AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan peran mantan Penjabat Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Ruben Moriolkossu dan terdakwa Petrus Masela, bendahara pengeluaran dalam kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas pada Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun 2020.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (13/3) JPU Kejari Tanimbar, Ricky Ramadan Santoso dalam dakwaan menyebutkan, mantan Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon diduga menerima uang sebesar Rp300 juta.

Menurut JPU dalam persidangan yang dipimpin hakim Rahmat Selang sebagai hakim Ketua didampingi dua hakim anggota lainnya bahwa, tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Ruben Moriolkossu menguntungkan diri terdakwa lebih kurang sebesar Rp 455.647.264 dan menguntungkan orang lain dalam hal ini mantan Bupati KKT, Petrus Fatlolon sebesar Rp314.598.000.

Sedangkan terdakwa Petrus Masela menguntungkan diri terdakwa lebih kurang sebesar Rp160.000.000.

Kata JPU, terhadap perkara ini telah dilakukan oengembalian kerugian keuangan negara melalui JPU Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebesar Rp106.892.000,00 yang telah disetorkan ke rekening Pengadilan Negeri Ambon pada saat pelimpahan perkara ke

Baca Juga: Kebakaran di Poka, Tujuh  Rumah dan Belasan Kendaraan Ludes

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Senin, 4 Maret 2024.

Selain itu, JPU juga membeberkan peran PF yang diduga merupakan otak terjadinya korupsi di Setda Tanimbar.

Hal itu berawal dari permintaan saksi PF yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kepulauan Tanimbar memerintahkan terdakwa Ruben Moriolkossu untuk menyediakan sejumlah uang guna membiayai beberapa kebijakan.

Saat itu terdakwa RM menjelaskan kepada PF bahwa tidak ada pos anggaran untuk membiayai kebijakan tersebut, namun saat itu saksi PF tetap memaksa dan memerintahkan terdakwa untuk mematuhi tuntutan tersebut.

Untuk memenuhi perintah tersebut terdakwa yang merupakan Sekda dan sekaligus sebagai pengguna anggaran memerintahkan saksi Petrus Masela untuk mengeluarkan sejumlah uang dari bendahara pada setda KKT tahun 2020 untuk membiayai kebijakan tersebut.

Dikarenakan tidak tersediaannya anggaran selanjutnya saksi Petrus Masela mengatakan ada anggaran perjalanan dinas yang bisa digunakan sehingga berdasarkan penjelasan tersebut terdawaka RM menyetujuinya.

untuk memenuhi permintaan saksi PF sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar saat itu, kemudian sebagian dari anggaran perjalanan dinas tersebut juga dipergunakan untuk beberapa kebijakan lainnya.

Misalnya dari total yang diterima PF sekitar Rp314 juta itu sebagian dipakai untuk membiayai kebijakan lainya yakni Rp15 juta yang diminta saksi PF kepada terdakwa untuk keluarga duka Jusuf Silety yang diserahkan langsung kepada PF di Desa Arma.

Selanjutnya Rp50 juta yang diberikan kepada para pendeta Klasis Tanimbar Utara pada Kamis 2020 lalu bertempat di Gereja Syeba Jemaat Larat Kota, yang diserahkan oleh saksi Blendi Souhoka dan diserahkan dalam amplop coklat.

Kemudian saksi Blendi menyerahkan kepada PF uang 50 juta tersebut. Selanjutnya sekitar pukul 16.00 WIT masih di gereja Syeba Kota Larat itu, PF serahkan Rp25 juta kepada 25 pendeta yang hadir melalui saksi Blendi dengan masing masing diisi Rp1 juta yang telah dimasukan pada 25 amplop.

Tak hanya itu, PF juga memerintahkan terdakwa RM untuk menyerahkan uang Rp55 juta kepada warga Desa Ilngei, uang itu langsung diserahkan di balai desa yang diberikan langsung kepada saksi PF

Selanjutnya uang Rp13 juta yang diperintahkan saksi PF kepada terdakwa yang diserahkan oleh dopir terdakwa Piter Matruty untuk diberika kepada peserta lomba di Desa Olilit Timur.

Berdasarkan hal tersebut, terdakwa RM dan Petrus Masela didakwa melanggar primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1),

(2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dan Subsidair Pasal 3 jo Pasal

18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(S-26)