AMBON, Siwalimanews – Pejabat Pembuat Komitmen bantuan dana siap pakai siaga darurat bencana pada BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, keberatan dengan sikap Kejari yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Mayaut dijadikan tersangka ber­sama Bendahara Pembantu Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Muid Tulapessy.

Dia meminta, agar Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten SBB sebagai kuasa pengguna anggaran juga ditetapkan sebagai tersangka.

“Saya keberatan hanya saya dengan pak Muid sebagai tersangka, harus­nya Kepala BPBD juga tersangka, karena sebagai kuasa pengguna ang­garan,” ungkap Marlin dalam persida­ngan yang digelar di ruang Chandra Pe­ngadilan Tipikor Ambon, Kamis (22/6).

Atas keberatan tersebut, Marlin ber­sama dengan kuasa hukumnya kepada Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang dan didampingi dua hakim anggota menyatakan keberatan dengan dak­waan Jaksa Penuntut Umum Kejari SBB, dan akan menyampaikan eksepksi pada persidangan berikutnya.

Baca Juga: Hamili ABG, Berkas Tua Bangka Ini Masuk Jaksa

JPU Kejari SBB dalam dakwaannya menyebutkan, terdakwa selaku PPK bersama dengan Bendahara Pem­bantu Badan Penanggulangan Ben­cana Daerah, Muid Tulapessy men­cairkan anggaran dana siap pakai sebesar Rp1 miliar.

Dana itu tidak diserahkan kepada korban bencana alam, tetapi terdak­wa Marlin Mayaut sebagai PPK membagi-bagikan dana tersebut dengan bendahara Pengeluaran BPBD Kabupaten SBB, Muid Tula­pessy (terdakwa dalam berkas per­kara terpisah).

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang didampingi dua hakim anggota lainnya di ruang sidang Chandra Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (22/6) Jaksa Penuntut Umum Kejari SBB menyebutkan, terdakwa men­da­patkan bagian dari uang dana sisa gempa sebesar Rp 600 juta sedang­kan bendahara, Muid Tulapessy sebesar Rp400 juta.

JPU mendakwa terdakwa melang­gar pasal 2 ayat 1,2, dan 3, Jo pasal 18 dan Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

JPU Raimond Noya dalam dak­waannya menyebutkan, pada tang­gal 26 September 2019 terjadi gempa bumi di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat dengan kekuatan 6,8 SR yang berakibat pada rusaknya rumah dan bangunan.

Kemudian Bupati SBB menetap­kan Status Tanggap Darurat Ben­cana Gempa Bumi di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2019.

Untuk menangani permasalahan pendanaan penanggulangan benca­na gempa bumi, Bupati SBB mener­bitkan Surat Nomor: 465.2/842 perihal Surat Permohonan Dana Tanggap Darurat Bencana Alam Gempa Bumi di Kabupaten SBB kepada Kepala BNPB RI, kemudian Kepala BNPB RI mengalokasikan Dana Siap Pakai yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2019.

Bahwa pada tanggal 30 September 2019, BNPB RI menerbitkan SK Nomor: 163.3 Tahun 2019 tentang Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Penanganan Darurat Bencana de­ngan menetapkan, Nasir Suruali selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan La Ucu selaku Bendahara Pe­ngeluaran Pembantu pada BPBD Kabupaten SBB.

Dalam perjalanannya, dilakukan pergantian PPK dan Bendahara Pengeluaran Pembantu kegiatan Bantuan Dana Siap Pakai Siaga Darurat Bencana di Wilayah Kabu­paten SBB melalui Surat Keputusan Bupati Nomor:990-32 Tahun 2021 tanggal 26 Januari 2021 dengan menetapkan, Marlin Mayaut selaku PPK dan Muid Tulapessy selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu.

