AMBON, Siwalimanews – Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif mengajak seluruh elemen masyarakat Maluku terkhususnya warga Negeri Pelauw dan Keriu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabu­paten Maluku Tengah untuk menya­tukan tekad secara bersama-sama guna mewujudkan Maluku yang aman, damai dan sejahtera.

Ajakan ini disampaikan Kapolda dalam sambutannya saat menghadiri pertemuan rekonsiliasi antara warga Negeri Pelauw dan Kariu.

Pertemuan rekonsiliasi yang digelar di lantai VII Kantor Gubernur Maluku, Senin (14/11) ini juga diha­diri Deputi I Kantor Kesektariatan Presiden, Febri Calvin Tetelepta, Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Ruruh Aris Setyawibawa, Penjabat Sekda Maluku, Sadali Ie, dan Penjabat Bupati Maluku Tengah Muhammat Marasabessy. Hadir pula para tokoh masyarakat, adat, agama, pemuda, dari negeri Pelauw dan Kariu.

Kata Kapolda di Maluku ada 52 titik konflik yang terus terjadi dan berulang-ulang sehingga membu­tuhkan penanganan secara bersama.

“Pekerjaan kita ini tidak hanya soal Pelauw dan Kariu saja, tapi di Maluku ini ada 52 titik konflik yang terus terjadi dan terus berulang,” katanya.

Baca Juga: Menkes: HKN Fokus Hidup Bersih & Sehat

Kepada Deputi I KSP, Febry Tetelepta, Kapolda juga berharap agar persoalan yang kerap terjadi di 52 titik di Maluku juga menjadi per­hatian Pemerintah Pusat.

“Kami mohon pak Febry persoal­an lain juga bisa memberikan masu­kan dan diangkat di tigkat pusat, tidak hanya persoalan Pelauw dan Kariu saja. Ada banyak daerah-daerah

yang tadi saya sebutkan seba­nyak 52 titik konflik juga perlu kita tangani bersama.

Agar apa yang disampaikan oleh Bapak Bupati (Penjabat Bupati Ma­luku Tengah) yakni pela gandong, katong samua basudara. Tidak hanya bagus di slogan, tidak hanya bagus di spanduk dan tidak hanya bagus di baliho, tapi benar-benar terwujud dan tertanam dalam diri, batin kita, saling menghargai, saling menghormati antar sesama, hidup berdampingan dan juga menghor­mati perbedaan-perbedaan yang lain. Ini yang paling penting sebe­lum kita bicarakan hal-hal yang lain,” pinta Kapolda.

Kapolda mengaku kurang lebih setahun dirinya bertugas di Maluku, provinsi para Raja-raja. Meski belum terlalu lama, namun rasa memiliki untuk menjaga serta membangun daerah ini aman, damai dan sejahtera semakin kuat.

“Satu tahun saya sudah bertugas di sini, saya orang luar saja sangat mencintai, sangat menyayangi Maluku, kenapa basudara di sini dengan mudah ketika ada konflik, tidak menyelesaikan persoalan melalui mekanisme yang ada, tapi selalu mengatakan berdasarkan ego adat, baku bunuh, baku bakar, baku usir sesama saudara. Ini penting saya garis bawahi supaya pertemuan ini tidak hanya formalitas, tidak hanya basa basi, tapi betul-betul mewujudkan bingkai dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” harapnya.

Jenderal bintang dua ini mengaku setuju dengan salah satu poin rekonsiliasi yaitu, mewujudkan rasa damai yakni, membangun saling percaya, memberikan rasa aman satu dengan yang lain.

“Tapi mari tidak hanya selesai di pertemuan ini, tapi aktualisasi tidak seperti itu. Mari kita bangun per­saudaraan yang betul-betul dilaku­kan dalam hati yang ikhlas,” ajak­nya.

Konflik, tanya Kapolda, sampai kapan akan terus terjadi di daerah ini. Daerah lain di Indonesia terus maju dan membangun wilayahnya untuk kesejahteraan, sementara di Maluku masih saja terus mengurusi perkelahian.

“Kalau di Polri, Polda-polda lain di Indonesia dalam laporannya menyam­paikan sedang mengaman­kan pem­bangunan daerahnya, saya di Maluku melaporkan sedang mengamankan perkelahian,” tutur  kapolda.

Menurutnya, Maluku merupakan daerah yang sangat kuat apabila masyarakatnya bersatu untuk pembangunan, dan peningkatan taraf kesejahteraan.

Kapolda juga berharap pertemuan rekonsiliasi antara Pelauw dan Kariu mudah-mudahan menjadi role model yang pertama di Maluku untuk menuntaskan sebanyak 52 titik persoalan lainnya.

“Semoga rekonsiliasi ini menjadi role model yang pertama dan akan kita selesaikan juga persoalan lain­nya di Maluku, dengan melibatkan juga Pemerintah Pusat, dan pene­gasan batas sesuai dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial Nomor 7 Tahun 2012,” ujarnya.

Menurutnya, dalam UU No 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial, terdapat tiga tahapan penanganan. Diantaranya bagaima­na pencegahan, penghentian dan pemulihan pasca konflik.

“Yang kita lakukan kepada sau­dara-saudara kita Pelauw dan Kariu ini kita sudah masuk pemulihan pasca konflik. Saya titipkan tadi kepada Pak penjabat Sekda, mari semua kita bekerja dari sini. Kalau ada daerah yang belum terjadi kon­flik, kita lakukan tahapan pencega­han konflik,” sebutnya. (S-10)