AMBON, Siwalimanews – Setelah hampir tiga bulan mantan Walikota Ambon itu ditahan, giliran satu rekan separtainya diinterogasi penyidik KPK.

Adalah Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta digarap, terkait dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang disangkakan ke Richard Louhenapessy.

Rekan separtai RL itu diperiksa, lan­taran sebagai pimpinan lembaga legislatif, dia dinilai punya kaitan erat dengan lembaga eksekutif dalam hal persetujuan anggaran maupun pengawasan terhadap anggaran itu semdiri.

Karenanya, akademisi Fakultas Hukum Universitas Darusalam, Rauf Pelu, mendukung penuh langkah yang dilakukan KPK memeriksa Ketua DPRD Kota Ambon terkait kasus dugaan suap dan TPPU terhadap tersangka RL.

“Kita dukung langkah penuh yang dilakukan KPK, karena Ketua DPRD sebagai lembaga legislatif berkaitan erat dengan eksekutif dimana setiap APBD ditetapkan harus disetujui DPRD. Dan itu kewenangan KPK memeriksa,” ujar Pelu kepada Siwalima melalui tele­pon selulernya, Selasa (9/8) siang.

Baca Juga: Tiga Tersangka Korupsi KPU SBB Digiring ke Bui

Lembaga legislatif, lanjut Pelu melaksanakan tiga fungsi yakni, budjeting, pengawasan dan legis­lasi. Sehingga ketika berkaitan dengan proyek-proyek yang akan dilaksanakan di Pemerintah Kota Ambon, termasuk izin retail pemba­ngunan Alfamidi, maka otomatis lembaga legislatef juga harus keta­hui.

Karena itu, ia meminta KPK jika ada oknum-oknum di DPRD yang juga ikut terlibat maka harus diung­kapkan.

“Jika ada dugaan keterlibatan ya harus ungkapkan, siapapun itu karena semua orang sama di mata hukum. equality before the law,” ujarnya.

Terpisah, praktisi hukum, Marcel Maspaitella mengatakan, kewe­nangan KPK untuk meminta kete­rangan dari pihak-pihak yang didu­ga terlibat dalam dugaan korupsi yang melibatkan RL.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (9/8) Maspaitella mengatakan, DPRD adalah mitra Pemerintah Kota Ambon, sehingga selaku pimpinan DPRD, KPK wajib meminta keterangan dari Ketua DPRD, Elly Toisuta.

“DPRD adalah mitra Pemerintah Kota, dan selaku pimpinan DPRD, KPK wajib meminta keterangan beliau. Kalau dalam keterangannya dianggap punya andil soal keterlibatan. Maka KPK juga harus transparan,” ujarnya.

Akui Diperiksa

Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Elly Toisuta mengakui dirinya telah diperiksa KPK, Senin (8/8), terkait izin prinsip pembangunan gerai alfamidi.

Walau demikian, menurut Elly, pembangunan gerai tersebut tidak dibahas di DPRD Kota Ambon.

“Beta dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dengan kasus pak RL. Jadi pertanyaannya terkait se­putaran pemberian izin prinsipnya, apakah dibahas di DPRD, tidak, karena izin prinsip itu kewenangan Walikota,” ungkap Toisuta.

Selain itu, tambah Elly, dirinya juga tanyakan penyidik KPK mengenal tersangka Amri, salah satu petinggi Alfamidi.

“Saya juga ditanyakan KPK kenal tidaknya dengan Bapak Amri, yang merupakan salah satu tersangka yang telah ditetapkan KPK bersama RL,” katanya.

Disinggung terkait pertanyaan seputar TPPU, Elly menegaskan, hanya ditanyakan KPK secara umum terkait dengan izin prinsip pembangunan retail Alfamidi. Dan apakah yang ditanyakan itu terma­suk dalam kasus TPUU, dirinya tidak mengetahui.

“Saya tidak tahu apakah soal itu termasuk. Spesifikasinya apa saya tidak tahu, jadi pertanyaannya umum yang disampaikan seperti itu, apakah izin prinsipnya dikaji di DPRD, seperti itu,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dia, izin prinsip pembangunan Alfamidi itu tidak dibahas di DPRD dan menjadi kewenangan walikota.

