PADA rilis terbaru World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2023 oleh Internation Monetary Fund (IMF) pada 25 Juli lalu, outlook perekonomian global tahun ini diperkirakan lebih baik (jika dibandingkan dengan perkiraan WEO April lalu) untuk kemudian tetap stabil hingga 2024. Pada rilis Juli, IMF menyebutkan pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan turun dari 3,5% pada 2022 menjadi 3,0% pada 2023 ini dan 2024. Sementara perkiraan WEO per Juli yang 3,0% relatif lebih baik dari perkiraan WEO April 2023 yang 2,8% atau 0,2% lebih tinggi. Rilis IMF tersebut kemudian dieksplorasi lebih detail pada blog IMF edisi 27 Juli 2023 oleh Pierre-Olivier Gourinchas, Kepala IMF. Dikatakan bahwa ekonomi global terus pulih secara bertahap dari pandemi covid-19 dan invasi militer Rusia ke Ukraina. Dalam waktu dekat, tanda-tanda kemajuan tidak dapat disangkal. Krisis kesehatan karena pandemi covid-19 secara resmi berakhir, dan gangguan rantai pasokan global telah kembali ke level sebelum pandemi. Aktivitas ekonomi pada dua kuartal pertama tahun ini terbukti tangguh, meskipun di tengah lingkungan yang menantang, termasuk di tengah pasar tenaga kerja yang sangat kuat. Harga energi dan pangan telah turun tajam dari puncaknya yang disebabkan oleh perang, memungkinkan tekanan inflasi global mereda lebih cepat dari yang diperkirakan. Ketidakstabilan pasar keuangan setelah gejolak perbankan Maret lalu tetap terkendali berkat tindakan tegas oleh otoritas Amerika Serikat (AS) dan Swiss. Namun, banyak tantangan masih mengaburkan cakrawala, dan masih terlalu dini untuk merayakannya.

Di bawah perkiraan dasar IMF, outlook pertumbuhan ekonomi akan melambat dari 3,5% tahun lalu menjadi 3,0% tahun ini dan tahun depan. Paralel dengan data pertumbuhan ekonomi yang membaik, laju inflasi global juga diproyeksikan menurun dari 8,7% tahun lalu menjadi 6,8% tahun ini (revisi turun 0,2% dari proyeksi April yang 7,0%), dan turun lagi ke 5,2% pada 2024. Perlambatan ekonomi terkonsentrasi di kelompok negara maju, di mana pertumbuhan akan turun dari 2,7% pada 2022 menjadi 1,5% tahun ini dan tetap tenang di 1,4% pada tahun depan. Kawasan Eropa, yang masih terhuyung-huyung dari lonjakan tajam harga gas tahun lalu yang disebabkan oleh perang, akan melambat tajam. Sebaliknya, pertumbuhan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang (EMDE) diperkirakan meningkat dengan pertumbuhan tahun ke tahun naik dari 3,1% pada 2022 menjadi 4,1% tahun ini dan tahun depan.

Kabar gembira datang dari AS. Perekonomian negara itu tumbuh bagus di kuartal kedua 2023 sebesar 2,4% year on year, didorong oleh melonjaknya investasi bisnis. Data awal di kuartal ketiga ini terus menunjukkan tanda-tanda positif, termasuk kenaikan tajam dalam sentimen konsumen dan kinerja yang solid di pasar tenaga kerja. Namun, insentif untuk pabrik dapat diimbangi dengan penurunan kredit konsumen dan investasi bisnis yang melemah. Prospek ekonomi zona euro semakin menantang, dengan indikasi kinerja yang terus melemah. Pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua mungkin akan tetap lemah, dan purchasing manager index (PMI) Juli mengonfirmasi perlambatan lebih lanjut pada paruh kedua tahun ini. Mengingat inflasi inti yang masih tinggi, bank sentral Eropa (ECB) membiarkan pintu terbuka untuk satu kenaikan terakhir pada September nanti menjadi 4%, yang mengarah pada kondisi kredit yang lebih ketat dan mengurangi permintaan investasi. Permintaan eksternal yang lemah dari mitra dagang utama menambah angin sakal. Perbedaan di antara negara-negara anggota terlihat jelas, dengan Jerman tertinggal dan Spanyol menunjukkan momentum yang relatif kuat, terutama berkat layanan dan investasi publik.

