AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum Unpatti, George Leasa mengatakan, ok­num anggota TNI dan Polri di Maluku yang terlibat pen­jualan senpi dan amunisi ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua telah menciderai institusinya.

Sebagai anggota TNI maupun Polri, oknum-oknum tersebut dapat dika­tegorikan penghianat negara karena menjual senpi kepada kelompok separatis di papua. “Tindakan ini me­ru­sak NKRI. Mereka dapat dikate­go­rikan penghianat negara,” ujar Leasa kepada Siwalima Rabu (24/2).

Dikatakan, untuk pemberian sank­si kepada oknum-oknum ang­gota TNI dan Polri ini seharusnya insti­tusi memberikan hukuman berat, bila perlu dipecat dulu baru dihukum sesuai kepemilikan senjata dan amunisi yang dimiliki para pelaku.

“Jadi patut dihukum berat. Dipecat dulu, baru hukuman sesuai dengan kepemilikan senjata yang dimiliki. Ini penghianat bangsa dan negara. Orang-orang seperti yang merusak citra kepolisian dan TNI harus diberikan hukuman seberat-beratnya sehingga tidak lagi kasus seperti ini terjadi,” pungkas Leasa.

Hal yang sama juga diungkapkan anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun. Politisi PDI-P ini mengatakn, oknum-oknum anggota Polresta Ambon dan 733/Masariku ditangkap dan ditahan oleh  institusinya lantaran diduga menjual senpi dan amunisi ke KKB di Provinsi Papua dianggap menciderai institusi.

Baca Juga: Bendahara Pasang Badan di Korupsi Tunjangan Transportasi DPRD Bursel

“Ini mengindikasikan ada jaringan terselubung yang ikut bermain dalam institusi kepolisian dan TNI. Olehnya patut diwaspadai,” kata Watubun.

Perilaku oknum anggota TNI dan Polri tersebut sangat menciderai institusi Polri sebagai alat negara yang strategis yang membawahi urusan Kamtibmas.

“Selaku Ketua Fraksi PDI Per­juangan kami mendukung penuh Kapolda Maluku yg bertindak cepat mengusut oknum- oknum yang terlibat dalam kejahatan seperti ini. Ini benar-benar menciderai konsti­tusi negara, bahkan ada oknum aparat yang tidak mendukung NKRI,” ujar Watubun.

Ia berharap, Polri segera memproses keterlibatan anggotanya karena telah berhianat kepada negara. “Setiap pe­ng­hianatan itu kiranya segera dipro­ses dan mendapat hukuman yang berat. Kami berharap masalah ini mesti diusut hingga ke akarnya. Saya masih menaruh harapan besar kepada internal Polri dalam meng­usut keterlibatan oknum anggo­tanya,” pungkas Watu­bun.

Hukuman Mati

Para tersangka yang terlibat dalam jual beli senjata api (senpi) dan amu­nisi ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua terancam hukuman mati hingga sanksi pemecatan dari institusi baik TNI maupun Polri.

Mereka dijerat UU Darurat sebagaimana diatur dalam pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 1951 dengan anca­man manimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Selain itu juga kepada tersangka yang berasal dari institusi Polri dan TNI selain hukuman tersebut diatas juga dike­na­kan sanksi tegas berupa pemecatan.

Dalam keterangannya kepada pers di Ambon Selasa (23/2), Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kom­bes Leo Surya Nugraha Simatupang tidak sendiri, tapi didampingi Dan­pomdam XVI/Pattimura,  Kolonel CPM Johny Paul Johanes Pelupessy, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Roem Ohoirat, Dirreskrimum Polda Maluku, Kombes Pol Sih Harno dan Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Pol. Mohamad Syaripudin.

Sebanyak Tujuh tersangka sudah ditahan, empat warga sipil dua dari institusi Polri dan satu tersangka lainnya dari TNI-AD. Sedangkan satu anggota TNI yang diduga TNI-AU sampai sekarang belum dite­tapkan tersangka dan ditahan ka­rena peran yang bersangkutan masih didalami.

Mereka yang ditahan yakni SAP dan MRA merupakan oknum anggota Polri yang bertugas di wilayah hukum Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Tersangka lainnya MS oknum TNI dari satuan Yonif 733 Masiriku serta SN, RM, HM dan AT yang merupakan warga sipil.

“Jadi mekanisme penjualan senpi dan amunisi ilegal yang kemudian sampai ke tangan KKB itu benar berasal dari anggota Polri,” ujar Simatupang.

Dikatakan, untuk senjata rakitan laras panjang jenis SS1 dijual oleh oknum anggota polri berinisial SAP alias S, sementara senjata api jenis revolver dijual oleh oknum anggota polisi berinisial MRA yang sebe­lumnya juga mengaku pernah mela­kukan transaksi jual beli senpi.

“Setelah dilakukan penyelidikan, kepemilikan senjata rakitan jenis SS1, diketahui diperoleh dari salah satu oknum anggota Polri inisial SAP alias S dimana senjata dijual kepada saudara J yang ditangkap oleh Polres Bintuni. Sedangkan senjata revolver  bisa dimiliki J juga berasal dari angota Polri MRA. Senjata ini didapat dari sesorangan yang masih dikembangkan, kemudian diserah­kan lagi kepada sipil atas nama SN dan dijual kembali ke J. Untuk MRA ini kali kedua dirinya melakukan transaksi sebelum akhirnya ditang­kap,” beber Simatupang.

Belum diketahui secara pasti asal muasal senjata rakitan yang diper­jualbelikan tersebut, namun dari penyelidikan motif penjualan senpi yaitu hanya memperoleh keuntu­ngan. Simatupang juga mengung­kapkan total enam tersangka yang sudah diamankan belum keselu­ruhan, masih terdapat pelaku lain yang hingga kini masih dalam pengembangan dan pengejaran.

“Asalnya senjata rakitan masih kita telusuri namun motifnya untuk mendapat keuntungan. Jadi senjata dibeli dari warga dengan harga Rp 6 juta dan dijual lagi seharga Rp 20 juta. Kalau untuk tersangka sendiri sebagian besar sudah tertangkap, namun masih ada yang belum. Untuk itu karena TKPnya ada di wilayah hukum Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, maka kita akan terus telusuri dan ditindak lanjuti,” janji Simatupang.

Kabid Propam Polda Maluku , Kombes M Syaripudin menegaskan, tak hanya hukuman pidana, oknum anggota Polri yang terlibat juga akan diberi sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat alias pecat.

“Aturan jelas apabila seseorang anggota Polri melakukan tindak pidana, dan dihukum minimal empat tahun penjara, maka dia akan diberi tambahan sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat,” tegas Syaripudin. (S-51)