AMBON, Siwalimanews – Setelah mene­tap­kan Richard Lou-henapessy sebagai tersangka, Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi dide­sak untuk meng­usut aliran dana ke peng­uasa Kota Ambon itu.

Selain RL, sebutan akrabnya, KPK juga menetapkan Amri, Spd, SH, MH, Kepala Per­wakilan Regional Alfa­midi dan Andrew Erin Heha­nussa, honorer di Pemkot Ambon.

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu me­ngatakan, langkah be­rani yang dilakukan oleh KPK dengan menetap­kan RL sebagai ter­sangka, tentunya telah melalui rangkaian peme­riksaan yang cukup panjang.

“KPK itu lembaga hukum jadi kalau sampai dia menetapkan RL sebagai tersangka maka itu sudah melalui proses yang panjang dan penuh dengan keteli­tian,” ungkap Pellu saat diwawan­carai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/5).

Dijelaskan, tim penyidik KPK dalam menentukan status hukum seseorang termasuk Walikota Ambon sesungguhnya telah mengan­tongi dua alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, sebab KPK tidak akan membiarkan ter­sangka yang ditetapkan lepas karena kurangnya ketelitian.

Baca Juga: Jaksa Ringkus  Koruptor PNPM Mandiri Aru

Dengan adanya penetapan ter­sang­ka terhadap walikota Ambon dan dua orang lainnya oleh KPK, lan­jut Pellu, maka saat ini masya­rakat sedang menunggu langkah KPK untuk mengusut aliran dana yang diberikan atau dijanjikan ke­pada walikota Cs.

“Langkah KPK ini sudah baik tinggal sekarang KPK harus meng­usut aliran dana yang diberikan atau dijanjikan kepada RL,” tegasnya.

Menurutnya, KPK harus mem­perlakukan kasus Walikota Ambon sama dengan kasus mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan Tagop Soulissa, dimana lembaga anti rasuah itu mengusut dari mana aliran dana tersebut berasal, termasuk pihak-pihak selain walikota yang menerima dana tersebut.

KPK harus mengedepankan prin­sip persamaan didepan hukum dalam semua tindakan yang dilaku­kan artinya, semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini harus dibongkar agar tidak terkesan adanya tebang pilih dalam pene­gakan hukum.

Terpisah, praktisi hukum Paris Laturake juga meminta KPK untuk mengusut aliran dana yang digu­nakan dalam tindak pidana korupsi yang menjerat Walikota Ambon Richard Louhenapessy, dan dua orang tersangka lainnya.

“KPK harus bisa mengusut aliran dana yang digunakan dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan Walikota Ambon,” tegasnya.

Hal ini kata Laturake perlu dilaku­kan guna mengetahui dan mencari pihak-pihak yang bekerja sama dengan tujuan menguntungkan diri sen­diri dan orang lain sehingga da­pat dijerat dengan hukum yang berlaku.

Laturake berharap, KPK berani untuk membongkar kasus ini agar Kota Ambon dapat terbebas dari praktik-praktik korupsi  yang selama ini ditutup-tutupi.

Hal yang sama juga diungkapkan praktisi hukum Nelson Sianressy, Dia meminta lembaga anti rasuah tersebut menelurusi semua aliran dana sebagai bagian dari dugaan gratifikasi yang menjerat para tersangka.

Dikatakan, jika walikota bersama Ke­pala Perwakilan Regional Alfamidi dan Andrew Erin Hehanussa, honorer di Pemkot Ambon telah ditetap­kan sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi gerai Alfamidi, berarti KPK memiliki cukup bukti yang kuat.

Indikasi gratifikasi tersebut harus juga ditelurusi KPK aliran dananya kepada pihak mana-mana saja yang menerima maupun yang memberi.

Dengan ditetapkannya Walikota sebagai tersangka dan pihak lain­nya, lanjut Sianressy, KPK juga diharapkan menelusuri seluruh aliran dana.

“Artinya KPK harus juga telusuri semua aliran dana itu terkait dengan gratifikasi itu. Dan dengan ditetap­kan tersangka itu berarti KPK sa­ngat diakui kinerja untuk mengusut kasus-kasus korupsi, dan harus usut semua orang yang menerima grati­fikasi itu,” ujar mantan calon Komi­sioner KPK ini saat diwawancarai Siwalima melalui telepon seluler­nya, Rabu (4/5).

