AMBON, Siwalimanews – Dua mantan petinggi di Dinas Kesehatan dan RSUD Haulussy, diperiksa jaksa, terkait dugaan korupsi di rumah sakit milik daerah.

Kedua pejabat itu adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Malu­ku, kurun tahun 2016 hingga 2020.

Adapun Pawa, adalah bekas Direktur Utama RSUD pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan Pro­vinsi Maluku, kurun tahun 2016 hingga 2020.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Malu­ku, Wahyudi Kareba di Ambon, Rabu, (6/7) mengatakan, selain dua mantan pejabat itu, penyidik juga memanggil tujuh dokter lainnya sebagai saksi, dalam kasus ter­sebut.

Baca Juga: BPJN dan Pemprov Diminta Pantau Jalan Trans Seram

“Selain memanggil dua mantan pejabat tersebut, penyidik juga memanggil tujuh  orang dokter lainnya guna dimintai keterangan sebagai saksi,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati setempat, Wahyudi Kareba di Ambon, Rabu.

Tujuh dokter tersebut telah dipe­riksa, Selasa (5/7)

Sedangkan hari ini, Rabu (6/7) pe­nyidik memanggil sepuluh dokter. Salah satunya dokter Ade Tuana­kotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Adapun sepuluh dokter itu adalah mereka yang merupakan penerima honorarium pembayaran jasa peme­riksaan kesehatan, saat pelaksanaan medical check up kepada bakal ca­lon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pil­kada tahun 2016 hingga 2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksa­nakan tiga Pilkada, yang proses medical check up dilaksanakan di RSUD Haulussy, Kota Ambon, MTB dan Buru.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahum 2020, tercatat empat kabupaten yang me­lak­sanakan Pilkada, dimana selu­ruhya melakukan medical check up di RSUD Haulussy, yaitu Kabu­paen Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Ba­gian Timur.

Kareba menjelaskan, pada peme­riksaan yang berlangsung selama tujuh jam ini, materi yang ditanya jaksa penyidik masih seputar tugas pokok para saksi.

“Pemeriksaan dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIT sampai 16.00 WIT,” katanya.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada aliran angga­ran dengan pagu lebih dari Rp2 milliar itu.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 milliar, kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujar­nya.

13 Saksi Diperiksa

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku membidik sejumlah kasus dugaan penyalahgu­naan anggaran bernilai miliaran rupiah di RSUD Haulussy Ambon.

Adapun kasus yang diduga ber­bau korupsi itu antara lain, penyim­pangan penyaluran tunjangan inten­sif, jasa BPJS, jasa Perda dan uang makan minum tenaga medis tahun anggaran 2019-2021 di rumah sakit milik Pemprov Maluku itu.

Guna membuktikan dugaan ko­rupsi pada sejumlah proyek di rumah sakit berplat merah itu, tim penyidik Kejati Maluku telah memeriksa 13 orang saksi.

Kepala Seksi Penerangan dan Hubungan Masyarakat Kejati Ma­luku, Wahyudi Kareba yang dikon­fir­masi Siwalima, Kamis (23/6) mem­benarkan pemeriksaan 13 orang saksi.

“Benar tim penyidik telah meng­konfirmasi 13 orang saksi di kasus RSUD Haulussy,” ujar Wahyudi.

Ketika ditanyakan 13 saksi ini apakah dari unsur tenaga medis dokter atau juga Tenaga admini­strasi pada RSUD Haulussy, Wah­yudi menolak berkomentar lebih jauh dengan alasan kasusnya masih penyelidikan.

“Maaf saya hanya bisa katakan demikian, masih konfirmasi 13 orang saksi telah dimintai keterangan pada Selasa (21/6) kemarin. Dan kasusnya masih penyelidikan. Jadi saya belum bisa berkomentar lebih jauh soal itu,” ujarnya.

Wahyudi mengaku, ada sejumlah kasus yang dibidik lembaga kejak­saan tersebut di RSUD Haulussy. “Ada beberapa kasus ya,” ujarnya singkat.

Wahyudi menyebutkan, 13 orang saksi ini diperiksa sejak pukul 09.00 WIT-16.00 WIT dan ditanyai se­putar penerimaan tunjangan intensif, jasa BPJS, Jasa Perda hingga makan minum tenaga medis tahun 2019-2021 pada RSUD Haulussy.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasa­rana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah memve­rifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)