DALAM dinamika pemilihan umum yang demokratis, debat merupakan momen penting untuk mengungkap kebenaran, yakni para kandidat tidak hanya dilihat, tetapi juga diungkap. Hal itu terutama berlaku pada Pemilihan Presiden Indonesia 2024, yakni wacana KPU baru-baru ini untuk memodifikasi format debat cawapres telah memicu kekhawatiran yang signifikan. Pertimbangan untuk menghilangkan atau mengurangi debat cawapres secara eksklusif bukan hanya perubahan procedural, itu ialah keputusan yang sangat tidak sesuai dengan etos demokrasi di Indonesia, terutama bagi para pemilih muda.

Secara tradisional, debat telah menjadi tahap keberanian para kandidat diuji, visi, misi, dan kebijakan mereka diartikulasikan dan diteliti. Latihan demokratis ini memiliki arti yang lebih penting bagi para calon wakil presiden.

Sering kali dianggap sebagai figur kedua setelah presiden, wakil presiden memainkan peran yang sangat penting dan terkadang sangat menentukan dalam pemerintahan. Mereka ialah penasihat, wakil, dan dalam keadaan yang tidak terduga, pengganti. Pemahaman pemilih terhadap perspektif, keahlian, dan kemampuan para kandidat itu sangat penting karena peran mereka saling melengkapi dan sangat penting secara independen.

Pemilih muda

Bagi pemilih muda Indonesia, debat ialah salah satu pendidikan politik dan kunci dalam membentuk pilihan politik mereka sebab 52% dari 204 juta pemilih dalam Pemilu 2024 merupakan pemilih muda. Kecenderungan mereka mencari keaslian daripada retorika dan pesona tidak bisa diabaikan.

Baca Juga: Upaya Menggenjot Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional

Generasi ini mesti dipengaruhi dengan lebih banyak oleh isi kebijakan dan visi kandidat, bukan oleh pesona kandidat. KPU harus menyadari bahwa mengabaikan debat calon wakil presiden bisa mengasingkan pemilih muda yang mencari informasi substansial, bukan hanya faktor-faktor permukaan. Pemahaman komprehensif tentang setiap kandidat penting bagi mereka untuk membuat keputusan yang tepat.

Lebih jauh lagi, debat ialah tolok untuk transparansi dan akuntabilitas dalam politik. Debat mengharuskan para kandidat untuk secara terbuka membela kebijakan dan visi mereka di depan umum, menawarkan pengawasan langsung yang penting bagi demokrasi yang fungsional.

Debat calon wakil presiden yang eksklusif memastikan para kandidat bertanggung jawab secara langsung, bebas dari bayang-bayang kehadiran calon presiden. Pengawasan langsung ini sangat penting untuk meminta pertanggungjawaban para kandidat atas kebijakan mereka dan memastikan bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi bangsa.

Aspek penting lainnya dari debat ini ialah memahami dinamika antara calon presiden dan calon wakil presiden. Faktor ini sering kali menjadi elemen penentu keberhasilan atau kegagalan pemerintahan yang efektif. Para pemilih tidak hanya perlu menilai kompetensi individu para calon wakil presiden, tetapi juga kecocokan mereka dengan pasangan calon presiden. Debat terpisah menawarkan lensa yang lebih transparan untuk melihat proses berpikir independen, dan keterampilan pengambilan keputusan para calon wakil presiden yang sangat penting pada saat krisis nasional dan internasional.

Mengurangi fokus pada calon wakil presiden juga dapat mengarah pada pandangan reduksionis tentang wakil presiden sebagai peran sekunder atau pendukung. Perspektif ini melemahkan pentingnya posisi tersebut dan individu yang memegangnya. Sejarah penuh dengan contoh-contoh, yakni wakil presiden naik ke kursi kepresidenan karena keadaan yang tidak terduga atau sebagai perkembangan alami. Publik harus benar-benar memeriksa kesiapan mereka untuk peran potensial ini.

Debat wakil presiden yang eksklusif juga mendorong diskusi yang lebih mendalam tentang bidang kebijakan tertentu, yang sering kali memungkinkan para kandidat untuk menyelidiki rincian yang mungkin terlewatkan dalam diskusi yang lebih luas dan lebih umum dalam debat presiden. Kekhususan ini sangat penting bagi para pemilih yang tertarik dengan isu-isu tertentu dan ingin memahami bagaimana setiap pasangan calon berencana untuk mengatasinya.

Selain itu, debat yang menarik, terutama yang menyoroti suara-suara yang berbeda dari para calon wakil presiden, sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan demokratis. Debat dapat merangsang minat masyarakat terhadap politik, mendorong partisipasi pemilih, dan mendorong masyarakat yang lebih terinformasi secara politik. Dengan mengurangi waktu atau memfokuskan diri pada debat cawapres, KPU berisiko meredam antusiasme demokratis ini.

Dalam pemerintahan yang demokratis, peran cawapres ialah entitas yang berbeda dan berpengaruh, sangat penting untuk membentuk kebijakan nasional dan pengambilan keputusan. Mengurangi debat cawapres akan mengurangi kesempatan publik untuk mengevaluasi peran dan risiko penting ini, menutupi signifikansinya, dan berpotensi mereduksi kandidat cawapres menjadi sekadar bahan renungan politik daripada figur kepemimpinan yang penting. Pengurangan ini dapat menyebabkan pemilih yang kurang terinformasi dan proses demokrasi yang lemah.

Mengakui debat cawapres sebagai platform untuk menampilkan kemampuan dan visi individu sangat penting, untuk memastikan pemahaman yang menyeluruh dari seluruh tim kepemimpinan. Oleh karena itu, menyampingkan debat ini akan membungkam suara-suara politik yang krusial dan melumpuhkan semangat demokrasi dengan tidak memberikan pandangan yang lengkap kepada para pemilih, mengenai siapa yang akan memimpin masa depan bangsa mereka. Oleh karena itu, melestarikan debat capres-cawapres menjadi sangat penting, bukan hanya sebagai tradisi, melainkan juga sebagai instrumen penting untuk meningkatkan wacana demokratis dan memberdayakan para pemilih yang semakin terlibat dalam memahami nuansa kepemimpinan politik.

Menghadapi usul KPU untuk mengubah format debat cawapres dalam Pemilihan Presiden Indonesia 2024, kita dihadapkan pada dilema: Apakah ini langkah maju atau mundur dalam demokrasi kita? Keputusan ini tidak hanya mempertaruhkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga menunjukkan bagaimana kita menghargai setiap suara dalam proses demokrasi. Terutama, bagi pemilih muda yang mengutamakan keaslian daripada retorika.

Pengurangan fokus pada debat cawapres berisiko mengurangi kapasitas pemilih muda untuk membuat keputusan yang terinformasi dan matang. Ini bukan hanya soal format, melainkan juga sebuah pertanyaan mendalam tentang nilai-nilai demokrasi yang kita anut dan seberapa baik kita memahami serta menghargai struktur kepemimpinan nasional kita. Oleh: Virdika Rizky Utama Peneliti PARA Syndicate (*)