Sianressy meminta, lembaga anti rasuah ini bertindak adil dan tidak tebang pilih ataupun melindungi pihak-pihak manapun, dimana du­gaan gratifikasi tersebut harus di­usut hi­ngga tuntas baik pihak yang memberi ataupun juga yang  menerima.

“Kami berharap supaya KPK untuk menjerat tersangka-tersangka lain, siapapun yang menerima dan memberi harus ditelusuri,” pintanya.

Dia yakin, KPK akan bertindak serius dan tidak melindungi siapa­pun dalam kasus dugaan korupsi, pihak manapun yang menerima aliran dana gratifikasi gerai Alfamidi ini pasti ditelusuri.

“Baik keluarga ataupun siapun, siapapun yang menerima, yang memberikan harus diusut KPK sampai ke akar-akarnya. Siapapun yang menerima aliran dana itu atau menampung aliran dimanapun baik itu keluarga atau tidak, harus diminta pertanggungjawaban,” tegasnya.

Warga Dukung KPK

Pujian dan apresiasi bertubi-tubi datang dari warga Kota Ambon, untuk hasil kerja keras yang diper­lihatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Langkah KPK yang telah menjerat RL dalam kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi pembangu­nan sejumlah gerai Alfamidi itu sontak menuai pujian warga.

Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo mengatakan walaupun KPK belum secara resmi mengumumkan penetapan tersangka Walikota Ambon dan oknum-oknum lainya dalam kasus korupsi, namun langkah ter­sebut harus didukung penuh oleh masyarakat.

“Ini langkah baik yang ditun­jukkan oleh KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Kota Ambon,” ungkap Wadjo saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/5).

Dikatakan, ketika dalam surat panggilan saksi-saksi telah dican­tum­kan status tersangka maka se­cara tidak langsung KPK telah mengantongi dua alat bukti dalam kasus dimaksud dan hanya menu­nggu waktu yang tepat untuk di­umumkan kepada publik.

Dalam menetapkan seseorang termasuk pejabat dalam kasus tin­dak pidana korupsi, KPK tentu akan sangat berhati-hati sebab konse­kuensinya terhadap penetapan tersebut dapat diajukan gugatan praperadilan yang dapat ditempuh oleh tersangka.

“KPK ini kan lembaga hukum juga jadi dalam menetapkan tersangka sudah pasti KPK sangat hati-hati dan kalau dalam surat panggilan saksi-saksi sudah ada tersangka maka KPK sudah mantap menda­patkan dua alat bukti,” tegasnya.

Terhadap persoalan ini, Wadjo meminta KPK untuk mengung­kapkan semua pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, artinya tidak hanya sampai pada walikota dan stafnya melainkan semua pihak yang terlibat agar ada efek jera.

Tak Kebal Hukum

Praktisi hukum Rony Samloy menjelaskan KPK sebagai lembaga penegak hukum dalam kaitan de­ngan tindak pidana korupsi sesung­guhnya sebelum menetapkan sese­orang sebagai tersangka sudah pasti berdasar data dan alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Artinya, ketika KPK dalam me­nen­tukan status dari Walikota Ambon Richard Louhenapessy cs tentunya telah melalui suatu proses yang cu­kup panjang dengan tetap memper­hatikan dua alat bukti yang cukup berdasarkan hukum acara KPK.

“Yang pasti ketika KPK menen­tukan status dari seseorang terma­suk Walikota Ambon sudah tentu KPK telah memiliki dua alat bukti yang sah berdasarkan hukum acara, sehingga dapat dipertanggungja­wabkan,” tegas Samloy.

Menurutnya, persoalan KPK belum mengumumkan secara tegas status tersangka yang disandang Walikota Ambon dan Cs merupakan persoalan teknis yang sesungguh­nya hanya tergantung dari pimpi­nan KPK sehingga tidak menjadi pe­nghalang bagi KPK dalam mela­kukan tindakan hukum.

