KKT Bakal Jadi Kabupaten Berbasis Tenun
AMBON, Siwalimanews – Ketua Dewan Kerajinan Daerah (Dekranasda) Provinsi Maluku sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Maluku, Widya Murad Ismail bertekad menjadikan Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) sebagai kabupaten kreatif berbasis tenun.
Bila industri kreatif ini dikelola dengan baik, maka para penenun yang merupakan kaum perempuan bisa ikut menopang perekonomian keluarga. Apalagi para penenun berada satu wadah yang bisa mengakomodir seluruh pengrajin tenun ikat Tanimbar maupun Maluku Barat Daya (MBD).
“Jadi harus ada komitmen bersama untuk menjadikan KKT sebagai kabupaten kreatif berbasis tenun ikat,” kata Widya dalam rilis Humas Pemprov Maluku yang diterima Siwalima, Jumat (30/8), saat bertemu dengan para penenun di Desa Matakus maupun penenun dari desa sekitarnya Kamis (29/8).
Sebagai ketua Dekranasda Maluku, dirinya mmeminta kepada masyarakat khusus penenun untuk merubah pola pikir karena tidak semua orang diberikan talenta untuk menenun.
“Jadi ibu-ibu harus bangga punya keahlian ini,” kata Widya.
Baca Juga: Dua Ribu Lebih Siswa Kunjungi Pameran TemporerDijelaskan, untuk sampai ke pulau ini Widya mengaku, perjalanan menumpangi speedboat dengan waktu tempuh 30 menit itu cukup membuatnya tegang. “Saya ini tidak bisa berenang, jadi 30 menit diatas speedboat tadi jantung berdebar-debar terus,” ujar Widya.
Kehadiran Widya di Pulau Matakus juga merupakan rangkaian kunjungan kerjanya selama tiga hari ke KKT. Dalam perjumpaan itu, Widya juga membuka dialog dengan para perempuan penenun. Salah satu perwakilan penenun asal desa Tumbur, Martina Fenanlampir, mengatakan, dia dan sejumlah penenun sudah mendapat dukungan pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan berupa benang katun, bahan baku dari kain tenun. Hanya saja, mereka masih butuh pendampingan untuk mengelolah keuangan dari hasil penjualan.
Titi Munubi dari desa Olilit, menyampaikan, adanya regenerasi penenun membuat mereka kekurangan perangkat alat tenun. Pihaknya juga masih butuh pelatihan, khususnya dalam menggunakan alat pewarna benang. “Alat tenun kami kurang karena anak-anak muda sekarang juga banyak yang bisa menenun,” ungkapnya.
Menjawab masukan dan persoalan yang diungkapkan para penenun, Widya mengaku akan membuat wadah, sehingga persoalan yang dihadapi para penenun bisa dicarikan solusinya. “Untuk itu kita akan buat wadah. Tentang teknik pewarnaan, kita akan bantu dengan pelatihan,” katanya.
Untuk bahan baku, Widya menambahkan akan mengupayakannya. Bahkan, ketua tim penggerak PKK Maluku ini ingin agar para penenun tidak lagi memikirkan bahan baku, dan hanya fokus untuk memproduksi bahan tenun ikat.
“Saya ingin semuanya senang. Penenun tidak lagi pikir bahannya darimana, ibu-ibu buat saja, nanti biayanya berapa, tapi jangan setelah punya uang banyak, lalu jadi malas. Jangan saat lagi banyak uang lalu stop tenun, tidak ada uang baru tenun lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Dekranasda Kabupaten Kepualauan Tanimbar, Joice Fatlolon, mengatakan, tenun ikat sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Tanimbar. Selain memiliki 47 ragam motif, tenun ikat Tanimbar juga sudah terdaftar dan mendapat pengakuan hak cipta dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Motif kita sudah 47 motif yang terdaftar, dan masih banyak motif lagi yang belum didaftarkan. Tiap kecamatan kita punya ciri khas motifnya sendiri-sendiri,” katanya.
Persoalan yang dihadapi para penenun, kata Joice, adalah harga yang belum seragam. “Penenun kita juga belum bisa mengelolah manajemen usahanya. Mereka belum bisa kelola modal untuk bahan baku, sebab keuntungan langsung dikonsumsi. Akhirnya bila ada pesananan, mereka biasanya minta panjar. Ini juga perlu pendampingan,” kata istri Bupati KKT Petrus Fatlolon ini. (S-39)
Tinggalkan Balasan