Prospek ekonomi Jerman masih suram meskipun resesi lebih lanjut dihindari, dengan produk domestik bruto (PDB) stagnan di kuartal kedua 2023. Indikator menandakan kelemahan di semua sektor, dengan manufaktur dan jasa mengalami penurunan. Masalah struktural, seperti biaya energi yang tinggi dan kekurangan pekerja, memperburuk situasi, yang mengarah ke potensi penurunan ekonomi. Arus keluar modal menunjukkan memudarnya daya tarik sebagai tujuan investasi, menimbulkan tantangan lebih lanjut bagi perekonomian negara. Ekonomi Prancis kacau dengan stagnasi berkepanjangan meskipun ada dorongan mengejutkan untuk pertumbuhan di kuartal ketiga 2023. Pertumbuhan PDB di kuartal kedua 2023 cukup kuat pada 0,5% secara kuartal ke kuartal (q-to-q), yang sepenuhnya didorong oleh perdagangan bersih, khususnya ekspor, didukung oleh pengiriman kapal pesiar besar. Akan tetapi, penurunan permintaan kredit korporasi menunjukkan prospek yang menantang untuk investasi di semester kedua ini, mengisyaratkan penurunan pertumbuhan PDB yang ditandai di kuartal ketiga, yang d

iharapkan akan kontraksi 0,1% secara q-to-q. Pada galibnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang membaik dipengaruhi oleh menguatnya pertumbuhan ekonomi di negara berkembang Asia yang tumbuh kuat pada level 5,3% tahun ini. Pertumbuhan ekonomi India (6%, peringkat ke-5 total PDB di dunia), Tiongkok (5,2%, peringkat kedua), dan Indonesia (5,0%, peringkat ke-17) akan menjadi penopang pemulihan ekonomi dunia tahun ini dan berlanjut di tahun depan.   Potensi risiko Pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan inflasi yang lebih rendah dari yang diharapkan menjadi berita yang disambut baik, menunjukkan bahwa ekonomi global menuju arah yang benar. Namun, di saat beberapa risiko buruk telah dimoderasi, keseimbangan tetap miring ke sisi negatifnya. Pertama, tanda-tanda pertumbuhan dari aktivitas global telah kehilangan momentum. Pengetatan kebijakan moneter global telah membawa suku bunga kebijakan ke wilayah kontraksi. Ini membebani aktivitas ekonomi, memperlambat pertumbuhan kredit ke sektor riil, meningkatkan pembayaran bunga rumah tangga dan perusahaan, serta memberi tekanan pada pasar real estat. Di AS, kelebihan tabungan dari transfer bantuan sosial terkait pandemi, yang membantu rumah tangga mengatasi krisis biaya hidup dan kondisi kredit yang lebih ketat, semuanya habis. Di Tiongkok, pemulihan setelah pembukaan kembali ekonomi­nya menunjukkan tanda-tanda kehilangan tenaga di tengah berlanjutnya kekhawatiran tentang sektor properti, dengan implikasi bagi ekonomi global. Kedua, inflasi inti, yang tidak termasuk harga energi dan pangan, tetap jauh di atas target bank sentral, dan diperkirakan menurun secara bertahap dari 6% tahun ini menjadi 4,7% pada 2024, revisi naik 0,4% dari perkiraan April.