Disinggung apakah ada kemung­kinan pimpinan DPRD lainnya juga akan diperiksa terkait kasus RL, Ely mengaku tidak tahu, pasalnya, un­dangan dikirim langsung ke rumah masing-masing.

“Saya tidak tahu, karena unda­ngan langsung ke rumah,” ujarnya.

Ely juga mengaku, ini yang pertama kali dirinya diperiksa oleh KPK terkait kasus RL tersebut.

“Ini pertama kali saya diperiksa. Kemarin itu ada puluhan orang dipanggil dari OPD,” terang Ely.

Periksa 16 Saksi

KPK kembali marathon periksa saksi-saksi terkait keterlibatan RL, setelah sebelumnya Jumat (5/8) lalu tim penyidik KPK memeriksa 11 saksi, kini giliran 16 saksi diperiksa lembaga anti rasuah, Senin (8/8).

Selain Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta, KPK juga memeriksa 15 saksi, enam diantaranya kepala dinas atau badan di lingkup Peme­rintah Kota Ambon.

Mereka yang diperiksa yaitu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy, Kepala Ba­ppeda, Enrico Matitaputty, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdaga­ngan,

Sirjhon Slarmanat, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Apries Gaspezs, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi & Persandian, Joy Reinier Adriaansz, serta Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, Rolex Segfried De Fretes.

Selain enam kepala dinas dan badan, KPK juga ikut memeriksa Kepala UPTD Parkir, Izaac Jusak Said, Hervianto PNS Pemkot, Martha Tanihaha pemilik RM Sari Gurih, Sieto Nini Bachry pemilik Toko Buku NN dan anak RL, Grivandro Louhenapessy.

Berikutnya, KPK juga memeriksa empat karyawan PT Midi Utama Indonesia yaitu, Afid Hermeily, Alex Nurdiana, Diyana Safitri Aditia dan Meilia Triani.

Menurut juru bicara KPK, Ali Fikri empat karyawan PT Midi Utama Indonesia diperiksa di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jl Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Sedangkan Ketua DPRD dan saksi lainnya diperiksa di Markas Ko­mando Satuan Brimob Polda Malu­ku, Jalan Jenderal Sudirman, Tantui, Ambon.

Kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Ali Fikri mengungkap­kan, pemeriksaan 16 orang ini sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Garap 11 Saksi

Tim penyidik KPK memaksimal­kan bukti dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang RL, dengan memeriksa 10 saksi di Mako Brimob Polda Maluku, yaitu Yolanda Lenny Rosfader, Bendahara Setkot, Tjiang Roberth Chandra, yang adalah Se­kertaris Dinas Kesehatan, Doming­gus Matulapelwa, mantan Kepala Bappeda dan Handry Marcus To­masoa pegawai bagian Protokol.

Berikutnya, KPK juga menggarap Welson Ferneyanan Staf di BPKAD, Yudha Somantri Kasubag LPSE dan Anggota Pokja II, Selly Shirley Pordiana Kalahatu, Kasubag Biro Pemerintahan, selanjutnya Yunus Syaranamual, PNS Pemkot Ambon.

KPK juga memeriksa, anak RL, Erleen Louhenapessy, beserta dua orang dekat RL, Novfly Elkheus Warella serta supir RL, Imanuel Arnold Noya.

Warella dan Noya sebelumnya juga sudah diperiksa KPK pada Rabu, 13 Juli 2022 di Mako Brimob Polda Maluku.

Adapun satu saksi yakni petinggi Alfamidi, Agus Toto Ganeffian, General Manager License  PT Midi Uta­ma Indonesia, diperiksa di Kantor KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta.

Juru bicara KPK, Ali Fikri kepada Siwalima, Sabtu (6/8) enggan ber­komentar lebih jauh, menyangkut materi pemeriksaan

Melalui pesan whatsapp, jubir memastikan KPK masih memaksi­malkan bukti suap dan TPPU RL, sehingga masih intens memeriksa saksi-saksi.

Blokir Rekening

Seperti diberitakan, rekening bank penguasa Kota Ambon itu sudah diblokir, pasca dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Ko­rupsi.

Langkah pemblokiran dilakukan, setelah lembaga anti rasuah tersebut menemukan sejumlah bukti-bukti yang memperkuat adanya dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang RL.