Menurut JPU, BNPB RI mengalo­kasikan Dana Siap Pakai sebesar Rp37.310.000.000,00 yang diperun­tukkan untuk membiayai 4 kompo­nen kegiatan, anggaran tersebut be­rada dalam rekening khusus BPBD Kabupaten Seram Bagian Barat yang mana terdapat sisa Dana Siap Pakai sejumlah Rp4.357.507.013,00 yang berasal dari Dana Stimulan Pembangunan Rumah Rusak, yang seharusnya masih berada pada rekening khusus BPBD Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kemudian Pemkab SBB mener­bitkan surat Nomor: 360/1119 tang­gal 6 Agustus 2021 tentang Usulan Pemanfaatan Sisa Dana Siap Pakai untuk Biaya Operasional sejumlah Rp2.258.840.000,00

Yang mana tanpa persetujuan permintaan usulan penggunaan sisa DSP dari BNPB RI, pada bulan Oktober tahun 2021, Marlin Mayaut bersama-sama dengan Muid Tula­pessy dan Azis Sillouw melakukan pencairan sisa Dana Siap Pakai sebesar Rp1.000.000.000,00.

Dari hasil pencairan sisa DSP tersebut, dilakukan pembagian untuk duanya dengan Penguasaan Terdakwa Muid Tulapessy sejumlah Rp400.000.000,00 dan Penguasaan terakwa Marlin Mayaut sejumlah Rp600.000.000,00, selanjutnya BN­PB RI membalas Surat Usulan Peman­faatan Sisa Dana Siap Pakai untuk Biaya Operasional melalui surat Nomor: S.1401/BNPB RI/SU/RR.01/11/2021 tanggal 16 November 2021 yang pada intinya menolak permin­taan pemanfaatan sisa Dana Siap Pakai untuk biaya operasional ka­rena tidak sesuai ketentuan per­undang-undangan.

Surat penolakan dari BNPB RI terbit tanggal 16 November 2021, pada saat itu sudah terlanjur dilaku­kan pencairan dan sudah dihabis­kan, sehingga tidak bisa mengem­balikan sisa DSP tersebut ke Kas Negara.

Atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa Marlin Mayaut  selaku PPK bersama-sama dengan terdakwa Muid selaku bendahara yang didakwa lebih dahulu, telah mengakibatkan keru­gian keuangan negara sebesar Rp1. 000.000.000,00 berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh BPKP Provinsi Maluku.

Terdakwa diancam dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 18 jo Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 ten­tang Perubahan atas Undang-Un­dang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” Tuturnya.

Dana Gempa Dikorupsi

Dana siap pakai pada BPBD Kabupaten SBB untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019, disalahgunakan.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, meng­gi­ring Bendahara Pengeluaran Pem­bantu Badan Penanggulangan Ben­ca­na Daerah, Muid Tulapessy ke kursi pesakitan.

Muid resmi menjalani proses hukum di Pengadilan Tipokor Ambon, Rabu (21/6), karena menyalah­gunakan dana siap pakai pada BPBD Kabupaten SBB untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019.

Sidang dengan agenda mende­ngar­kan dakwaan JPU berlangsung di ruang Chandra Pengadilan Tipi­kor Ambon, dipimpin Rahmat Selang sebagai hakin ketua dan didampingi dua hakim anggota.

JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No­mor 31 Tahun 1999 jo pasal 18 jo Un­dang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU Raimond Noija mengung­kapkan, Muid Tulapessy diduga melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pengelolaan sisa dana siap pakai.

Tahan Dua Tersangka

Seperti diberitakan, Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat menahan Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara Pengeluaran, MM dan bendahara pengeluaran pada Kan­tor Badan Penanggulangan Benca­na Daerah, MT sebagai tersangka.

MT dan MM memiliki peranan pen­ting dalam kasus dugaan korup­si pengelolaan sisa dana siap pakai penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB Tahun 2019.

Penahanan dilakukan setelah Kejari SBB secara intensif melakukan pemeriksaan terhadap tersangka MM dan MT. MM ditetapkan ter­sangka pada pertengahan Januari 2022 lalu, sedangkan bendahara pengeluaran BPBD berinisal MT ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Februari 2023, dan secara resmi digiring ke Lapas Piru, Senin (6/2).

