Alat ukur kemahiran berbahasa Indonesia yang dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa makin diakui. Sejak peluncuran pertama pada tahun 2021, diketahui bahwa UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) Adaptif Merdeka telah diujikan kepada lebih dari 650.000 peserta di seluruh Indonesia. Hal ini membuktikan makin pentingnya kedudukan bahasa Indonesia.

Untuk mendukung pemanfaatan UKBI di Provinsi Maluku, Kantor Bahasa Provinsi Maluku melakukan audiensi, sosialisasi, dan simulasi serta mendampingi pelaksanaan UKBI secara masif. Hasil tentu tidak mengkhianati proses. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah peuji yang mengikuti UKBI. Tahun 2021, tercatat ada 60 peserta yang menguji kemampuan berbahasa Indonesianya. Pada tahun 2022, meningkat menjadi 1.050 dan meningkat lagi pada tahun 2023 menjadi 1.757 peserta uji. Apakah ini sebuah pencapaian? Ya, tetapi tentu ini tidak cukup karena UKBI dirancang tidak hanya untuk mencapai banyak pengguna.

UKBI Adaptif Merdeka dikembangkan agar penutur bahasa Indonesia dapat mengetahui, mengevaluasi, dan memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016, terdapat tujuh pemeringkatan penilaian, yaitu istimewa, sangat unggul, unggul, madya, semenjana, marginal, dan terbatas. Selain itu, Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016 menyebutkan bahwa standar kemahiran minimal bagi pelajar SD adalah predikat marginal, pelajar SMP adalah semenjana, dan pelajar SMA adalah madya, sedangkan mahasiswa serta tenaga profesional seperti guru, penyiar, dan wartawan adalah unggul. Peringkat terus meningkat sesuai dengan klasifikasi profesi dan pendidikan.

Dalam UKBI, ada lima seksi yang diujikan, yaitu seksi mendengarkan, merespons kaidah, membaca, menulis, dan berbicara. Namun, peserta uji di Maluku hanya memilih tiga seksi, yaitu seksi mendengarkan, merespons kaidah, dan membaca. Seksi mendengarkan dan membaca menguji pengetahuan tentang terminologi, detail, unsur kejadian, kemampuan untuk mengklasifikasi, dan menggeneralisasi, serta pengetahuan tentang teori, struktur, dan model. Selain itu, kemampuan mengevaluasi, menganalisis, memahami, dan mengingat juga diuji dalam dua bagian ini. Seksi merespons kaidah mengukur kemampuan peserta uji dalam merespons penggunaan kaidah bahasa Indonesia dalam ragam formal tanpa membedakan penutur Indonesia dengan penutur non-Indonesia. Kaidah yang diujikan dalam seksi merespons kaidah ialah ejaan, bentuk dan pilihan kata, serta kalimat yang berpedoman pada EYD, KBBI, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI).

Pada tahun 2023, Kantor Bahasa Provinsi Maluku telah menguji kemahiran berbahasa Indonesia kepada 1.757 peserta (1.213 pelajar SMA sederajat, 486 pelajar SMP sederajat, 52 mahasiswa, dan 6 tenaga profesional). Hasil yang diperoleh adalah hanya 26 peserta yang berpredikat sanggat unggul, 62 peserta mendapat predikat unggul, 302 peserta berpredikat madya, 477 peserta mendapat predikat semenjana, 502 peserta berpredikat marginal, 345 peserta berpredikat terbatas, dan 43 peserta tidak berpredikat. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelajar SMA sederajat yang mengikuti UKBI masih mendapatkan predikat marginal dan semenjana. Hal ini berarti peserta uji memiliki kemahiran yang cukup bahkan tidak memadai untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Peserta juga akan mengalami kendala saat berkomunikasi dalam lingkup keprofesian dan kemasyarakatan yang kompleks. Padahal, berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2016, pelajar SMA sederajat minimal memiliki peringkat madya yang artinya peserta uji memiliki kemahiran yang memadai untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, tetapi masih mengalami kendala dalam hal keprofesian yang kompleks.

Berdasarkan pengamatan hasil UKBI, ditemukan bahwa seksi yang memperoleh penilaian yang minim ialah seksi mendengarkan dan yang tertinggi ialah seksi membaca. Hal ini berarti pengetahuan tentang terminologi, prinsip, dan generalisasi data yang diterima melalui pendengaran perlu ditingkatkan lagi. Dari segi jumlah peuji memang terlihat bahwa terjadi peningkatan, tetapi indeks kemahiran berbahasa Indonesia di Provinsi Maluku tidak menunjukkan peningkatan dan belum sesuai dengan standar yang ditentukan pemerintah. Nurhayati (2008) dalam artikelnya yang berjudul “Berbagai Strategi Pembelajaran Bahasa dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa” membeberkan dua penyebab rendahnya nilai bahasa Indonesia, yaitu siswa menyepelekan dan malas belajar bahasa Indonesia karena menanggap bahasa Indonesia tidaklah penting jika dibandingkan dengan bahasa asing.  Minat baca serta fokus pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang rendah juga menjadi penyebab gagalnya pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Guru lebih menekankan pada hafalan tentang tata bahasa, tetapi tidak mengajarkan cara untuk memahami dan berkomunikasi dengan baik. Selain itu, cara mengajar yang tidak kreatif juga membuat siswa malas mengikuti pembelajaran. Siswa hanya mendengar, tetapi tidak menyimak sehingga saat diuji kemampuan mendengarkan, siswa tidak mampu menjawab pertanyaan dengan benar.

Dalam artikelnya, Nurhayati menyarankan agar pembelajaran di sekolah perlu difokuskan pada kemampuan membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicara. Hal yang disampaikan Nurhayati ini sejalan dengan apa yang diujikan di dalam UKBI. Hasil UKBI diharapkan dapat menjadi bahan untuk mengevaluasi dan meningkatkan mutu pembelajaran dan penggunaan bahasa Indonesia, khususnya di sekolah. Guru memberikan edukasi yang benar tentang bahasa Indonesia karena sangat sulit dalam konteks nyata jika guru harus memberikan ilmu hingga siswa mencapai tingkat mahir. Bagaimana mungkin seorang guru mengajak atau mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar jika dirinya sendiri bukan merupakan contoh yang baik? Mari, ukur kemahiran berbahasa Indonesia kita demi bahasa Indonesia yang lebih bermartabat. Oleh: Herlina Inge Tomasoa, S.S.Staf Teknis Kantor Bahasa Provinsi Maluku (*)