AMBON, Siwalimanews – Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alawiyah Fadlun Alaydrus siap memenuhi panggilan Komisi I DPRD Maluku terkait lahan RSUD dr. M Haulussy.

“Saya sudah terima surat pangilan dari DPRD untuk menjelaskan terkait lahan RSUD dr. M Haulussy dan saya siap,” ujar Alaydrus ketika dikonfirmasi Siwalima  di Kantor Gubernur Maluku, Senin (29/6).

Menurutnya substansi surat yang diterima dari DPRD untuk membicarakan terkait dengan lahan rumah sakit milik Pemprov Maluku.

“Nanti kita akan jelaskan sesuai dengan permintaan DPRD,” tandas­nya singkat.

Ia mengaku, akan menemui Komisi I DPRD Maluku pada Rabu, 1 Juli sekitar pukul 10.00 WIT.

Baca Juga: Polisi Bubarkan Demo HMI dan Pedagang di Kantor Gubernur

“Sesuai undangan jam 10.00 pagi saya akan menghadap DPRD dan akan memberikan penjelasan,” tan­dasnya

Akan Panggil

Sebelumnya diberitakan, Komisi I DPRD Maluku segera meng­agen­dakan pemanggilan terhadap Biro Hukum Setda Maluku dan sejumlah pihaknya lainnya terkait lahan RSUD dr. M Haulussy Ambon.

Ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy jadi rebutan banyak pihak. Saling klaim, dan menggugat. Na­mun Pemprov Maluku telah membayar kepada Yohenas Tisera alias Buke, dengan alasan sesuai putusan peng­adilan. Rp 13 miliar sudah dicairkan, dari total Rp.49 miliar yang harus dibayar.

“Jadi sebelum turun untuk melihat lahan yang menjadi objek permasa­lahan, kami akan lakukan rapat de­ngar pendapat bersama dengan para pihak, diantaranya Buke Tisera, Pem­da Provinsi Maluku dalam hal ini Biro Hukum dan Hak Asasi Ma­nusia, termasuk Badan Pertanahan Maluku,” kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno ke­pada Siwalima, melalui telepon selulernya, Minggu (28/6).

Wenno juga mengatakan, Komisi I berencana meninjau lahan RSUD dr. M Haulussy.  Berbagai agenda yang berkaitan dengan lahan rumah sakit negeri nomor satu di Maluku ini akan diputuskan dalam rapat internal komisi.

“Komisi I akan melakukan rapat secara internal terlebih dahulu untuk menentukan agenda-agenda yang berkaitan langsung dengan perso­alan lahan dimaksud. Rabu atau Kamis nanti, baru kita menentukan,” ujarnya.

Wenno menambahkan, kehadiran Biro Hukum Setda Maluku dalam rapat sangat penting karena berkai­tan dengan ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy.

“Ini menjadi salah satu fokus dalam pertemuan. Pasti semua di­ung­kap,” tandasnya.

Sudah Bayar 13 Miliar

Seperti diberitakan, Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alawiyah Fadlun Alaydrus mengaku, ganti rugi yang sudah dibayar kepada Yohanes Tisera alias Buke sebesar Rp 13 miliar dari jumlah Rp 49 miliar yang harus dibayar Pemprov Maluku atas lahan RSUD dr. M Haulussy.

Tahap pertama dibayar pada Feb­ruari tahun 2019 sebesar Rp. 10 miliar dan tahap kedua tahun 2020 sebesar Rp.3 miliar.

“Jadi sudah dua kali bayar ganti rugi lahan kepada keluarga Tisera berdasarkan hasil putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon,” kata Alaydrus kepada Siwalima di ruang kerjanya, Jumat (26/6).

Alaydrus menjelaskan, pembaya­ran ganti rugi lahan RSUD Haulussy dilakukan sebanyak 4 kali. Pemba­yaran dilakukan berdasarkan putu­san banding Pengadilan Tinggi Am­bon Nomor 18/Pdt/2011/PT yang mem­batalkan putusan tingkat per­tama Nomor 38/Pdt.G/2009/Penga­dilan Negeri Ambon.

“Kita sudah bayar dua tahap dengan nilai 13 miliar. Rencana mau bayar lanjut tetapi situasi sekarang ada pandemi sehingga belum dicair­kan,” terang Alaydrus.

Alaydrus mengatakan, lahan RSUD dr Haulussy sudah dalam pe­nguasaan Pemprov Maluku. Karena itu, pemprov harus membayar ganti rugi kepada yang berhak.

“Besaran nilai itu telah ditetapkan berdasarkan hasil appraisal. Setelah penetapan nilai maka kami buat akta notaris. Setelah akta notaris itu di­buat proses pembayaran yang dila­ku­kan oleh Badan Pengelola Keua­ngan dan Aset Daerah,” terangnya.

Ditanya apakah dalam putusan pengadilan itu ada perintah mem­bayar Alaydrus enggan menjelas­kan. Ia hanya mengatakan, putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT yang memba­talkan putusan tingkat pertama Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon, menjadi dasar untuk pembayaran.

“Dasar pembayaran ya itu, diberi­kan kepada yang berhak karena dia punya dan kami (pemerintah) me­nguasai apa yang menjadi milik dia dan kewajiban pemerintah memberi­kan ganti rugi,” tandas Alaydrus.

Alaydrus juga mengungkapkan, pihaknya telah meminta semua sali­nan putusan dalam perkara ini dari pihak pengadilan.

“Kita minta penjelasan dari pe­ngadilan dan pengadilan sudah mem­berikan penjelasan bahwa su­dah jelas bahwa pemengang hak atas obyek sengketa adalah keluarga Tisera itu,” ujarnya.