Karena itu, Samloy memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap langkah KPK yang selama ini bekerja keras dalam mencari dan mengumpulkan alat bukti dalam rangka menuntaskan kasus korupsi yang selama ini terjadi di Maluku.

Apalagi imbuhnya, selama ini para pejabat daerah baik Kabupaten maupun Kota merasa kebal hukum karena belum disentuh oleh KPK dan mengakibatkan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain terus terjadi.

Samloy berharap langkah KPK ini bukan saja menyasar Kabupaten Buru Selatan dan Kota Ambon saja melainkan seluruh kabupaten dan kota termasuk pemerintah Provinsi Maluku agar dapat membongkar praktik-praktik korupsi yang selama ini terjadi.

Pegawai Honorer Pemkot Ambon, Andre Hehanussa yang dikonfir­masi Siwalima beberapa kali melalui sambungan seluler tidak merespon.

Jadi Tersangka KPK

Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan RL sebagai tersangka, bersama Amri, Spd, SH, MH,  Kepala Perwakilan Regional Alfamidi dan Andrew Erin Hehanussa, honorer di Pemkot Ambon.

KPK menduga Walikota dua pe­rio­de ini menerima hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pemba­ngunan sejumlah gerai Alfamidi tahun 2020.

Status RL sebagai tersangka dike­tahui dari surat panggilan kepada sejumlah saksi untuk diperiksa dua hari terakhir, di Polresta Pulau Ambon PP Lease.

Surat tersebut diteken mantan Ka­polres Ambon Didik Agung Widja­narko, yang kini menjabat sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Ekse­kusi KPK, tertanggal 22 April 2022.

Pada surat berlogo KPK itu, para saksi yang dipanggil, diharuskan datang menghadap penyidik KPK untuk didengar keterangannya dalam perkara tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh tersangka Amri, SPd, SH, MH.

Tersangka Amri diduga memberi hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi kepada RL.

Selain itu, KPK menyebutkan, tin­dak pidana korupsi yang dikakukan oleh tersangka RL selaku Walikota Am­bon bersama-sama dengan ter­sa­ng­ka Andrew Erin Hehanussa, yaitu menerima menerima hadiah atau janji terkait persetujuan prinsip pembangu­nan gerai Alfamidi tahun 2020 di Ambon. Dalam surat tersebut, Walikota Ambon dua periode itu diduga bersama kawan-kawan menerima gratifikasi yang berhubungan de­ngan jabatannya dan yang berla­wanan dengan kewajiban tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 12B UU Nomor 31 tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selanjutnya, dalam surat itu, disebutkan bahwa tindak pidana ko­rupsi yang dilakukan oleh ter­sangka RL selaku Walikota Ambon  bersama tersangka Andrew Erin Hehanussa dan kawan-kawan yaitu, menerima gratifikasi yang berlawa­nan dengan kewajiban atau tugasnya.

Kasus TPPU juga diduga dilaku­kan oleh tersangka RL selaku Wali­kota Ambon periode 2011-2016 dan periode 2017-2022 dalam hubungan­nya dengan perbuatan menem­pat­kan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, memba­wa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang dike­tahuinya, atau patut diduga me­rupakan hasil tindak pidana, dengan tujuan menyembunyikan atau me­nya­markan asal usul harta kekayaan dan atau, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul sumber, lokasi peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebe­narnya, atas harta kekeyaan yang diketahuinya, atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan atau pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pen­cegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Janji Transparan

Sementara itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi enggan berkomentar. Ia hanya berjanji akan memberi informasi lebih lanjut terkait perkembangan kasusnya secara utuh kepada masyarakat.

Fikri minta masyarakat untuk bersabar, karena tim penyidik KPK sementara melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi maupun tersangka dalam kasus tersebut.

“Pada saatnya nanti jika kegiatan cukup, kami pastikan akan kami informasikan kepada masyarakat secar utuh dan lengkap,” ujar Fikri saat dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapp, Kamis (28/4).

Terkait dengan penetapannya sebagai tersangka, siwalima masih berusaha mendapatkan konfirmasi langsung dari RL, maupun pejabat lain di Pemkota Ambon melalui WhatsApp maupun telepon seluler, namun hingga berita ini naik cetak, mereka belum merespon. (S-20)