Jaksa Diminta Transparan
Dugaan Korupsi di DPRD Kota Ambon
AMBON, Siwalimanews – Sikap Kajari Ambon dalam mengusut penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon menimbulkan kecurigaan. Akankah kasus ini naik ke penyidikan?
Akademisi Hukum Pidana Unpatti, George Leasa mengatakan, jaksa penyelidik punya cukup bukti. Temuan BPK menjadi pintu masuk untuk menyeret siapapun yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Menurut Leasa, Kejari Ambon seharusnya tranparan kepada masyarakat Kota Ambon berkaitan dengan perkembangan kasus dugaan korupsi yang merugikan daerah jika seluruh pemeriksaan saksi telah selesai dilakukan.
“Kalau sudah selesai melakukan pemeriksaan, maka kejaksaan harus transparan kepada publik terkait dengan proses hukum itu. Apakah kasus tersebut punya cukup bukti sehingga yang tadinya status tahap penyelidikan naik menjadi penyidikan untuk kedepannya menetapkan tersangka jika memang berdasarkan hasil pemeriksaan mengarah kepada oknum tertentu,” ujar Leasa kepada Siwalima Selasa (11/10).
Langkah Kejari Ambon yang hingga kini belum menentukan sikap dalam kasus dugaan penyelewengan anggaran di DPRD Kota Ambon tahun 2021 itu menimbulkan persepsi “KUHAP mengatur jelas, bukti permulaan cukup, sekurang-kurangnya dua alat bukti maka kasus tersebut harus mendapat kelanjutan proses dari yang tadinya penyelidikan naik menjadi penyidikan. Itu kalau sudah seleai pemeriksaan para saksi,” jelas Leasa.
Baca Juga: Jaksa Kantongi Calon Tersangka Korupsi Tambatan Perahu BurselDikatakan, masyarakat Kota Ambon saat ini sedang menunggu hasil pemeriksaan terhadap wakil rakyat mereka, sehingga kejaksaan harus terbuka kepada masyarakat tentang sejauh mana proses penyelidikan yang dilakukan tentunya dengan sejumlah saksi yang telah diperiksa termasuk hasil temuan BPK.
“Kejaksaan Negeri Ambon dalam pertanggungjawaban kepada publik harus memberikan informasi, sehingga tidak ada kekecewaan dari masyarakat terkait kinerja dari kejaksaan, apalagi tidak ada lagi rahasia bagi warga kota bahwa ada terjadi dugaan korupsi yang cukup besar di lingkungan DPRD Kota Ambon,” tegasnya.
Dalam penanganan kasus, Kejari Ambon bukan baru pernah mengusut kasus korupsi dimana modus operandi yang digunakan pung sama antara satu kasus dengan kasus lainya. Sehingga tidak sulit untuk mengungkapkan para pelaku tindak kejahatan luar biasa itu.
Ditegaskan, Kejari Ambon dapat menggunakan temuan BPK yang telah dikantongi untuk menjadi pintu masuk menentukan siapa yang bertanggungjawab sebagai tersangka.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti dua periode ini mendesak Kejari transparan kepada publik dengan menetapkan tersangka agar publik kemudian tidak bertanya-tanya terkait dengan proses hukum yang berlangsung.
Praktisi Hukum, Paris Laturake menyayangkan Kejari Ambon yang tidak mau membuka hasil pemeriksaan ASN dan 45 anggota DPRD Kota Ambon itu ke publik. Laturake mengatakan seharusnya pihak Kejari transparan kepada masyarakat Kota Ambon dengan melakukan ekspos kasus agar ada informasi sejauh mana perkembangan kasus yang diduga daerah dirugikan miliar rupiah itu.
“Kalau tidak tidak transparan maka masyarakat akan menganggap telah terjadi permainan dalam penuntasan kasus korupsi tersebut, apalagi sudah ada hasil temuan BPK RI,” tegasnya.
Ia menegaskan Kejari tidak boleh tebang pilih dalam menuntaskan kasus korupsi, sebab semua kasus sama dalam proses penegakan hukum.
Hal yang sama juga diungkapkan Koordinator Wilayah Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating. Katanya, dalam penanganan kasus korupsi, penyidik baik kejaksaan maupun polisi harus transpran ke masyarakat.
“Ini soal perkembangan hasil pemeriksaan. Publik hanya mau tahu progresnya bukan mau intervensi penyidik. Yang diselewengkan kan uang rakyat, sehingga rakyat juga ingin mengetahuinya, apalagi dilakukan oleh wakil rakyat atau anggota DPRD,” pungkas Sariwating.
Klaim Masih Pemeriksaan
Kajari Ambon, Dian Fris Nale mengklaim pemeriksaan saksi masih bergulir. “Ini kan masih proses penyelidikan jadi pemeriksaan saksi masih terus berlangsung,” tandas Kajari, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Selasa (11/1).
Kendati demikian, Kajari enggan membeberkan identitas saksi-saksi yang akan dimintai keterangannya. “Masih ada saksi yang akan diperiksa, tunggu sajalah pasti kita akan rilis ke media. Ini kasus masih penyelidikan dan untuk kepentingan penyelidikan kami belum mau terbuka. Kami nantinya akan memberikan rilis ke media,” janji Kajari.
Tujuh Item
Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindukasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001. belanja pemeliharaan peralatan dan mesin terindikasi fisktif sebesar Rp168.860.000 dan belanja peralatan kebersihan dan bahan pembersih yang terindikasi fiktif sebesar Rp648,047.000.
Selain itu, BPK juga menemukan belanja rumah tangga yang terindikasi fiktif sebesar Rp690.000.000 dan belanja alat tulis kantor terindikasi fiktif sebesar Rp324.353.800
Ada juga belanja cetak dan pengadaan yang terindikasi fiktif senilai Rp358.875.000, serta belanja makanan dan minum Sekretariat DPRD yang terindikasi fiktif senilai Rp2.678.609.000. (S-50)
Tinggalkan Balasan