“KPK blokir rekening pak Ris dan akan-anaknya, karena ada bukti aliran dana,” kata sumber yang dekat dengan KPK (Kamis 19/5) lalu.

Menurut sumber yang wanti-wanti namanya tidak dikorankan, dengan pemblokiran rekening ter­sebut, maka secara otomatis seluruh transaksi perbankan sudah tak bisa dilakukan.

“Kalau blokir di satu bank, maka otomatis bank lainnya juga ikut terblokir,” tambah sumber itu.

Sementara itu, juru bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi Siwalima soal pembokiran rekening RL belum me­respon panggilan telepon seluler­nya.

Temukan Bukti Fee

Hingga saat ini KPK masih terus mencari bukti dugaan suap RL pada proyek yang dibiayan APBD Kota Ambon, kurun 2011-2022.

Setelah menggeledah rumah dinas orang nomor satu di Karang Panjang Ambon dan rumah pribadi di Kayu Putih, Rabu (18/5) serta Dinas PU, PTSP, tim penyidik KPK menemukan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuan nilai fee proyek yang diduga diatur RL.

“Tim Penyidik KPK, Rabu (18/5) telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan didua SKPD Pemkot Ambon yaitu kantor Dinas PU dan kantor Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” kata Fikri.

Diungkapkan, pada Dinas PU dan DPMPTSP, KPK menemukan persetujuan izin proyek dan catatan disertai penentukan nilai fee proyek.

“Di dua lokasi ini, ditemukan dan diamankan berbagai dokumen antara terkait berbagai usulan dan persetujuan izin proyek disertai catatan dugaan penentuaan nilai fee proyek,” katanya.

Dia menegaskan, bukti-bukti tersebut akan dianalisasi dan disita untuk selanjutnya dipanggil pihak-pihak terkait.

Tambah 30 Hari

Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang waktu penahanan RL, selama 40 hari ke depan.

Penahanan dilakukan dalam penyidikan kasus suap dqna gratifikasi persetujuan izin prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Adapun perpanjangan penahan­an Walikota Ambon dua periode itu mulai dari tanggal 2 Juni hingga tanggal 12 Juli  sampai 10 Agustus 2022.

Selain RL, KPK juga memperpan­jang penahanan pegawai honorer Pemkot Ambon, Andrew E Heha­nussa.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu masih tetap ditahan di Gedung Me­rah Putih KPK, sedangkan AEH dita­han di Rutan KPK pada Kavling C1.

“Tersangka RL ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, tersangka AEH ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1,” ujarnya.

Resmi Ditahan

Seperti diberitakan, setelah dijem­put paksa dan menjalani proses pe­meriksaan, akhirnya KPK menahan RL di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Selain RL, KPK juga menahan tersangka Andrew Erin Hehanussa, pegawai honorer Pemkot Ambon di Rutan KPK pada Kavling C1.

“AR disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1l hurif a atau pasal 5 ayat (1) hurif b atau padal 13 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahuh 1999 tentang Pemberantasan Ko­rupsi,” jelas Ketua KPK,  Firli Bahuri dalam konfrensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/5) malam lalu.

Ali Fikri menambahkan, untuk tersangka RL dan Amril, Kepala Perwakilan Alfamidi disangkakan melanggar pasak 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Ko­rupsi.

KPK dalam konstruksi perkara menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2020 RL yang menjabat Wali­kota Ambon periode 2017 sampai 2023 memiliki kewenangan, yang salah satu diantaranya terkait de­ngan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Selanjutnya, tambah jubir, dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka AR sapaan akrab Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Untuk menindaklanjuti permo­honan AR ini, kemudian RL meme­rintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha, Surat Izin Usaha Perda­gangan.

Kata jubir, untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan, RL meminta agar penyerahan uang Rp25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL Rp500 juta yang diberi­kan secara bertahan melalui reke­ning bank milik AEH.

Mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon ini diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Jubir menambahkan, dalam per­kara ini tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap RL disalah satu rumah sakit swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat.

“Sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani pera­watan medis, namun demikian tim penyidik KPK berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan. Dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK,” ujarnya.  (S-25)