AMBON, Siwalimanews – Tim penyelidik Kejaksaan Tinggi Maluku itens bekerja menggali bukti-bukti adanya dugaan korupsi proyek air bersih Haruku, yang mangkrak.

Proyek yang dibiayai dengan dana pinjaman PT SMI sebesar 12,4 miliar ini hingga saat ini tak dapat dinikmati masyarakat.

Alhasil, tim penyelidik Kejati Maluku, bersama Dinas PUPR dan ahli dari Fakultas Teknik UKIM, turun memeriksa secara langsung proyek air bersih tersebut di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Informasi yang berhasil di­peroleh Siwalima, tim penye­lidik Kejati Maluku bersama Dinas PUPR dan ahli dari Fakultas Teknik UKIM turun langsung memeriksa proyek air bersih tersebut pada lima lokasi di Pulau Haruku.

“Jadi tim jaksa bersama dengan Dinas PUPR ada 2 orang dan ahli dari akademisi Fakultas Teknik UKIM turun pekan lalu di Haruku periksa proyek air bersih pada 7 titik di pulau Haruku itu,” ujar sumber yang meminta namanya tak dikoran­kan kepada Siwalima, Sabtu (25/3).

Baca Juga: Ibu Rumah Tangga di Banda Tewas Diperkosa

Kata sumber itu, tim jaksa, ahli dan Dinas PUPR turun pada Jumat lalu, tim telah melakukan pemeriksaan pada lima lokasi yaitu, Kailolo, Peluaw, Naama, Naira dan Wassu.

“Dari lima lokasi ini tidak tahu ini ahli menghitung kontrak. Dan infor­masinya itu menghitung semua. Itu bagus berarti kerugian negaranya besar. kalau kontrak itu ada tujuh lokasi, dua lokasi yaitu Rohmoni dan Kebauw. Di Ruhumoni juga awalnya mesin bautnya sudah di lokasi tetapi tiba-tiba tidak ada,” tuturnya.

Jika diaudit untuk lima lokasi proyek air bersih tersebut, lanjut sumber ini, maka kerugian negara­nya pasti besar. karena anggaran 12,4 miliar hanya untuk lima lokasi saja maka tentu saja kerugian ne­garanya besar.

“Karena pipa-pipa yang ditanam itu tidak sesuai dengan spek, misal­nya untuk 4 inci hanya dipasang 3 inci saja,” katanya.

Sementara itu, Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang di­konfirmasi Siwalima mengatakan, bahwa kejaksaan tidak ada yang turun ke Haruku. “Tidak ada,” ujar­nya singkat.

Sebelumnya kepada Siwalima di ruang kerjanya, pekan lalu, Kareba mengungkapkan, belum ada infor­masi yang diperolehnya.

“Saya belum dapat informasi dari dalam,” katanya singkat.

Harus Tuntas

Langkah Kejati Maluku yang turun melihat langsung fisik peker­jaan pembangunan proyek air bersih di Kecamatan Pulau Haruku meru­pakan langkah maju dalam peng­usutan kasus tersebut.

Praktisi hukum, Munir Kairoty mengingkatkan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk konsisten dan harus proyek air bersih ini tuntas jangan sampai mandek di tengah jalan.

Kata dia, langkah ini tidak boleh hanya sampai dengan pengecekan ke lokasi oleh kejaksaan saja, me­lainkan harus diikuti dengan konsis­tensi Kejati untuk mengungkap ka­sus dugaan korupsi proyek miliaran rupiah ini hingga tuntas.

Pasalnya, tidak ada pilihan lain bagi Kejaksaan Tinggi Maluku selain membawa kasus ini hingga ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk disidangkan, agar publik Ma­luku dapat percaya kepada kejak­saan.

“Kalau sudah turun maka ini me­nunjukan Kejaksaan punya perha­tian terhadap masalah air bersih di pulau haruku itu jadi patut di apresiasi tetapi persoalan ini harus naik ke meja hijau,” ungkap Kairoty saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, pekan lalu.

Dijelaskan, tugas Kejaksaan Ti­nggi Maluku hanya memastikan bahwa telah ada kerugian negara dalam pembangunan proyek air bersih di Pulau Haruku, sedangkan terkait dengan adanya kesalahan dalam kasus tersebut merupakan kewenangan pengadilan.

Setelah kembali dari lokasi, ung­kap dia, Kejaksaan Tinggi Maluku harus transparan kepada masyara­kat sebagai bentuk kontrol terhadap penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi pembangunan pro­yek air bersih di Pulau Haruku.

