Fraksi PDI Perjuangan dan Golkar memberikan kritikan keras terhadap Laporan Pertanggungjawaban Gubernur Maluku tahun 2022. Sementara enam fraksi lainnya justru menerima laporan itu dengan sejumlah catatan kritis.

Fraksi PDIP berpandangan, Lima bulan menjelang berakhirnya masa jabatan, Gubernur Maluku dinilai gagal menurunkan angka kemiskinan.

Dalam kata akhir fraksi yang diungkapkan, Ketua Fraksi PDIP DPRD Maluku, Jafet Pattiselano menjelaskan, berdasarkan data BPS Maluku, masalah kemiskinan di Maluku cenderung bertambah dari tahun 2022 ke 2023.

Dalam data BPS Maluku jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 296,660 ribu orang yang mengalami kenaikan sebanyak 6,09 ribu orang, tidak dibandingkan pada Maret 2022.

Bahkan angka ini mengalami peningkatan sebanyak 1,069 ribu orang jika dibandingkan pada September 2021.

Baca Juga: Giliran Menunggu Langkah Kejari 

Sedangkan pada Maret 2023 masyarakat miskin naik sebesar 301,61 ribu orang atau naik sebesar 4,95 ribu orang pada September 2022, dan naik 11,04 ribu orang pada Maret 2022

Bertambahnya penduduk miskin di Maluku dari Maret 2022 ke Maret 2023, memberikan gambaran bahwa pengelolaan APBD 2022 untuk program dan kegiatan penurunan penduduk miskin di Provinsi Maluku oleh gubernur gagal total.

Sementara Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku mengungkapkan sejumlah kegagalan Gubernur Maluku selama menjabat.

Kegagalan tersebut diantaranya, tidak menempati rumah dinas, tidak melakukan aktivitas kedinasan selaku gubernur di Kantor Gubernur Maluku, tetapi dialihkan ke rumah pribadi.

Tak hanya itu, mess Maluku sebagai salah satu aset daerah yang memiliki potensi untuk mendatangkan dividen bagi daerah, justru pembangunannya terbengkalai dan berantakan sampai saat ini.

Selain itu, kegagalan Gubernur dalam mengambil kebijakan banyak menimbulkan persoalan pasca penandatangan MoU dengan pihak III karena tanpa melalui koordinasi dengan DPRD.

Gubernur dinilai tidak mempraktikkan good government dalam tata kelola pemerintahan, dengan mengabaikan DPRD sebagai mitra eksekutif.

Sikap kritis dari Fraksi PDIP dan Golkar adalah sikap yang tepat sebagai wakil rakyat dalam mengawasi kebijakan gubernur yang dinilai bertentangan dengan aturan. Sikap ini yang seharusnya bisa juga dilakukan oleh enam fraksi lainnya yaitu, Hanura, Demokrat, PKS, Gerindra, Perindo Amanat Berkarya dan Pembangunan Bangsa.

Kendati dinamika ini merupakan hal biasa, dan ini adalah sikap politik yang tidak berbanding lurus dengan dinamika dalam pembahasan LPJ Gubernur.

Hal ini karena selama empat tahun terakhir banyak persoalan yang perlu diperbaiki oleh Pemprov yang dibuktikan dengan begitu banyak catatan yang disampaikan DPRD setiap kali paripurna, tetapi lagi-lagi masyarakat tidak mengetahui sejauh mana perbaikan terhadap catatan tersebut.

Sehingga wajar jika kemudian akademisi berpendapat bahwa sikap enam fraksi yang menerima LPJ ini adalah tamparan bagaikan drama yang dipertontonkan publik. Hal ini karena tidak konsisten, terhadap sikap awal dimana awalnya berkoar-koar karena OPD tidak memenuhi undangan untuk pembahasan tetapi ujung-ujungnya tidak tegas.

Sandiwara yang terjadi ini boleh dibilang bukan barang baru, sebab DPRD masih memiliki ketergantungan hidup pada eksekutif, dan hal ini  sangat memahami sikap labil yang ditunjukkan enam fraksi.

Kita berharap, kedepannya seluruh fraksi di DPRD Maluku harus konsisten menjaga marwah lembaga legislatif tersebut dan wajib memberikan kritikan bagi gubernur ataupun OPD jika itu bertentangan dengan aturan, sikap pengawasan tetapi juga harus kritik, karena semuanya itu demi pembangunan Maluku lebih baik kedepan.(*)