AMBON, Siwalimanews – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Ambon, Pieter Leuwol beralibi jika tindakan pungutan liar (Pungli) di Pasar Gotong Royong yang dilakukan oleh bawahannya, tidak benar.Anehnya, alibi Kadis Perindag itu terkesan melindungi bawahannya yang sudah berulang-ulang kali melakukan pungli dari pedagang.

Ketika dikonfirmasi wartawan, di Balai Kota Ambon, Selasa (15/12), Leuwol  mencoba untuk menghin­dari pertanyaan-pertanyaan terse­but dengan meminta kepada warta­wan agar dapat membuktikan terkait dengan kebenaran informasi di­maksud.

“Itu masih dugaan. Kita harus bisa membuktikan. Kalau dugaan itukan sesuatu yang belum dapat dibuktikan,” tandasnya.

Kendati demikian,  Leuwol justru menilai ada yang sengaja menco­reng nama baik instansi yang dipim­pinnya.

“Jangan menduga-duga begitu. Harus ada pembuktian. Mana pungli ? Saya kira itu cuman dugaan untuk mencoreng nama baik instansi “ tepisnya.

Baca Juga: Percaya Janji Sekot, Pemilik Lahan Buka Blokade TPU Covid

Tak hanya itu, dirinya jug meng­ungkapkan untuk membuktikan kebenaran tersebut, pihaknya telah melakukan pengecekan dan terbukti tak ada indikasi tersebut.

“Ya, kita sudah ambil langkah. Artinya kita punya tujuan kerja itu, untuk bantu pedagang, untuk bisa maju,” katanya.

Ditegaskan, apabila benar stafnya melakukan pungli, maka dipastikan akan diberikan sanksi. Namun terkait sanksi yang akan diberi, kebija­kannya ada di Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

“Itu urusan diatas kan. Kalau bicara soal kedinasan, pasti saya akan bertanggung jawab, jika isu itu benar,”  cetusnya.

Diberitakan sebelumnya, diduga oknum Disperindag Kota Ambon melakukan pungli dari pedagang pasar Mardika yang direlokasi ke Pasar Gotong Royong.

Tak tanggung-tanggung harga lapak yang ditentukan bagi peda­gang yang menempati lapak sebesar Rp 3,5 juta. Beberapa pedagang kepada Siwa­lima, Selasa (9/12) mengeluhkan pungutan yang dinilai sangat memberatkan.

“Katong ini pedagang kecil saja, katong akan ditempatkan di Pasar Tagalaya, kok mau tempatkan saja katong musti bayar Rp 3,5 juta, ini terlalu berat dan katong seng sang­gup,” keluh salah satu pedagang yang meminta namanya tak diko­rankan.

Menurutnya, jika harga lapak ditagih Rp 3,5 juta maka tentu saja pedagang pasti menolak menempati pasar Tagalaya karena harga yang ditentukan sangatlah memberatkan.

Kata pedagang, alasan yang dipa­kai oknum Disperindag melakukan pu­ngutan harga lapak yang terbi­lang fantastis yaitu, sebagai biaya pembersihan lapak. Padahal Wali­kota Ambon Richard Louhenapessy dalam setiap kali arahannya kepada pedagang menegaskan, lapak yang ditempati pedagang tersebut dibe­rikan secara gratis tanpa dipungut biaya sepeser pun. (Cr-6)