Konsultasi Publik Bahas Rancangan Perneg Batu Merah Ricuh
AMBON, Siwalimanews – Proses konsultasi publik dalam rangka membahas tentang Rancangan Peraturan Negeri Batu Merah tentang Mata Rumah Parentah dan Rancangan Peraturan Negeri Batu Merah tentang Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Pemerintahan Negeri, yang digelar oleh Pemerintah Negeri Batu Merah, disalah satu hotel di Ambon, Rabu (22/11), ricuh.
Keributan terjadi usai kegiatan itu dibuka oleh Sekretaris Kecamatan Sirimau, dan diambil alih oleh Penjabat Negeri Batu Merah untuk kelanjutan prosesi kegiatan dimaksud.
Namun tiba-tiba muncul keributan dari kerumunan warga yang hadir dalam kegiatan itu.
Pemicuhnya lantaran pihak “Nurlette” mengetahui ada anggota Saniri Negeri yang menurut mereka, telah dilantik secara diam-diam
Selain soal dualisme Saniri Negeri itu, mereka juga marah lantaran kegiatan yang turut dihadiri Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafry Taihuttu dan pendamping komisi, Wakil Ketua II DPRD Kota Ambon, Rustam Latupono, Kabag Tata Pemerintahan Kota Ambon itu digelar di hotel dan bukan di kantor pemerintahan negeri.
Baca Juga: Gaet Wisatawan, Pemkab Gelar Festival KatalokaSemua yang hadir dari unsur pemerintahan daerah itu diteriaki warga yang notabennya dari marga Nurlette dengan kata “tukang parlente”.
Diantara warga, juga terlihat Ketua Saniri Negeri, Negeri Batu Merah, Muhammad Said Nurlette.
Padahal mestinya, dalam kapasitasnya selaku Ketua Saniri Negeri, Said Nurlette harusnya netral dalam proses yang terjadi di Negeri Batu Merah. Namun yang terjadi, Ketua bahkan Sekretaris Saniri Negeri, justru menempatkan posisi yang berpihak pada Nurlette.
Alhasil, apa yang menjadi putusan MA, yaitu membatalkan Perneg yang sebelumnya telah menetapkan Nurlette sebagai mata rumah parentah, dan kembali merevisi Perneg dan menetapkan Hatala sebagai satu-satunya mata rumah parentah di Negeri Batu Merah, tidak dilakukan oleh Saniri Negeri.
Diketahui, kegiatan konsultasi itu tidak dilanjutkan, karena keributan terus terjadi hingga akhirnya ketua dan pendamping komisi I meninggalkan lokasi kegiatan sekitar pukul 12.00 WIT.
Walikota Diminta Ambil Alih
Polemik penetapan rumah parentah di Negeri Batu Merah, kian memanas. Meski itu hanya bagian dari dinamika yang terjadi dalam setiap proses yang berjalan pada Negeri. Namun sangat disayangkan, jika kondisi ini terus berkepanjangan.
Karena itu, Komisi I DPRD Kota Ambon akan meminta Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena, segera ambil alih persoalan Batu Merah.
Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafry Taihuttu kepada wartawan di Baileo Rakyat Belakang Soya, Rabu (22/11) mengatakan, pihaknya tetap akan menjunjung tinggi supremasi hukum sesuai putusan MA.
“Dan intinya berdasarkan putusan MA, Hatala adalah mata rumah parentah di Negeri Batu Merah. Artinya kalau bicara mata rumah, itu sudah finish pada putusan MA. Dan itu harus ditindaklanjuti secara administratif oleh Saniri Negeri, yang mestinya dilakukan selesai konsultasi publik hari ini,” ujarnya.
Menurutnya, substansi dari uji publik hari ini, adalah meminta masukan dan pendapat terkait batang tubuh dari Ranperda itu sendiri, dan bukan soal mata rumah.
Dengan itu, jika ada beda pendapat soal keabsahan Saniri Negeri yang baru dilantik dan lainnya, menurut Taihuttu, itu akan diagendakan nanti bersama komisi 1 DPRD Kota Ambon.
“Berulang kali saya sampaikan, bahwa persoalan Batu Merah ini sudah lama, sejak zaman kepemimpinan sebelumnya. Bahkan untuk komisi, itu sejak komisi sebelumnya. Masa kami dan Penjabat Walikota sekarang, itu hanya diberi tugas dan tanggung jawab ketika putusan Mahkamah Agung itu sudah turun,” jelasnya.
Untuk itu, jika diminta soal sumpah adat dan yang lainnya, itu bukan wilayah DPRD maupun Pemerintah Kota. Sehingga soal itu dikembalikan ke masyarakat Negeri Batu Merah selaku masyarakat adat.
Pemerintah daerah hanya berpegang pada benteng keadilan tertinggi, yaitu tahap kasasi yang akan dieksekusi. Sekiranya jika ada novum baru dari pihak Nurlette untuk melanjutkan proses hukum itu dengan PK, maka apa yang menjadi putusannya nanti, juga akan dilaksanakan.
“Jadi soal sumpah adat dan lainnya, itu versi mereka. Untuk itu, dalam persoalan ini pemerintah daerah harus tegas, menjamin keputusan terhadap penghormatan kita bagi supremasi hukum, yaitu putusan MA. Jika tidak, persoalan ini tidak akan selesai. Dan pak Penjabat Walikota kita minta segera mempertemukan dua belah pihak,” ujarnya. (S-25)
Tinggalkan Balasan