AMBON, Siwalimanews – Kendati terjadi kisruh di internal KPK, namun tidak mengganggu proses penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi, termasuk di Provinsi Maluku.

Penanganan sejumlah kasus  korupsi  oleh lembaga anti rasuah itu, te­tap berjalan, tidak ada yang dihentikan.

“Itu sama sekali tidak meng­gang­gu perkara-perkara yang ditangani, masih jalan terus pro­sesnya. Semuanya  akan terta­nga­ni termasuk di Maluku,” tan­das Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk An­driati, saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Ming­gu (15/9).

Yuyuk tak mau mengomentari ka­sus per kasus yang diusut. Namun ia memastikan, pengunduran diri se­jumlah pimpinan KPK tak mempe­nga­ruhi penanganan kasus-kasus tersebut.

“Semuanya jalan masih penye­lidikan. Saya tidak bisa lihat per kasusnya, karena perkaranya ada di tim. Tetapi yang pasti semuanya ja­lan,” ujarnya.

Baca Juga: Penanganan Kasus Satpol PP Ilegal Lamban, Pelapor Kecewa

Seperti diketahui, Ketua KPK Agus Rahardjo serta dua Wakil Ke­tua KPK lainnya Saut Situmorang dan Laode M Syarif, menyerahkan tanggung jawab pemberantasan ko­rupsi kepada Presiden Joko Widodo.

“Oleh karena itu setelah kami mem­pertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pim­pinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami me­nyerahkan tanggung jawab peng­elolaan KPK ke Bapak Presiden,” kata Agus Rahardjo dalam konfe­rensi pers, Jumat (13/9).

Agus merasa, saat ini KPK dise­rang dari berbagai sisi, khususnya menyangkut revisi Undang-Undang KPK. Ia menilai KPK tidak diajak berdiskusi oleh pemerintah dan DPR dalam revisi tersebut.

Bidik Sejumlah Kasus

Sejumlah kasus dugaan korupsi di Maluku yang saat ini dibidik KPK diantaranya, penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek infrastruktur tahun 2011-2016 di Kabupaten Buru Selatan, proyek pematangan lahan di Tiakur, Ibukota Kabupaten MBD, dan pembangunan jembatan merah putih (JMP).

Dalam penyelidikan kasus pene­rimaan hadiah atau janji oleh penye­lenggara negara terkait pro­yek in­frastruktur di Kabupaten Bu­ru Sela­tan, tim penyidik KPK telah meme­rik­sa sejumlah kontrak­tor dan peja­bat Buru Selatan pada  Juli 2019 lalu.

Pemeriksaan dipusatkan di Kantor BPKP Maluku, Jalan Waihaong Pan­tai, Kelurahan Silale.

Langkah hukum dilakukan ber­dasarkan surat perin­tah penyidikan  yang ditandata­ngani oleh Direktur Penyidikan KPK yang juga Plt Pimpinan Deputi Bidang Penin­da­kan, Kombes R.Z Panca Putra Si­man­juntak.

Dugaan korupsi proyek pemata­ngan lahan di Tiakur, Ibukota Kabu­paten MBD juga masuk dalam radar KPK.

Dana proyek pematangan lahan itu, berasal dari hibah Robust Resources Limited, anak perusahaan PT Gemala Borneo Utama (GBU) se­besar Rp 8 miliar.

Diduga sejak awal sudah ada ske­nario untuk menggarap dana terse­but. Olehnya itu, Abas, panggilan Barnabas Orno yang saat itu men­jadi Bupati MBD tidak memasukan­nya dalam APBD, namun langsung dikelola oleh adiknya, Frangkois Klemens alias Alex Orno alias Aleka Orno.

Aleka sudah diperiksa oleh KPK pada 16 Agustus 2019 lalu. Kini tunggu giliran Abas Orno, yang saat ini menjabat Wakil Gubernur Maluku.

“Kalau untuk kepentingan pe­nyelidikan siapapun yang terkait akan dipanggil. Kalau dibutuhkan keterangan mantan Bupati MBD, ya pasti dipanggil,” ujar sumber di KPK.

Sumber itu,  juga kembali menga­takan, bukti-bukti mengalirnya dana pekerjaan proyek pematangan lahan di Tiakur, ke Abas dan dan adiknya Aleka Orno sudah dikantongi KPK.

“Bukti-bukti yang ada masih dida­lami terus,” ujarnya.

Ia memastikan KPK serius meng­usut dugaan korupsi dana pema­tangan lahan di Tiakur. “Ini kan laporan masyarakat harus ditindak­lanjuti secara serius, tetapi sesuai tahapan dan prosedur,” ujarnya.

Proyek bernilai jumbo yang juga dibidik KPK adalah pembangunan JMP. Diduga terjadi mark up ang­garan cukup besar dalam proyek yang dikerjakan tiga perusahaan plat merah,  PT Waskita Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Tbk) dan PT Pembangunan Perumahan (Tbk) itu.

Jembatan dengan panjang 1.140 meter dan lebar 22,5 meter itu, mulai dibangun 17 Juli 2011. Anggaran awal yang dibutuhkan sekitar Rp.301,2 miliar, namun membengkak hingga akhir perkerjaan mencapai Rp 779,2 miliar.

“Ada laporan yang masuk, tapi masih didalami,” kata sumber di KPK, kepada Siwalima, Rabu (11/9).

Sumber itu tak mau banyak bicara, dengan alasan laporan dugaan korupsi proyek JMP masih didalami. “Belum bisa dijelaskan, masih dikaji dulu,” ujarnya.

JMP terdiri dari tiga bagian yakni jembatan pendekat Poka dengan panjang 520 meter, jembatan pende­kat Galala dengan panjang 320 meter dan jembatan utama yang memiliki panjang 300 meter.

Ketinggian JMP mencapai 34,1 meter di atas permukaan laut. JMP dibangun dengan menggunakan struktur cable stayed yang diperki­rakan dapat bertahan 100 tahun.

Semula ditargetkan akan rampung pada tahun 2014, namun rencana itu meleset. Pekerjaan baru dirampung­kan pada akhir Februari 2016, dan diresmikan pada 4 April 2016  oleh Presiden Joko Widodo.

Sumber itu juga memastikan, se­tiap laporan yang masuk ke lem­baga anti rasuah ditindaklanjuti. “Pasti ditindaklanjuti sesuai prosedur,” ujarnya lagi.

Christoforus Mardjono Tjatur Lasmono yang saat itu menjadi Ke­pala Satker JMP dinilai bertanggung jawab. Ia telah dicopot dari jabat­annya sebagai Kepala BPJN XVI Ambon.

Lasmono digantikan dengan Jon Sudiman Damanik, yang sebelum­nya menjabat Kepala Bidang Pem­bangunan dan Pengujian BBPJN-II Medan.

Pergantian Lasmono bersamaan dengan 34 pejabat lainnya, yang ikut dimutasikan di lingkup Kementerian PUPR. Pelantikan berlangsung, Jumat (13/9) pukul 15.00 WIB di Ke­menterian PUPR.

Sementara Humas KPK Puput Triandini yang dihubungi mengaku, belum mengetahui proyek pemba­ngunan JMP diusut KPK.

“Oh saya belum tahu, kan banyak kasus yang dilaporkan masuk ke KPK. Kalau untuk JMP saya belum tahu,” kata Puput, yang dihubungi melalui telepon selulernya, Rabu (11/9) malam. (S-19)