa melakukan pemu­ku­lan kepada Jomima pada kepala bagian belakang serta tulang belakang.

Namun, Jomima tidak dapat me­mastikan pemukulan tersebut de­ngan menggunakan kepalan ta­ngan kanan atau kiri. Sementara itu, terdakwa I memegang kedua lengan Jomima dari arah belakang untuk memberikan kesempatan ke­pada terdakwa lainnya untuk le­bih leluasa melakukan pemukulan.

Jomima sempat mencoba untuk meloloskan diri namun pukulan secara bertubi-tubi mengenai pu­nggung belakangnya.

Dalam dakwaan itu, jaksa juga menyebut,  Jomima juga mendapat satu kali tendangan yang mem­buatnya hampir terjatuh. Untung­nya, dia berhasil bersandar pada tembok.

Jaksa menyebut kejadian ter­sebut dibuktikan dalam hasil visum et repertum Nomor : 353/10/RSUD/2020 tanggal 26 Juni 2020 yang ditandatangani Dr. CW Sialana, Sp.FMKes.

JPU mengatakan para terdakwa melanggar pasal 170 ayat 1. Mereka diduga sama-sama meng­aniaya perawat covid tersebut. Diluar persidangan, jaksa menye­but, ketiganya terancam dipenjara selama 5,6 tahun.

Sementara itu, kuasa hukum ketiga terdakwa, Syukur Kaliky ke­tika ditemui usai persidangan me­nyebut, dakwaan jaksa serta kete­rangan saksi 89 persen adalah bohong.

“Tadi itu cerita fiktif yang dibuat oleh saksi,” ujar Kaliky.

Dia mengatakan, keterangan para saksi tidak benar. Para ter­dakwa sama sekali tidak memukul petugas medis tersebut.

“Para saksi hanya mendengar ucapan isteri almarhum, kalau gara-gara dia, suaminya mening­gal. Tapi tidak melihat adanya pe­mukulan terhadap korban,” ujarnya.

Menurutnya, keterangan yang benar harusnya terdakwa tidak sedikitpun memegang korban. Dia menuduh keterangan para pera­wat itu direkayasa.

“Dia sampaikan seakan-akan terdakwa yang pegang. Faktanya, dia tidak sekalipun menyentuh. Merka bilang melihat tapi tidak bisa menguraikan siapa yang pukul, dan di bagian mana saja,” ujarnya.

Dia melanjutkan, memang mereka sempat hendak memu­kul dengan menampar. Namun hal itu tidak dilakukan  Ketika ditanyakan mengapa saat persi­-dangan tidak melakukan eksepsi jika memang dakwaan jaksa tidak benar, Kaliky mengatakan hal itu tidak dilakukan berda­sarkan permintaan terdakwa.

Selain itu, Kaliky bahkan me­nyebut hasil visum yang dikantongi jaksa itu direkayasa. “Hasil visum direkayasa,” katanya.

Sidang yang berlangsung de­ngan ramai itu, ditunda pekan depan dengan pemeriksaan saksi lagi. Se­mentara sidang terhadap sepuluh terdakwa perampasan jenazah  yang rencananya disidangkan batal dilaksanakan dengan alasan yang tidak benar. (Cr-1)