Koruptor Proyek MCK Aru Dihukum Setahun
AMBON, Siwalimanews- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon memvonis dua terdakwa kasus dugaan tipikor proyek Mandi Cuci Kakus (MCK) dan Septiktank pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aru tahun 2015, Hermanus Dumgair dan Selyam Hungan satu tahun penjara dalam sidang, Rabu (29/4).
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan JPU Sesca Taberima yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa 1,6 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan UU. No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo.Pasal 64 KUHP.
Selain pidana penjara selama 1 tahun, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp.50 juta subsider 1 bulan penjara kepada terdakwa Hermanus Dumgair. Sementara, terdakwa Selyam Hungan juga didenda Rp.50 juta subsider 1 bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp. 60 juta lebih subsider 1 bulan penjara. .
Sidang digelar secara online melalui video conference. Majelis hakim yang diketuai Christina Tetelepta, didampingi Hery Liliantono dan Jimmy Wally sebagai hakim anggota berada di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon.
Baca Juga: Roem: Mereka Serahkan DiriSementara tim penuntut umum bersidang di Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru di Dobo.
Sedangkan terdakwa Hungan didampingi penasehat hukumnya Rony Samloy, dan terdakwa Dumgair didampingi Marnex Salmon dan Johanis Felubun bersidang di Rutan Kelas IIA Ambon.
Kasus korupsi proyek pembangunan sarana fasilitas umum mandi, MCK milik Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru merugikan negara sebesar 350 juta.
Sebelumnya JPU Sisca Taberima dalam dakwaannya menguraikan, pada tahun 2015 Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Aru mengalokasikan anggaran sebesar Rp 2. 964. 886. 672 dari DAK Reguler. Anggaran tersebut dikucurkan untuk pekerjaan konstruksi jamban sebanyak 21 paket yang tersebar di tujuh lokasi berbeda.
Untuk menghindari beban pajak, pihak perencanaan Dinas PUPR kemudian mengatasnamakan Kelompok Suawadaya Masyarakat (KSM) dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Namun fakta lapangan berbeda proyek tersebut, ditangani langsung oleh oknum-oknum kontraktor maupun oknum PNS di Dinas PUPR. (Mg-2)
Tinggalkan Balasan