Soal permintaan DPRD agar pem­bayaran tahap berikutnya dihenti­kan sementara, Alaydrus mengaku pihaknya sudah menjelaskan kepada DPRD. “DPRD punya hak meminta kete­rangan dari pemerintah daerah dan kita sudah menjelaskan bahkan me­nyurati secara resmi, terkait penje­lasan hukum atas obyek sengketa itu,” ujarnya.

Sebelumnya Alaydrus menjelas­kan, dalam perkara ini, penggugat asal adalah Yosepus Nikodemus Waas Cs. Mereka menggugat Pem­prov Maluku (tergugat I) untuk mem­bayar ganti rugi. Yohanes Tisera alias Buke juga digugat (tergugat II).

Lalu saniri Negeri Amahusu mela­kukan intervensi dalam perkara a quo, dan bertindak selaku penggu­gat intervensi I. Yakobus Alfons juga menempuh langkah yang sama, sehingga posisinya sebagi penggu­gat intervensi II.

“Dalam proses itu, tergugat II Yohanis Tisera mengajukan rekon­vensi atau gugatan balik. Jadi dia sebagai pihak tergugat dalam per­kara dengan objek sengketa tanah di RSUD Haulussy, dia melakukan gugatan balik terhadap pihak-pihak penggugat asal maupun penggugat intervensi, dan juga Pemda Malu­ku,” jelas Alaydrus.

Alaydrus mengungkapkan, ba­nyak dalil yang disampaikan. Ada yang menyebut tanah RSUD Hau­lussy adalah Dusun Pusaka Ijipuan. Amahusu katakan, itu petuanan Negeri Amahusu, lalu Yakobus Al­fons bilang itu Dusun Dati Kuda­mati. Sementara Yohanis Tisera se­but itu Dusun Dati Pohon Katapang.

Alaydrus menjelaskan, dalam putusan Nomor 38/Pdt.G/2009/Pe­ngadilan Negeri Ambon menyatakan gugatan penggugat asal, penggugat intervensi maupun penggugat reko­vensi tidak dapat diterima.

Selanjutnya, putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT menyatakan membatalkan putu­san tingkat pertama Nomor 38/Pdt. G/2009/Pengadilan Negeri Ambon.

Dalam amar putusannya, juga Pengadilan Tinggi Ambon menyata­kan menolak gugatan penggugat asal (keluarga Waas), penggugat inter­vensi I (Pemerintah Negeri Ama­husu) dan intervensi II (Yacobus Alfons) selaku para pihak yang mengajukan banding.

Amar putusannya juga menyata­kan mengabulkan gugatan penggu­gat rekonvensi (tergugat II) dalam hal ini Yohanis Tisera alias Buke un­tuk seluruhnya. “Dua amar putusan itu yang menonjol, yang kemudian oleh penafsiran hukum, objek se­ngketa itu menjadi milik Yohanis Tisera,” urai Alaydrus.

Lanjut Alaydrus, Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi dari penggugat asal, dan pe­nggugat intervensi melalui putusan MA 1385.K/Pdt/2013. Begitupun de­ngan putusan Peninjauan Kembali (PK), dengan putusan PK Nomor: 512PK/Pdt/2014.

“Dalam permohonan kasasi, itu menolak seluruh permohonan me­reka, dan juga PK. Jadi upaya hu­kum biasa dan upaya hukum luar biasa, itu sudah inkrah,” ujarnya.

Dengan adanya putusan kasasi maupun PK yang menolak gugatan penggugat asal dan pengugat inter­vensi, kata Alaydrus, sehingga kembali kepada putusan banding yang dimenangkan Yohanis Tisera.

“Jadi gugatan melawan Pemerin­tah Provinsi Maluku dianggap se­lesai, karena kasasi dan PK mereka ditolak, maka kembali ke putusan Pengadilan Tinggi Ambon, sehingga Yohanis Tisera selaku pihak yang ber­hak menerima ganti rugi,” ujarnya.

Berbekal putusan itu, Gubernur Maluku saat itu, Said Assagaff diam-diam memerintahkan untuk memba­yar ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy yang luasnya sekitar 3,8 hektar itu, kepada Yohanes Tisera.

Pembayaran dilakukan tanpa sepengetahuan DPRD. Begitupun tanpa penetapan eksekusi dari peng­adilan.

Bisnis Orang Jakarta

Sengketa tanah RSUD dr. Hau­lussy kembali menjadi perbincangan publik, pasca peristiwa penyera­ngan kelom­pok John Refra alias John Kei ke rumah Agrapinus Rumatora alias Nus Kei di Perumahan Green Lake City, Tangerang pada Minggu (21/6).

Dalam penyidikan Polda Metro Jaya, terungkap fakta bahwa, konflik pribadi John Kei dengan Nus Kei di Jakarta, dipicu pembagian uang hasil penjualan tanah RSUD dr M. Haulussy Ambon.

John Kei merasa dikhianiti Nus Kei, karena belum mendapatkan jatah pembagian hasil penjualan. Alhasil, John Kei dan kelompoknya melakukan penyerangan ke kedia­man Nus Kei.

Penyerangan di Green Lake City menyebabkan satu orang petugas sekuriti perumahan mengalami luka karena ditabrak anak buah John Kei. Korban lain, satu pengendara ojek online, tertembak di bagian kaki.

Selain itu, anak buah John Kei juga membacok anak buah Nus Kei, AR di kawasan Duri Kosambi, Jakarta Barat, hingga tewas. (S-39)