AMBON, Siwalimanews – Ratusan warga Pe­lauw, Kecamatan Haru­ku, Kabupaten Maluku Tengah menyerbu Kan­tor DPRD Maluku, Ka­mis (9/12).

Ratusan warga Pe­lauw ini mengecam Peme­rintah Daerah baik provinsi maupun Kabupaten Maluku Te­ngah tidak memper­hatikan mereka, di­mana 10 tahun hidup se­bagai pengungsi

Ratusan korban kon­flik Pelauw ini terdiri dari orang tua, pemuda dan anak-anak. Mereka tiba di Baileo Rakyat Karang Pan­jang sekitar pukul 11.30 WIT dan langsung menyampaikan aspirasi mereka terkait de­ngan persoalan pengungsi yang dibiarkan selama ber­tahun-tahun oleh Pemda Maluku.

Koordinator aksi Ali Salampessy dalam orasinya mengatakan, selama 10 tahun ratusan pengungsi konflik Pelauw diterlantarkan oleh pemda, maka sesungguhnya pemda telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

“Pemda Maluku, Bupati Malteng dan DPRD telah melakukan kejahatan kemanusiaan, karena telah menelantarkan masyarakat korban konflik sosial Pelauw selama 10 tahun,” tegas Salampessy.

Baca Juga: Ambon Butuh Musik Secara Akademis

Aksi yang diwarnai dengan isak-tangis dari kaum ibu ini sempat membuat anggota DPRD Provinsi Maluku, Saodah Tethool yang menerima ratusan masa aksi ini kewalahan menenangkan massa, lantaran massa meminta ingin bertemu dengan pimpinan DPRD.

Setelah berorasi beberapa menit, Salampessy membacakan lima poin pertama, meminta Presiden RI selaku kepala negara dan Mendagri untuk mengintervensi penyelesaian pengungsi konflik Pelauw.

Kedua, mendesak DPRD Maluku memanggil Bupati Malteng dan Raja Pelauw Efendi Rasyad Latuconsina, yang juga sebagai Wakil Ketua DPRD untuk segera memulangkan para pengungsi sesuai dengan UU Nomor: 24 tahun 2007 tentang Bencana dan UU Nomor: 7  tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Ketiga, mendesak DPRD Maluku memanggil stakeholder, yakni Gubernur, Pangdam, Kapolda dan Bupati Malteng untuk mencari solusi bersama, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor: 24 tahun 2007 dan UU Nomor: 7 tahun 2012.

Keempat, menuntut DPRD, Gubernur, Bupati dan DPRD Malteng untuk lebih proaktif dalam menyelesaikan konflik sosial Pelauw, termasuk sebagai mediator dan fasilitator dalam mempertemukan kedua belah pihak, dalam satu meja perundingan secara resmi berdasarkan UU Nomor: 24 tahun 2007 dan UU Nomor: 7  Tahun 2012.

Kelima, menuntut harus ada upaya, solusi dan langkah konkrit dari DPRD dan Gubernur untuk memulangkan pengungsi, sekaligus turun melakukan investigasi di lapangan terkait dengan konflik.

Mendengar tuntutan masa aksi, Saodah berjanji akan menyampaikan lima poin yang menjadi tuntutan masa aksi kepada pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

“Saya akan desak Pemda Maluku untuk mendesak Bupati Malteng menyelesaikan masalah konflik ini,” janji Saodah.

Kendati telah mendengar pernyataan Saodah, namun massa aksi tidak meninggalkan Baileo Rakyat dan mengancam akan bertahan hingga ditemui pimpinan DPRD, termasuk Raja Negeri Pelauw yang juga Wakil Ketua DPRD Rasyad Latuconsina. (S-50)