“Dalam kasus ini ada tambahan satu lagi tersangka yakni MT yang merupakan bendahara pengeluaran pada Kantor BPBD SBB,” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Kantor Kejati Maluku, Selasa (7/2).

Wahyudi menjelaskan, kedua tersangka ini ditahan selama 20 hari kedepan terhitung sejak Senin (6/2).

Wahyudi mengatakan, penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka tanggal 03 Februari 2022.

Dengan ditetapkannya MT seba­gai tersangka, lanjutnya, maka total tersangka dalam kasus ini berjumlah dua tersangka, setelah sebelumnya Kejari SBB menetapkan MM selaku PPK Dana Siap Pakai di BPBD Kabupaten SBB sebagai tersangka.

Wahyudi menyebutkan, tersang­ka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4  tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Selain itu Pasal 3  UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Ko­rupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Ditambahkan, para tersangka akan dilakukan penahanan oleh jaksa penyidik di Lembaga Pemasyaraka­tan Kelas II Piru selama 20 (dua puluh) hari ke depan,

Cairkan Dana

Untuk diketahui, pada bulan Maret 2021, BPBD mulai mencairkan dana untuk disalurkan kepada mas­yarakat terdampak, yang rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat. Menurut rekening koran dari BNI Cabang Ambon, BPBD SBB mulai mencairkan dana dengan Cek no. 697278 sebesar Rp. 6.620.000. 000,- untuk di bayarkan kepada masyarakat yang rumahnya me­ng­alami rusak ringan.

Selanjutnya, tanggal 25 Maret  terjadi beberapa kali pencairan de­ngan cek 697277 sebesar Rp. 10. 000.000.000 dan Cek nomor: 697276 Rp13.200.000.000,- untuk masya­rakat yang rumahnya mengalami rusak berat.

Dari jumlah total yang telah dicairkan BPBD selama bulan Maret 2021 itu sebesar Rp 29.820.000.000,- (6.620.000.000 + 10.000.000.000 + 13.200.000.000), berarti ada sisa dana sebesar Rp4,3 milliar lebih yang harus disetor balik ke kas negara.

Dari sisa dana bencana Rp4,3 milliar, sebagian diantaranya yaitu Rp1 miliar diduga telah raib, tidak jelas digunakan untuk apa saja, ka­rena ketika dimintai pertanggung­jawaban oleh BNPB Pusat namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPBD SBB.

Raibnya dana sebesar Rp1 milliar ini terdeteksi telah dicairkan oleh PPK BPBD Kabupaten  SBB secara bertahap pada BNI Cabang Ambon yaitu, Tahap I sebesar Rp 600 juta de­­ngan Cek no. 697279 cair tanggal 05 Oktober 2021.

Kemudian, tahap II Rp200 juta dengan cek no. 697280 cair tanggal 09 Oktober 2021. Tahap III Rp 200 juta dengan Cek no. 697271 cair tanggal 14 Oktober 2021.

Permasalahan yang terjadi ini berakibat saldo sisa dana bencana yang seharusnya masih tersedia pada BNI Cabang Ambon sebanyak Rp4,3 milliar  kini hanya tersisa Rp3,3 milliar.

Oknum-oknum BPBD SBB harus bertanggungjawab penuh atas kisruh sisa dana bencana tersebut. Karena seharusnya setelah selesai proses pemulihan, maka sisa dana bencana yang tidak terpakai sebesar Rp4,3 miliar itu  harus disetor kembali ke kas negara.

Dengan tidak dikembalikannya sisa dana bencana ini ke kas negara, lanjut Sariwating, maka oknum-oknum di BPBD Kabupaten SBB harus bertanggungjawab, karena selain telah melanggar Peraturan BNPB, juga telah melakukan perbuatan tercela dengan mencairkan dana sebesar Rp1 milliar dan dipakai tidak sesuai peruntukannya. (S-26)