Jangan Mau Diintervensi

Terpisah, aktivis Laskar Anti Ko­rupsi, Roni Aipassa menyambut baik upaya Kejaksaan Tinggi Malu­ku yang turun dan melihat langsung fisik pekerjaan pembangunan pro­yek air bersih di Pulau Haruku yang menghabiskan anggaran 12.4 miliaran rupiah itu.

Menurutnya, ketika penegak hu­kum turun ke lokasi proyek maka menujukkan adanya serius kejaksaan untuk mengungkap dalang dari kasus dugaan korupsi dan menjadi salah satu alat bukti dalam mene­tapkan tersangka.

“Ini langkah baik yang ditunjuk­kan dan kalau Kejaksaan Tinggi su­dah turun, maka yang pasti penyidik sedang mencari alat bukti,” ujarnya.

Aipassa pun mengingatkan Ke­jaksaan Tinggi Maluku untuk tetap konsisten dan tidak mau diinter­vensi oleh siapapun, yang bertujuan untuk menghambat penegakan hu­kum dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara tersebut.

“Kita berharap Kejaksaan Tinggi tetap tegak lurus dalam menjalankan tugas penegakan hukum dalam me­ngungkap kasus ini sehingga mun­cul kepercayaan dari masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi,” pinta­nya.

Harus Jadi Atensi

Proyek air bersih SMI Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, harus menjadi atensi dan perhatian Kejati Maluku.

Pasalnya, nilai anggaran yang digelontarkan bagi proyek air bersih tersebut sangatlah fantasistik mencapai Rp12,4 miliar, sehingga sudah seharusnya atensi kejaksaan mengusut tuntas kasus tersebut.

Demikian dikatakan staf pengajar Fakultas Hukum Unpatti, Remon Supusepa, kepada Siwalima, mena­ng­gapi berlarut-larutnya penanga­nan kasus tersebut.

Dalam proses penegakan hukum, lanjut Supusepa, jaksa memiliki kewenangan sebagai penyidik dalam aturan pelaksana KUHP maupun UU kejaksaan.

Selain harus menjadi atensi, juga diperlukan keseriusan lembaga pe­negak hukum ini untuk mengu­sutnya.

“Dalam perkara tipikor tidak ada pembedaan, mungkin dari aspek jumlah kerugian negara yang sangat besar, sehingga perlu ada penanga­ngan secara khusus tetapi sebe­narnya tergantung keseriusan untuk menangani perkara,” ungkap Supu­sepa melalui telepon selulernya, Kamis (16/3).

Menurut Supusepa, biasanya untuk penangangan kasus dugaan tindak pidana korupsi berkaitan erat dengan diskoordinasi fungsional penyidik, artinya terdapat tarik me­narik kepentingan antara penyidik.

Tidak menjadi rahasia umum lagi dimana dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi sering kali untuk kasus-kasus dengan nilai kerugian negara yang besar mengalami per­lambatan, dibandingkan dengan kasus yang kecil.

Hal ini disebabkan dari sisi internal, lanjut dia, berkaitan dengan menemukan bukti yang sulit didapat oleh penyidik sehingga membuat lambat.

Sedangkan dari sisi eksternal, yang berasal dari luar yang mem­pengaruhi proses penegakan hu­kum itu. Pengaruh eksternal inilah yang seharusnya dijaga agar jangan sampai insitusi penegak hukum yang harusnya memilih fungsi untuk mengejar kerugian negara, terham­bat karena lebih dominannya faktor eksternal.

Dalam kaitan dengan kasus du­gaan korupsi SMI, Supusepa mene­gaskan, kasus ini seharusnya men­jadi atensi Kejaksaan Tinggi Maluku untuk segera melakukan ekspos terhadap perkara.

“Ekspos ini penting guna men­jelaskan kepada publik sejauhmana proses penanganan walaupun dalam proses pemeriksaan ada hal-hal yang tidak boleh didiumumkan, tetapi setidaknya perkembangan perkara disampaikan kepada publik supaya tidak ada keraguan masya­rakat terhadap proses penanganan korupsi di Maluku yang dilakukan oleh penegak hukum,” tegasnya.

Supusepa pun berharap Kejak­saan Tinggi Maluku dapat fokus dan serius untuk mengusut dugaan ko­rupsi SMI yang saat ini telah men­jadi pengetahuan semua masya­rakat Maluku maupun secara nasional.

Lebih Fokus

Kejati Maluku diminta untuk lebih fokus menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek air bersih SMI Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Proyek air bersih SMI Haruku senilai Rp12,4 miliar sudah menjadi perhatian publik, sehingga Kejati diharapkan lebih fokus mengungkap kasus-kasus jumbo ketimbang me­ngejar kasus-kasus lainnya yang bisa ditangani di kejari.

Demikian diungkapkan, akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (14/3) lalu.