Baca Juga: Salah Satu Upaya Pembinaan Bahasa Indonesia di Media Sosial

Lebih mengkhawatirkan lagi, inflasi inti di negara maju diperkirakan tetap tidak berubah pada tingkat rata-rata tahunan 5,1% tahun ini sebelum melandai menjadi 3,1% pada 2024. Jelas, pertempuran melawan inflasi belum dimenangi oleh bank-bank sentral negara maju. Meskipun terjadi pengetatan kebijakan moneter dan perlambatan ekspansi kredit bank, kondisi sektor keuangan telah mereda sejak tekanan perbankan pada Maret lalu di AS, Swiss, dan Jerman.   Arah kebijakan Dengan inflasi yang mulai surut, negara-negara di dunia telah memasuki tahap akhir dari siklus inflasi yang dimulai pada 2021. Risiko terhadap inflasi sekarang lebih seimbang dan sebagian besar negara ekonomi utama cenderung tidak membutuhkan kenaikan suku bunga kebijakan tambahan yang terlalu besar.

Suku bunga acuan telah mencapai puncaknya di beberapa ekonomi Amerika Latin, kecuali Argentina yang saat ini inflasi tahunannya mencapai level tertinggi (115,5%), sehingga masih membutuhkan kenaikan lanjutan untuk suku bunga acuannya. Namun, sangat penting untuk menghindari pelonggaran suku bunga acuan sebelum waktunya atau tergesa-gesa, yakni sampai inflasi yang mendasarinya menunjukkan tanda-tanda pendinginan yang jelas dan berkelanjutan sehingga mencapai target inflasi secara kokoh. Dalam hal ini IMF melihatnya belum sampai di sana.

Sementara itu, bank-bank sentral harus terus memantau sistem keuangan dan sewaktu-waktu siap menggu­nakan instru­men moneternya yang lain untuk menjaga stabilitas keuangan. Setelah bertahun-tahun duku­ngan fiskal yang besar di banyak negara, yang mana anggaran melakoni fungsi sebagai penyerap risiko atas berbagai guncangan, sekarang saatnya untuk secara bertahap memulihkan penyangga fiskal dan menempatkan dina­mika utang pada pijakan yang lebih berkelanjutan. Hal ini akan membantu menjaga stabilitas keuangan dan memperkuat kredibilitas keseluruhan terkait kebijakan strategis disinflasi (pelandaian inflasi). Tentu ini bukan seruan untuk penghe­matan umum, tetapi kecepatan dan komposisi konsolidasi fiskal harus memperhatikan kekuatan permintaan swasta sambil melin­dungi kelompok yang paling rentan. Sejauh ini terlihat bahwa beberapa langkah konsolidasi sepenuhnya sudah tepat. Misal­nya, dengan harga energi kembali ke tingkat sebelum pandemi, banyak langkah fiskal seperti subsidi energi harus dihapus atau dilepas secara bertahap.

Ruang fiskal juga merupakan kunci untuk melaksanakan banyak reformasi struktural yang dibutuhkan, terutama di negara-negara berkembang. Ini sangat penting karena prospek per­tumbuhan pendapatan per kapita jangka menengah telah meredup selama dekade terakhir lantaran diinterupsi oleh pandemi covid-19 dan berlanjut ke perang di Ukraina dengan semua efek negatifnya. Kemajuan baru-baru ini menuju resolusi utang untuk sejumlah negara berpenghasilan rendah sangat menggembirakan, meskipun sebenarnya kemajuan yang lebih cepat untuk negara-negara berutang tinggi lainnya lebih sangat dibutuhkan. Mun­culnya fragmentasi geo-ekonomi dengan ekonomi global yang terpecah menjadi blok-blok saingan akan sangat merugikan negara-negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah yang lebih bergantung pada ekonomi global secara terintegrasi, investasi langsung, dan transfer teknologi. Pesan jelas IMF ialah semua negara harus berkolaborasi dan meninggalkan hasrat terselubung untuk terjadinya fragmentasi ekonomi.Oleh: Ryan Kiryanto Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)