AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy diminta untuk mencari solusi bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, jika tidak mau bayar lahan milik Enne Kailuhu.

Walikota jangan membangun opini tanpa dasar, bahwa lahan TPA dan IPST di Toisapu, Kecamatan Leitimur Selatan masuk kawasan hutan lindung. Nanti dinilai, wali­kota berupaya menghindari pem­bayaran.

“Lahan itu dipergunakan pemkot untuk pembuangan akhir sampah, maka pemkot secepatnya harus selesaikan persoalan ini,” tandas Ang­gota DPRD Kota Ambon, Yusuf Wally, kepada Siwalima di Baileo Rak­yat Belakang Soya, Senin(19/10).

Wally mengatakan, kalau tidak ada komunikasi yang baik antara pemkot dengan pemilik lahan, ditakutkan akan berdampak besar penanganan sampah. Untuk itu perlu ada itikad baik dari pemkot untuk mencari solusi dalam me­nyelesaikan masalah ini.

Ia meminta walikota tak mem­per­tahankan pendapat bahwa lahan TPA dan IPST masuk hutan lin­dung. Sebab, Kepala Dinas Kehu­tanan Provinsi Maluku, Sadli Ie sudah menegaskan, kalau bu­kan masuk hutan lindung.

Baca Juga: Klaim Lahan TPA dan IPST Hutan Lindung, Walikota Asbun

“Jika pemkot pertahankan argu­men, maka pastinya wibawa pem­kot akan jatuh di mata publik. Ja­ngan sampai ada penilaian bahwa pemkot hindari pembayaran sehi­ngga berasumsi bahwa lahan IPST adalah hutan lindung bukan hutan pengguna lain,” ujar Wally.

Baku Bantah

Pemkot Ambon awalnya berniat membayar lahan milik Enne Kailu­hu sekitar 10 Ha. Sebagai bukti ke­seriusan, Pemkot membayar down payment sebesar Rp. 660 juta.

Pemilik lahan berulangkali me­minta Pemkot melaksanakan ke­sepakatan dalam Akta Perda­maian 269, diantaranya penyiap­kan app­rasail untuk menilai pem­bayaran lahan. Namun tidak dila­kukan.  So­masi kemudian dilayang­kan. Tetapi, lagi-lagi tak dihiraukan.

Geram dengan sikap pemkot, pemilik lahan menutup jalan ma­suk ke TPA dan IPST. Alhasil, Kamis (8/10) puluhan supir truk peng­angkut sampah tak bisa masuk untuk membuang sampah.

Pemkot pusing dan buru-buru mengundang pemilik lahan untuk melakukan pertemuan. Usai per­te­muan, Walikota menyampaikan pernyataan mengejutkan, kalau areal TPA dan IPST adalah hutan lindung.

Pernyataan Walikota bahwa la­han TPA dan IPST adalah kawasan hutan lindung, dibantah Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie.

Menurut Sadli, kawasan itu merupakan Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga tidak ada urusannya dengan Kementerian Kehutanan.

“Lahan yang dibeli Pemkot Ambon seluas 10 hektar untuk per­luasan areal TPA dan IPST Toisapu itu APL bukan kawasan hutan lindung, dari status kawasan tidak ada masalah,” kata Sadli Ie kepada Siwalima di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (13/10).

Menurutnya, perluasan lahan TPA yang dibeli Pemkot Ambon jaraknya tidak jauh dari kawasan hutan lindung. “Tapi dalam peta 854 tentang kawasan perairan Provinsi Maluku lokasi yang dibeli pemkot bukan merupakan kawa­san hutan lindung,” jelas Sadli.

Salah satu kuasa hukum Enne Kailuhu, Edward Diaz mendukung pernyataan Sadli Ie. Ia menegas­kan pernyataan Walikota Ambon meru­pakan bentuk pembohongan publik.

“Kadis Kehutanan provinsi pu­nya domain disini, lalu kenapa sampai walikota saya katakan bohongi publik, karena yang bersangkutan tidak berkoordinasi langsung de­ngan provinsi terkait hal ini,” ucap Diaz kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (14/10).

Walikota Keukeuh

Pernyataan Kadishut Sadli Ie, disanggah lagi oleh Walikota. Dia balik menyarankan Sadli agar bertanya ke Kemenhut agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.

Menurutnya, status lahat tersebut merupakan lahan hutan lindung, yang sampai dengan hari ini masih diproses pengembalian status la­han tersebut di Kementerian Ling­kungan Hidup dan Kehutanan.

“Coba di cek Dolo. Bilang beliau cek ulang untuk itu. Cek itu, cek di kementerian kehutanan, karena itu petnjuk dari kementrian kehuta­nan. Ada SK Menteri Kehutanan yang menetapkan itu. Oleh karena itu bilang kadis kehutanan, coba konfirmasi dulu jangan sampai ngomong salah. Seperti itu,” tutur Louhenapessy kepada Siwalima di Ambon, Kamis (15/10).

Disinggung soal ada unsur kesengajaan dengan penetapan status lahan tersebut, agar tidak melakukan proses pembayaran lan­jut kepada Enne Kaliluhu, Wa­likota dengan tegas membantah­nya.

“Tidak, tidak itu. Berdosa itu. Saya bilang buat you, you bilang buat itu tolong bilang ke kepala dinas untuk dikonfirmasi ke kementerian kehutanan, itu dulu,” tegas Louhenapessy.

Dia justru menduga nomor peta yang disampaikan Sadli itu adalah peta lama, sehingga dirinya takut hal tersebut dapat memprovokasi pemilik lahan. “Iya itu dia, bilang itu hati-hatilah jangan sampai itu provokatif kan bisa repot itu dia,” tambahnya.

Pemkot Undang Lagi

Pemilik lahan TPA dan IPST Toi­sapu, Enne Yosephine Kailuhu me­ngaku, Pemkot Ambon telah mela­kukan koordinasi dan mengun­dang pihaknya untuk melakukan pertemuan pada Rabu (21/10).

“Pemkot menggundang hari Senin, namun kita minta hari Rabu untuk rapat, karena saya sedang ada di luar kota untuk sedikit uru­san keluarga,” kata Kailuhu kepa­da Siwalima, Minggu(19/10).

Kailuhu mengatakan, pihaknya mendapat informasi kalau pemkot sudah membentuk tim. Namun tujuan pembentukan tim itu, tidak tahu.   “Apakah tim yang dibentuk oleh pemkot ini tim untuk apprasail atau tim apa,” ujarnya.

Soal deadline satu minggu yang diberikan kepada pemkot, Kailuhu mengatakan, pihaknya menunggu hasil rapat pada Rabu.

“Nantinya setelah rapat dulu baru bisa diketahui, karena dalam rapat kita tetap memberikan ultimatum jika tidak ada kepastian tanggal deadline waktu maka akan lakukan penutupan,” ujarnya. (Cr-2/Mg-5)