Menurutnya, hibah rehabilitasi Kantor Kejati Maluku dari APBD Provinsi Maluku tidak boleh mele­mahkan lembaga korps Adhyaksa ini dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi terutama bernilai jumbo se­perti proyek air bersih SMI Haruku.

“Proyek rehab kantor itu sendiri yang tidak bisa disatukan dengan kasus korupsi yang saat ini diusut kejati, hanya saja karena kasus ini terkait organisasi perangkat daerah di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku, sehingga kejaksaan perlu diingatkan untuk tidak boleh lemah dan jangan mau diintervensi oleh kepentingan apapun,” ujar Pellu.

Menurutnya, kasus-kasus du­gaan korupsi air bersih SMI Haruku harus jadi prioritas utama, karena disitulah kinerja kejaksaan diuji untuk menuntaskan. “Ya diharapkan tuntas,” tegasnya.

Periksa Sopalau

Diberitakan sebelumnya, tim intelejen Kejatii Maluku terus me­nggali bukti kasus dugaan korupsi proyek air bersih SMI Pulau Haruku.

Guna membuktikan dugaan ko­rupsi tersebut, Selasa (7/3) jaksa memeriksa Pejabat Pembuat Ko­mitmen Nurul Hidayati Sopalauw.

Sebagai PPK, Sopalauw dinilai memiliki peranan penting dalam proyek air bersih itu, sehingga Sek­retaris Dinas PUPR Provinsi Maluku ini dimintai keterangan oleh jaksa.

Sumber Siwalima di kejaksaan mengungkapkan, Sopalauw dipe­riksa pada Selasa (7/3) sekitar pukul 10 pagi dan dihujani puluhan pertanyaan terkait proyek air bersih Pulau Haruku.

Diduga Sekretaris Dinas PUPR mengatur proyek yang dibiayai menggunakan dana SMI tahun 2020 senilai Rp12,4 miliar. tersebut.

Hal ini diketahui, setelah sebelum­nya pada akhir Februari lalu, kejak­saan juga telah memeriksa Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) Nur Madras. Bahkan diduga PPTK tidak mengetahui sejumlah doku­men-dokumen proyek air bersih Pulau Haruku itu.

Sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini mengungkapkan, NM siap membongkar cerita sebe­narnya soal air bersih Pulau Haruku, jika namanya diseret-seret.

Namun begitu, sumber ini enggan berkomentar lebih jauh karena kasus dugaan korupsi air bersih SMI Haruku masih dalam penyelidikan.

Upaya pengumpulan data yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Malu­ku, mendadak diterpa isu tidak se­dap.

Beredar rumors kalau olah gerak yang dikerjakan oleh intelijen Kejati Maluku, nanti juga akan berhenti dengan sendirinya.

Sejumlah kasus lalu dihubungkan dengan kerja tim Adhyaksa yang sudah seminggu berjalan.

Diantaranya, proyek pengerjaan Kantor Kejati Maluku yang hingga kini belum rampung.

Konon proyek senilai Rp11 miliar tersebut, dibiayai oleh APBD Maluku tahun 2021 dan 2022 lalu.

Sayangnya kontraktor yang ditunjuk oleh Dinas Pekerjaan Umum Maluku, hingga kini belum mampu penyelesaikan pekerjaan­nya. “Apa upaya untuk damai. Bar­ternya antara lain dengan Kantor Kejati,” kata sumber terpercaya Siwalima, Selasa (7/3) siang.

Sumber yang minta namanya tidak ditulis itu mengatakan, pihak Dinas PU Maluku sudah melakukan ber­bagai upaya untuk mendinginkan proyek mangkrak senilai Rp12,4 miliar, di Kecamatan Pulau Haruku tersebut. “Mereka optimis kasusnya ber­henti,” tambah sumber tadi.

Kendati demikian, Wahyudi Ka­reba membantah rumors tersebut.

Menurut dia, pihak Kejati tetap akan melanjutkan setiap laporan masyarakat, termasuk di dalamnya soal air bersih mangkark di Pulau Haruku. “Setiap laporan masyarakat tetap diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi, tetapi tetap diproses setiap la­po­ran masyarakat,” ungkap Wahyudi saat dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa sore (7/2) terkait kasus proyek air bersih SMI Haruku yang sementara diusut kejaksaan.

Dia juga membantah ada upaya penghentian kasus yang terkait dengan rehab Kantor Kejati yang merupakan hibah Pemerintah Pro­vinsi Maluku. “itu tidak benar, itu tidak benar,” ujarnya.

Kareba kembali menegaskan, setiap kasus yang dilaporkan mas­yarakat pihaknya memproses itu dengan cara mempelajari laporan tersebut dan mendalaminya. (S-05/S-20)