AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah memetakan potensi dan celah korupsi dalam tata kelola pinjaman program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk pemerintah daerah.

Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK RI Ipi Maryati Kiding dalam rillisnya yang diterima Siwalimanews, Senin (7/2) menjelaskan, terhadap pemetaan yang dilakukan, KPK telah menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada pihak-pihak terkait, berdasarkan hasil kajian kebijakan pinjaman PEN untuk pemda yang dilakukan KPK pada tahun 2020.

“Kajian tersebut, dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan tugas monitor sebagaimana diatur dalam UU, di tengah beragamnya stimulus yang diberikan kepada pemda di masa pandemi Covid-19. Selain itu, juga mencermati fleksibilitas persyaratan dan relatif singkatnya waktu penelaahan usulan pinjaman,” ucap Kiding.

Menurutnya, sejumlah persoalan terkait tata kelola pinjaman PEN untuk pemda yang ditemui oleh KPK diantaranya, desain kebijakan pinjaman PEN daerah belum sepenuhnya berpihak kepada daerah, belum memadainya pengaturan pengawasan atas pelaksanaan pinjaman PEN daerah, belum ada pengaturan kebijakan atas mekanisme koordinasi dalam penilaian pinjaman PEN daerah.

Selain itu, belum memadainya instrumen untuk menilai korelasi usulan pinjaman daerah dengan PEN, belum ada aturan kebijakan dalam melakukan penilaian usulan daerah, dan belum ada platform informasi untuk mendukung transparansi proses administrasi pinjaman PEN daerah.

Baca Juga: Jaksa Garap Kades Wali dan Sejumlah Stafnya

Atas permasalahan ini, KPK lanjut Kiding, telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Keuangan cq Dirjen Perimbangan Keuangan yakni, pertama, melakukan revisi atas PMK 105 tahun 2020 jo PMK 179 tahun 2020 tentang Pengelolaan Pinjaman PEN untuk Pemda.

Kedua, Kementerian Keuangan bersama dan/atau melalui PT SMI meningkatkan pengawasan. Ketiga, Kementerian Keuangan bersama dengan Kemendagri cq Dirjen Bina Keuangan Daerah, dan PT SMI menyusun mekanisme pelaksanaan koordinasi dalam proses tata laksana pinjaman PEN daerah.

Keempat, menyusun standar minimal dalam mengukur relevansi sebuah program dan kegiatan dengan PEN. Kelima, menyusun aturan kebijakan yang menjadi pedoman bagi penilai dalam mengevaluasi usulan program dan kegiatan yang akan diprioritaskan untuk didanai melalui pinjaman PEN Daerah.

Keenam, bersama dengan Kemendagri cq Dirjen Bina Keuangan Daerah dan PT SMI menyusun sistem informasi yang menyajikan informasi status kemajuan dari pengajuan pinjaman PEN daerah.

Tak hanya itu, KPK juga merekomendasikan pengajuan pemohonan pinjaman daerah dalam kerangka PEN dilakukan dalam bentuk online untuk membuka ruang bagi pengawasan masyarakat.

“Mendorong aplikasi refina memuat informasi tentang proses perencanaan yang transparan, misalnya ketersediaan dana pinjaman daerah dalam kerangka PEN, syarat yang harus dipenuhi daerah, dan proyek apa saja yang bisa dibiayai daerah.  KPK juga mendorong agar pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang menghasilkan PAD seperti pasar, terminal, PDAM, dan lainnya, sehingga pinjaman tersebut tidak membebani kepala daerah berikutnya,” ujar Kiding.

KPK berharap, instrumen investasi yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah ini dapat dimanfaatkan oleh pemda secara efektif dan tepat sasaran, sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah melalui proses tata laksana yang bebas dari penyimpangan atau potensi korupsi. (S-20)